Jakarta, CNN Indonesia --
PT Pertamina (Persero) melanjutkan percepatan transisi daya melalui pengembangan sumber daya bersih dengan memanfaatkan panas bumi guna mendukung pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen sesuai visi pemerintah.
Di panel Energy Transition: Innovations, Sustainability Approaches, Strategic Efforts and Initiatives to Achieve Indonesia's Climate Goals pada Conference of the Parties (COP) ke-29, Rabu (13/11), CEO PT Pertamina Geothermal Energi Tbk (PGEO) Julfi Hadi menyatakan bahwa panas bumi dapat menjadi baseload sumber kelistrikan.
"Panas bumi adalah salah satu sumber daya nan terbukti untuk bisa menjadi baseload. Kita kudu membangunnya sekarang. Apalagi, dengan rencana pertumbuhan ekonomi nan ditopang dari industri hilirisasi serta manufaktur, memerlukan pasokan listrik nan stabil dan bersih. Panas bumi merupakan jawabannya," kata Julfi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Julfi menyampaikan, PGEO menargetkan pengembangan panas bumi Pertamina mencapai 1,5 GW pada tahun 2030. Untuk itu, PGEO bakal menjalankan sejumlah strategi, termasuk strategi investasi.
"Pengembangan ini memerlukan investasi hingga US$50 juta dengan kalkulasi pertumbuhan kapabilitas pembangkit panas bumi hingga 10,5 GW," katanya.
Agar investasi panas bumi semakin menarik, Pertamina membikin model akibat nan lebih rendah dalam pengembangannya, antara lain dengan menggunakan Electrical Submersible Pumps nan merupakan salah satu teknologi nan mereduksi akibat pengembangan panas bumi.
"Pompa bakal menghasilkan peningkatan produksi apalagi di sumur subkomersial dan juga di pembangkit listrik. Katakanlah dulunya, mengembangkan sektor geothermal itu butuh 10 tahun, sekarang bisa dikembangkan dalam 5 tahun," kata Julfi.
Pada kesempatan nan sama, Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi menegaskan bahwa Indonesia bakal tetap konsisten berupaya mencapai sasaran NZE.
Dalam perihal ini, panas bumi diyakini krusial untuk menjadi sumber daya bersih nan stabil guna memasok seluruh kebutuhan listrik nasional.
"Potensi di Indonesia sangat besar, dengan posisi strategis nan mempunyai potensi panas bumi lebih dari 23 GigaWatt, di mana saat ini baru dimanfaatkan sekitar 2,5 GigaWatt alias sekitar 11 persen," kata Eniya dalam sambutannya.
Eniya mengungkapkan, dengan memanfaatkan panas bumi maka penurunan emisi bisa mencapai 22 juta ton CO2 pada tahun 2030.
Untuk itu, pemerintah berkomitmen mendukung semua pihak dalam pengembangan panas bumi dalam negeri.
"Presiden kita sudah berulang kali menekankan pentingnya geothermal, dan support internasional dibutuhkan agar Indonesia dapat menjadi negara nomor satu dalam pemanfaatan geothermal di dunia. Kami juga telah menyederhanakan izin perizinan dan meningkatkan return of investment (IRR) hingga 1,5 persen," kata Eniya.
(rea/rir)
[Gambas:Video CNN]