tim | CNN Indonesia
Kamis, 21 Nov 2024 09:55 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Petisi menolak rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 sudah menggema di kalangan warganet.
Bukan tanpa sebab, kebanyakan warganet menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bakal sangat membebani masyarakat nilai beragam jenis peralatan kebutuhan pokok bakal naik.
Padahal, keadaan ekonomi masyarakat belum membaik, apalagi dengan tingginya nomor pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Petisi tersebut dibuat dan dibagikan oleh akun X @barengwarga pada Selasa (19/11) silam. Dalam cuitannya, akun itu menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN.
"Kenaikan PPN tersebut secara langsung bakal membebani masyarakat, lantaran menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan meningkatkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai nilai sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) bakal ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat bakal terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," bunyi cuitan akun itu.
Pantauan CNNIndonesia.com, Kamis (21/.11) pagi, petisi dengan titel 'Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!' itu tercatat sudah diteken oleh 2.808 orang.
Selain tindakan petisi, warganet juga menyuarakan aktivitas style hidup minimalis sebagai corak perlawanan. Dalam aktivitas itu, masyarakat diajak untuk mengurangi konsumsi barang-barang tertentu nan terdampak PPN guna menekan beban pajak. Pasalnya, konsumsi masyarakat menjadi salah satu aspek pertumbuhan ekonomi.
PPN bakal naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Kenaikan ini sejalan dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Dalam beleid itu, ditetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.
[Gambas:Twitter]
"Tarif PPN ialah sebesar 12 persen nan mulai bertindak paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 ayat 2 UU tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 2025 tetap sesuai dengan petunjuk UU HPP. Ia juga menegaskan belum ada pembahasan pemberlakuan kenaikan pajak bakal ditunda.
Meski banyak perdebatan meningkatkan pajak di tengah pelemahan daya beli, Sri Mulyani mengingatkan APBN sebagai instrumen penyerap kejut (shock absorber) perekonomian kudu dijaga kesehatannya.
"APBN memang tetap kudu dijaga kesehatannya lantaran APBN itu kudu berfaedah dan bisa merespon dalam bagian global financial crisis. Countercyclical tetap kudu kita jaga," ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XI, Rabu (13/11).
[Gambas:Video CNN]
(del/sfr)