Perlukah Prabowo Pecah Kementerian Perumahan dari PUPR?

Sedang Trending 5 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dikabarkan bakal membentuk Kementerian Perumahan. Artinya, bagian perumahan nan saat ini tetap tergabung dalam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bakal dipisah.

Rencana itu dibocorkan oleh Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo. Ia mengatakan saat ini dibutuhkan kementerian nan betul-betul konsentrasi pada sektor perumahan. Hal ini mengingat sektor ini melibatkan banyak subsektor turunan nan memerlukan perhatian khusus.

Apalagi nomor backlog, katanya, meningkat dari 10 juta pada 2015 menjadi 12 juta pada saat ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pak Budi (Direktur Utama Perumnas), ini saya dengar mungkin ke depan bakal ada pemisahan, ada Kementerian Perumahan. Fokusnya berubah jika ini ke Perumahan lagi. Jadi kita bisa berupaya lebih keras dengan pemerintah untuk membantu konsep development nan lebih teregulasi," ucap Tiko dalam pidatonya pada pembukaan aktivitas Launching The New Face of Apartment Samesta Sentraland Cengkareng, Senin (13/5).

Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka Drajad Wibowo tidak membantah ataupun mengiyakan rencana pembentukan itu. Ia hanya menekankan pentingnya sektor perumahan untuk dijalankan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran nanti.

Drajad menjelaskan pemerintahan Prabowo berambisi masalah backlog kepemilikan rumah dan kepantasan kediaman bisa segera diatasi. Ia merujuk pada Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 di mana kepemilikan rumah mencapai 9,9 juta unit, turun dari 10,5 juta unit pada 2022.

Lantas perlukah Prabo-Gibran membentuk Kementerian Perumahan?

Pengamat kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan Kementerian PUPR tidak perlu lagi dipisah. Ia menilai jika dipecah menjadi dua kementerian, maka tidak terjadi efisiensi terutama dalam anggaran. Tak hanya itu, bisa juga terjadi tumpang tindih kebijakan antarkementerian.

"Yang jelas memperbanyak perilaku korupsi pejabat. Nambah kementerian kan nambah birokrasi lagi," katanya kepada CNNIndonesia.com.

Trubus juga menyinggung Prabowo-Gibran mempunyai program makan siang cuma-cuma nan memerlukan anggaran besar. Ditambah lagi, ada wacana bakal dibentuk kementerian unik nan mengurus program tersebut.

Jika jumlah kementerian ditambah lagi dengan Kementerian Perumahan, dia cemas hanya bakal menambah anggaran, nan ujungnya membebani APBN.

Menurutnya, jika Prabowo-Gibran mau mengatasi masalah perumahan, nan perlu dilakukan adalah memperbaiki tata kelola Kementerian PUPR. Masalah backlog sebenarnya bisa diatasi oleh Kementerian PUPR, tanpa perlu memecahnya menjadi Kementerian Perumahan.

Trubus mengatakan Jokowi dulu menggabung Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Perumahan Rakyat lantaran Jokowi berorientasi pada pembangunan infrastruktur.

"Kalau sekarang mau perumahan rakyat, tinggal diorientasikan saja ke perumahan rakyat. Artinya, anggarannya dialihkan saja," katanya.

Trubus juga mengingatkan dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pada Pasal 13, ada empat perihal nan perlu dipertimbangkan presiden dalam membentuk kementerian, ialah efisiensi dan efektivitas; cakupan tugas dan proporsionalitas beban tugas; kesinambungan, keserasian, dan keterpaduan penyelenggaraan tugas; dan/atau perkembangan lingkungan global.

"Kan ada kriterianya dalam Undang-undang, bukan asal nambah," katanya".

Senada, Ekonom Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan ketika Kementerian Perumahan Rakyat dulu berdiri sendiri, masalah backlog perumahan juga tetap ada. Karena itu, pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tidak bakal efisien.

"Rencana pemisahan ini saya memandang hanya untuk menampung kemauan politik dari parpol koalisi Prabowo," katanya.

Masalah backlog perumahan sekarang ini, sambungnya, bukan lantaran tiadanya Kementerian Perumahan, melainkan dari sisi permintaan alias masyarakat. Ia mengatakan kenaikan nilai rumah sudah melampaui kenaikan pendapatan masyarakat. Apalagi ditambah suku kembang nan cukup tinggi.

"Relaksasi pemberian PPN (pajak pertambahan nilai) bisa meningkatkan permintaan perumahan namun terjadi cascading effect alias nilai dinaikkan akibat relaksasi PPN," katanya.

Pengamat Indonesia Strategic and Economics Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan jika memang pemerintahan nan baru serius untuk mengatasi masalah backlog perumahan, maka pemisahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bisa menjadi langkah nan bagus dan strategis. Dengan begitu, kedua kementerian itu bisa lebih konsentrasi dan efektif.

"Urgensi pemisahan keduanya cukup bisa dipahami dari kacamata ekonomi. Sehingga jika kemudian juga searah dengan kepentingan politik pemerintahan nan baru, maka bakal semakin menguatkan pemisahan tersebut," katanya.

Kementerian Pekerjaan Umum, katanya, bisa lebih konsentrasi kepada proyek-proyek pekerjaan umum nan sifatnya umum dan strategis. Sementara Kementerian Perumahan Rakyat bisa konsentrasi memenuhi salah satu kebutuhan dasar masyarakat Indonesia ialah papan alias perumahan, dengan beragam skema nan semakin memudahkan masyarakat untuk mempunyai rumah.

[Gambas:Video CNN]

(pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com