Kian Tipis Gaji Pekerja Kelas Menengah Kala Dipotong Dana Pensiun Baru

Sedang Trending 1 minggu yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Di tengah penurunan daya beli yang tercermin dari deflasi empat bulan berturut-turut, pemerintah berencana menambah 'beban' masyarakat, terutama kelas menengah.

Beban tersebut berupa pemotongan penghasilan pekerja untuk program pensiun tambahan nan berkarakter wajib. Meskipun aturannya tetap digodok, tetapi ini tentu bakal menambah pengeluaran.

Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pemotongan penghasilan itu bakal diatur dalam peraturan pemerintah (PP). Ia menyebut program pensiun baru itu tak bakal diwajibkan untuk semua pekerja, melainkan hanya untuk pemilik penghasilan dengan jumlah tertentu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya, masyarakat kelas menengah nan bakal makin terhimpit. Padahal saat ini saja beban golongan ekonomi berjuluk 'kaum mendang-mending' ini sudah cukup besar sehingga dipastikan daya beli bakal makin lemah.

Berdasarkan info BPS, deflasi di Indonesia terjadi selama empat bulan berturut-turut sejak Mei hingga Agustus 2024.

Tak hanya itu, Bank Indonesia (BI) melalui survei konsumen nan dilakukan juga mencatat terjadi penurunan konsumsi pada masyarakat golongan pengeluaran Rp1 juta sampai Rp3 juta per bulan pada Agustus 2024.

Kedua aspek tersebut sudah cukup menunjukkan beban masyarakat kelas menengah nyaris miskin sangat besar sehingga duit untuk shopping konsumsi berkurang.

Marsel (34), seorang pekerja swasta di Jakarta dengan tegas menolak rencana pemotongan penghasilan untuk program baru ini. Meskipun hanya dikenakan untuk penghasilan tertentu, dia menilai pasti bakal berakibat pada dirinya.

"Nggak usah lah, penghasilan sudah pas-pasan juga, malah mau kena potongan wajib lagi. Kalau mau, tidak usah wajib, tapi pasti nggak bakal ada nan mau juga," ujarnya kepada CNNIndonesia.com.

Menurutnya, selama ini sistem biaya pensiun (dapen) pemerintah saja kacau balau, seperti Jiwasraya dan Asabri. Ia menilai tidak jelas biaya pensiun ini bakal diletakkan di mana, serta ada kekhawatiran duitnya hanya bakal menjadi sumber korupsi baru.

"Lagian dapen juga bunganya nggak seberapa, sementara sekarang sudah banyak instrumen investasi lain nan bisa menawarkan kembang lebih besar. Saya sih milih investasi sendiri daripada dikorupsi uangnya," jelasnya.

Sri Depi (33), tenaga kerja swasta di Jakarta juga mengungkapkan perihal nan sama. Ia tidak setuju dengan program baru ini lantaran dianggap hanya menjadi tambahan beban. Lain halnya jika potongan biaya pensiun ini dibebankan penuh ke perusahaan alias pemberi kerja, dia bakal setuju. Tapi, jika dari penghasilan sendiri sudah pasti dia tolak.\

"Jika memang ini jadi pemotongan gaji, maka bakal memberatkan karyawan," kata Sri.

Senada dengan Marsel, dia pun meragukan kejelasan biaya nan dipotong bakal diletakkan di mana. Sebab, andaikan tidak ada perbaikan sistem biaya pensiun pemerintah, bisa-bisa penghasilan pekerja nan dipangkas bisa raib dan susah untuk dicairkan ketika pensiun.

"Jangan sampai biaya pensiun diputar alias ditaruh ditempat nan tidak jelas, lantaran bisa menimbulkan fraud alias kandas bayar," imbuh Sri.

Sri sendiri lebih memilih menabung sendiri uangnya untuk masa tua dibandingkan dipungut negara lewat program biaya pensiun wajib. Apalagi, sudah banyak beban potongan nan ditanggung pekerja sehingga dia tak sanggup lagi andaikan ada tambahan wajib.

"Sudah banyak potongan-potongan penghasilan nan dibebankan ke karyawan. Misalnya, BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, Pajak, apalagi kelak bakal ada potongan dari Tapera. Jadi saya menolak program ini meski baru rencana," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]

(ldy/pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com