Khawatir Kasus Jiwasraya-Asabri Terulang, Buruh Gugat UU Tapera ke MK

Sedang Trending 2 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Sebanyak 11 serikat buruh menggugat Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (UU Tapera) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Adapun 11 serikat pekerja nan menggugat UU Tapera ialah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional; Federasi Serikat Pekerja Kimia dan Pertambangan - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia; Federasi Serikat Pekerja Pariwisata dan Ekonomi Kreatif - Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia; Federasi Serikat Pekerja-Pekerja Listrik Tanah Air (Pelita) Mandiri Kalimantan Barat; Federasi Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan; Gabungan Serikat Buruh Indonesia; Konfederasi Buruh Merdeka Indonesia; Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia; Serikat Buruh Sejahtera Independen '92; Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman; dan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia.

Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPI) Jumhur Hidayat mengatakan gugatan diajukan pekerja lantaran UU Tapera nan meningkatkan level iuran Tapera menjadi sebuah tanggungjawab adalah pelanggaran kewenangan asasi manusia para pekerja dan bertentangan dengan konstitusi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apalagi katanya, di tengah pengaturan tanggungjawab bayar iuran tersebut, pemerintah telah menunjukkan kinerja buruk dalam mengelola biaya publik serupa. Buruk keahlian itu bisa dilihat dari kasus kandas bayar nan menimpa nasabah Jiwasraya dan korupsi di tubuh Taspen serta Asabri.

Ketiga kasus tersebut merupakan mega korupsi nan membikin pensiunan PNS dan TNI kehilangan asuransi dan tabungan masa tua dan membikin negara rugi hingga Rp41 triliun.

"Pengalaman sebelumnya, program-program tabungan alias iuran semacam ini terbukti gagal, hanya menjadi ladang korupsi elit-elit penguasa, dan sangat menindas rakyat. Sangat tidak logis jika pemerintah mau menambah program serupa. Kewajiban Tapera bukan tabungan, melainkan perampokan. Oleh karenanya MK kudu batalkan," ujar Jumhur dalam keterangan tertulis, Rabu (18/9).

Sementara itu, Denny Indrayana dari INTEGRITY Law Firm selaku perwakilan serikat pekerja mengatakan UU Tapera nan menjadikan tabungan alias iuran berkarakter wajib dan mengikat bagi seluruh pekerja di Indonesia mempunyai persoalan konstitusionalitas nan serius.

Pasalnya UUD 1945, sambungnya, memberikan batas mengenai potongan wajib nan dapat dibebankan ke masyarakat oleh pemerintah, ialah pajak dan pungutan.

Ia mengatakan tabungan adalah pilihan opsional bagi pekerja nan tidak termasuk dalam pajak ataupun pungutan lain. Oleh karenanya, UU Tapera nan menjadikan tabungan seakan-akan menjadi pajak alias pungutan wajib dia menilai sebagai perihal nan inkonstitusional.

"Selain tidak sesuai dengan konsep pajak dan pungutan dalam Pasal 23A UUD 1945, UU Tapera ini juga bertentangan dengan agunan perlindungan norma serta menghalang masyarakat untuk menikmati kesejahteraan lahir jiwa nan juga dijamin dalam konstitusi. Terlebih, Naskah Akademik RUU Tapera sama sekali tidak meniatkan tabungan ini menjadi wajib dan mengikat, tapi tiba-tiba muncul dalam UU nya. Ini semakin menunjukkan UU Tapera mengandung masalah konstitusi nan serius," jelas Denny.

Berkaca dari negara lain, seperti Jerman, Perancis, Singapura, dan Malaysia, sambungnya, seluruhnya memberikan akses penyediaan kediaman nan baik tetapi tidak melalui program mewajibkan tabungan nan mengikat. Sementara, hanya China nan memberlakukan konsep tabungan wajib.

Namun, program tersebut juga relatif tidak sukses di China mengingat kebutuhan kediaman di China tetap sangat memprihatinkan.

Denny mengatakan iuran Tapera sebesar 3 persen bakal semakin membabani pekerja terutama nan penghasilannya rendah lantaran telah mendapatkan potongan sebesar 8,7 persen dari penghasilan bulanan nan dia dapatkan. Potongan-potongan tersebut diantaranya untuk BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan pajak penghasilan (PPh).


"Jika ditambah dengan potongan 'wajib' Tapera sebesar 3 persen dari penghasilan bulanan nan didapatkan, maka potongan pendapatan masyarakat menjadi sebesar 11,7 pesen. Tentu bukan jumlah nan sedikit, terkhusus bagi para pemohon nan merupakan buruh," katanya.

Pemerintah bakal melaksanakan Program Tabungan Perumahan Rakyat. Dengan program ini, nantinya gaji pekerja di Indonesia, termasuk tenaga kerja swasta, bakal kena potongan tambahan untuk simpanan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera nan diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 20 Mei 2024.

PP tersebut merupakan patokan dari UU Tapera nan disahkan pemerintah dan DPR pada 2016 lalu.

Pasal 5 PP Tapera mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun alias sudah menikah nan mempunyai penghasilan paling sedikit sebesar bayaran minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.

Kemudian pada Pasal 7, dirinci jenis pekerja nan wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS alias ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk tenaga kerja swasta dan pekerja lain nan menerima penghasilan alias upah.

"Setiap pekerja dan pekerja berdikari nan berpenghasilan paling sedikit sebesar bayaran minimum wajib menjadi peserta," bunyi Pasal 5 ayat 3 PP tersebut.

Pemerintah memberikan waktu untuk mendaftarkan para pekerjanya kepada Badan Pengelola (BP) Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP 25/2020. Artinya pendaftaran itu kudu dilakukan pemberi kerja paling lambat 2027.

[Gambas:Video CNN]

Simpanan peserta pekerja untuk Tapera dibayarkan oleh pemberi kerja dan pekerja itu sendiri. Sedangkan simpanan peserta pekerja berdikari dibayarkan oleh pekerja berdikari itu sendiri alias si freelancer.

Besaran simpanan peserta itu ditetapkan berasas persentase tertentu dari penghasilan alias bayaran nan dilaporkan setiap bulan untuk peserta pekerja. Kemudian penghasilan rata-rata setiap bulan dalam satu tahun takwim sebelumnya dengan pemisah tertentu untuk peserta pekerja mandiri.

Untuk persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan dalam Pasal 15 PP 21/2024. Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3 persen dari penghasilan alias bayaran untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.

Sementara ayat 2 pasal nan sama mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja nan ditanggung berbareng oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.

Sedangkan untuk peserta pekerja berdikari alias freelancer ditanggung sendiri oleh mereka sebagaimana diatur dalam ayat 3.

Dasar kalkulasi perkalian besaran simpanan peserta dilaksanakan dengan ketentuan pekerja nan menerima penghasilan alias bayaran nan berasal dari APBN alias APBD diatur oleh menteri nan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bagian finansial dengan berkoordinasi berbareng menteri nan menyelenggarakan urusan pemerintahan di bagian pendayagunaan aparatur negara.

(fby/agt)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com