DPR Akan Gelar Rapat Khusus soal Tapera: Kalau Bisa Pemerintah Tunda

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi V DPR RI akan menggelar rapat unik mengenai Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Rencana rapat muncul di tengah penyesalan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono atas kemarahan masyarakat soal rencana penyelenggaraan program nan berpotensi memotong penghasilan pekerja 2,5 persen tiap tanggal 10 tersebut.

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus dalam Rapat Kerja Komisi V DPR RI berbareng Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan rapat unik itu bakal mengundang semua pihak mengenai program tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka adalah; bumi usaha, perwakilan buruh, BP Tapera.

"Saya rasa soal Tapera ini sudah menjadi ramai, kami bakal agendakan unik untuk Tapera ini, kami rapat unik mengenai Tapera agar kelak tuntas, lantaran memang kami banyak mendapatkan pertanyaan dan seterusnya," ujarnya, Kamis (6/6) seperti dikutip dari Antara.

Rapat unik mengenai Tapera katanya, bermaksud untuk mendapatkan titik jumpa dari pihak-pihak terkait.

"Maka bahasa saya di media, saya bilang jika bisa pemerintah tunda dulu lantaran ada keberatan dari tenaga kerja dan keberatan dari pengusaha. Titik ini nan paling rumit kami jawab di sini. nan mau dipotong keberatan, nan dibebani pemotongan pun keberatan, titik jumpa ini nan menurut saya kudu dicarikan jalan keluarnya dulu," ujar Lasarus.

"Oleh karenanya, kami kelak bakal mengundang dulu semua pihak, kami rapat dulu kelak kami undang bumi usaha, kami undang mungkin perwakilan para buruh, baru kelak kami undang teman-teman dari BP Tapera, saya kira itu jalan keluarnya," kata Lasarus pula.

Pemerintah bakal mewajibkan pekerja baik berdikari maupun swasta ikut menjadi peserta Tabungan Perumahan Rakyat mulai Mei 2027. Sebagai akibat keikutsertaan menjadi peserta itu, mereka kudu bayar iuran 3 persen dari gaji.

Iuran itu; 0,5 persen dibayar pengusaha sementara 2,5 persen lainnya dipotong dari penghasilan pekerja setiap tanggal 10.

Program tersebut mendapat kritik dari tak hanya pekerja tapi juga pengusaha.

Ketua Umum Konfederasi KASBI Sunarno mengatakan serikat pekerja tidak pernah diajak perbincangan oleh pemerintah untuk membahas Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.

"Sangat jelas pemerintah memutuskan patokan tersebut secara sepihak. Prinsip kewenangan berdemokrasi dan musyawarah justru tidak dilakukan," kata Sunarno saat dihubungi, Selasa (28/5).

Ia menilai pemerintah terlalu gegabah membikin PP 21. Padahal, kata dia, pemerintah tidak memahami kebanyakan kesulitan nan dihadapi kaum pekerja selama ini.

unarno menyinggung soal bayaran rendah, status kerja rentan dan mudah di PHK, pemberangusan serikat buruh, maraknya sistem kerja outsourcing hingga K3 nan buruk.

Ia juga mengatakan potongan-potongan penghasilan pekerja saat ini sudah sangat besar. Tidak sebanding dengan besaran kenaikan bayaran pekerja nan dinilai sangat kecil.

[Gambas:Video CNN]

"BPJS Kesehatan 1 persen, Jaminan Hari Tua 2 persen, Jaminan Pensiun 1 persen, PPH 21 (take home pay) 5 persen dari PTKP, potongan koperasi, dan lain-lain. Ditambah Tapera 2,5 persen dari buruh. Sehingga jika bayaran pekerja 2 juta sampai 5 juta/bulan. Maka potongan bayaran pekerja bisa mencapai Rp250 ribu-Rp400 ribu per bulan," katanya.

Sunarno juga menilai potongan tapera sudah jelas membebani buruh, mengingat pekerja juga tidak langsung mendapatkan rumah dalam waktu cepat.

Ia mengatakan Pemerintah semestinya konsentrasi untuk pengadaan rumah bagi pekerja dari anggaran negara. Bukan malah memotong penghasilan pekerja nan mini tersebut sebagai modal investasi.

KASBI pun meminta PP nan mengatur soal tapera itu untuk dicabut

"Kami mencurigai pemotongan penghasilan untuk Tapera tersebut hanyalah modus politik untuk kepentingan modal politik dan kekuasaan rezim oligarki," katanya.

Segendang sepenarian dengan buruh, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tegas menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), apalagi sampai 'memaksa' pekerja swasta menjadi peserta.

Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan apalagi sejak awal munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya patokan tersebut.

"Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya UU tersebut," bunyi pernyataan resmi nan dikeluarkan Shinta, Selasa (28/5).

Karena itu, dia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nan ditetapkan pada 20 Mei 2024.

Desakan itu dia suarakan lantaran Tapera tidak diperlukan. Menurutnya, untuk membantu pembiayaan perumahan bagi rakyat, pemerintah sebenarnya bisa memanfaatkan biaya potongan BPJS Ketenagakerjaan nan selama ini sudah dipotong dari penghasilan pekerja.

"Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan biaya BPJS Ketenagakerjaan," ujar Shinta.

Sementara itu, Menteri Basuki mengaku menyesal atas polemik Program Tapera di masyarakat.

"Dengan kemarahan ini, saya pikir saya menyesal betul," katanya Kamis (6/6).

Karena itu, dia mengaku legowo jika misalnya program itu diundur. Kelegowoan katanya, juga sudah dinyatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.

(fby/agt)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com