DJSN Bantah Iuran BPJS Kesehatan Jadi Tarif Tunggal Usai KRIS Berlaku

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) membantah iuran BPJS Kesehatan akan dijadikan satu tarif alias tunggal usai pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) tahun depan.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Agus Suprapto menegaskan skema iuran BPJS Kesehatan bakal dibuat sesuai prinsip gotong royong. Artinya, peserta nan kaya alias kelas 1 ikut iuran lebih tinggi dibanding kelas di bawahnya.

Dengan begitu, orang nan tak bisa alias kelas 3 bayar lebih rendah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iurannya tidak bakal sama (tarif tunggal), pasti. Artinya nan kaya kudu bantu nan miskin," ucap Agus di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia menilai jika sistem iuran BPJS Kesehatan dibuat single tariff, maka prinsip gotong royong terhapuskan.

"Harus ada prinsip gotong royong untuk saling membantu," tegasnya.

Konsep gotong royong dalam BPJS Kesehatan juga melibatkan pemerintah. Agus menyebut peserta nan sangat miskin pun disubsidi oleh pemerintah, misalnya peserta penerima support iuran agunan kesehatan (PBI JK).

Wacana soal tarif tunggal iuran BPJS Kesehatan usai KRIS bertindak pertama kali diungkapkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Ia menyebut tarif tunggal itu kelak diberlakukan secara bertahap.

"Dan ke depannya iuran ini kudu arahnya jadi satu, tapi bakal kita lakukan bertahap," ujar Budi di Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Kamis (16/5).

Saat ini Budi mengaku tengah mempertimbangkan pemisah iuran BPJS Kesehatan. Hal tersebut sedang dibicarakan dengan sejumlah pihak mengenai dan bakal diputuskan dalam waktu nan tidak lama lagi.

"Sekarang kita lagi pertimbangkan pemisah iurannya pakai kelas nan mana. Sebenarnya sejenak lagi sudah final kok, dan itu nan dibicarakan juga dengan BPJS, dibicarakan juga dengan asosiasi rumah sakit," katanya.

Pada saat nan sama, Budi menyampaikan pemerintah tak berencana mengubah iuran BPJS Kesehatan tahun ini.

Ia menjelaskan proses penyesuaian iuran BPJS Kesehatan berjalan panjang. Oleh lantaran itu, sejauh ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tetap bakal tetap memakai dasar iuran nan bertindak hari ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memerintahkan seluruh rumah sakit nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.

Skema ini menimbulkan dugaan di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 bakal dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh rumah sakit.

Namun dugaan ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Budi Gunadi dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti.

Aturan penerapan KRIS tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan nan diteken pada 8 Mei 2024.

Berdasarkan Pasal 103 B ayat 8 patokan itu, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru bakal diputuskan pada 1 Juli 2025 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.

Dengan begitu, besaran iuran BPJS Kesehatan nan dikenakan kepada peserta tetap merujuk pada patokan lama, ialah Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dengan skema kelas 1, 2, dan 3.

Besaran iuran peserta BPJS sendiri adalah Rp150 ribu per bulan untuk kelas 1 dan Rp100 ribu untuk kelas 2. Sedangkan, besaran iuran untuk kelas 3 disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp7.000, sehingga mereka hanya perlu bayar Rp35 ribu per bulan.

[Gambas:Video CNN]

(mrh/pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com