Jakarta, CNN Indonesia --
Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan Abdul Kadir mengungkapkan tetap ditemukan beberapa halangan dalam rencana penerapan kelas rawat inap standar (KRIS) dalam jasa BPJS Kesehatan.
Sebab, imbuhnya, tetap ada kebingungan pihak rumah sakit (RS) mengenai penerapan KRIS lantaran pedoman teknis mengenai pelaksanaannya belum rampung.
"Kami dapatkan kebenaran akomodasi kesehatan tetap menunggu peraturan pelaksana KRIS, lantaran mereka memerlukan pedoman dalam pelaksananya dan mengenai kepastian untuk penerapan KRIS," ungkap Abdul dalam rapat kerja berbareng Komisi IX DPR RI, Kamis (6/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Kadir menyebut ada masalah kurangnya pemahaman peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mengenai kebijakan baru ini.
Masalah lain, adanya kesulitan dari RS dalam memenuhi 12 kriteria KRIS nan telah ditetapkan oleh pemerintah. Sebab adanya keterbatasan anggaran baik dari RS pemerintah maupun swasta.
Selanjutnya, Kadir menyebut adanya potensi pengurangan tempat tidur di RS. Pasalnya, salah satu kriteria penerapan KRIS adalah pengurangan tempat tidur dengan tanggungjawab empat tempat tidur dalam satu ruangan.
"Sementara sekarang tetap banyak rumah sakit nan dalam satu ruangan ada enam sampai delapan tempat tidur, maka tenti ini berpotensi pengurangan tempat tidur," ucapnya.
Berdasarkan temuan itu, Abdul lantas memberikan sejumlah catatan dalam penerapan KRIS ke depan. Pertama, perlunya pertimbangan menyeluruh dari sisi iuran hingga kesiapan stakeholder, termasuk mitigasi akibat dari penerapan KRIS ini.
Kedua, perlu sosialisasi berbareng secara masif terhadap semua peserta JKN agar peserta memahami filosofi adanya KRIS.
"Ketiga, krusial memperhatikan jumlah peserta JKN nan makin besar. Kami tidak berambisi dengan KRIS ini ada nan tidak bisa mendapat jasa rawat inap lantaran adanya antrian panjang," jelas Abdul lebih lanjut.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya memerintahkan seluruh RS nan bekerja sama dengan BPJS Kesehatan memberlakukan sistem KRIS paling lambat 30 Juni 2025.
Skema ini menimbulkan dugaan di kalangan masyarakat bahwa kelas 1, 2, 3 bakal dihapus dan diganti dengan penerapan KRIS di seluruh RS.
Namun dugaan ini telah dibantah oleh sejumlah pihak, termasuk Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghudron Mukti.
Berdasarkan Pasal 103 B ayat 8 Perpres 59/2024, besaran iuran BPJS Kesehatan untuk KRIS baru bakal diputuskan pada 1 Juli 2025 mendatang. Artinya, iuran BPJS Kesehatan saat ini belum mengalami perubahan.
[Gambas:Video CNN]
(del/pta)