Bos BPJS Kesehatan Bersuara soal Peluang Iuran Peserta Naik Imbas KRIS

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti buka bunyi soal potensi kenaikan tarif iuran peserta usai kelas rawat inap standar (KRIS) resmi diterapkan mulai 30 Juni 2025 mendatang.

Ia mengaku belum bisa mengatakan secara rinci mengenai potensi kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Namun, soal naik-tidaknya tarif bakal dipikirkan semua pemangku kepentingan.

Ghufron menilai kenaikan kenaikan tarif sebenarnya bagus untuk pengelolaan finansial program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pasalnya, finansial BPJS Kesehatan selaku penyelenggara program tidak boleh kembali defisit alias malah ikut 'sakit'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kenaikan boleh, alias lebih bagus. Tidak juga, boleh, dengan strategi nan lain. Tapi nan jelas ini menunggu evaluasi," kata Ghufron di Kantor BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (17/5).

Ia menuturkan pertimbangan baru bakal dilakukan usai KRIS resmi bertindak 30 Juni 2025 mendatang.

Di sisi lain, dia menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak bakal dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap bayar sesuai dengan porsinya.

"Kalau iuran nilainya sama, gotong-royongnya di mana? Namanya gotong royong, nan bisa bayar lebih banyak, nan miskin bayar lebih sedikit, miskin sekali dibayar negara," tutur Ghufron.

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya juga mengatakan perihal senada dengan Ghufron. Mereka menyebut potensi kenaikan tarif iuran tetap bakal dibahas usai evaluasi.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengatakan perubahan iuran peserta ke depannya bakal dibahas berbareng dengan pihak BPJS Kesehatan.

Ia menyatakan penerapan KRIS memang secara otomatis bakal memperbaharui kualitas ruangan rawat inap pasien BPJS Kesehatan.

"Jadi mengenai iuran ini bakal kami telaah bersama, artinya soal iuran ini bakal melibatkan BPJS," katanya seperti dikutip dari CNNIndonesia TV, Rabu (15/5).

Memang, kata Nadia, patokan mengenai besaran iuran bakal tertuang dalam peraturan menteri kesehatan. Namun, pembahasannya pasti melibatkan BPJS Kesehatan sebagai pengelola finansial Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Nadia menegaskan bahwa dalam KRIS kualitas ruangan rawat inap dan tempat tidur bakal ditingkatkan. Paling tidak, kualitasnya di atas kelas 3 BPJS Kesehatan saat ini.

Ia mencontohkan dengan KRIS satu ruangan maksimal hanya boleh diisi oleh empat tempat tidur. Sementara, di kelas 3 BPJS Kesehatan tetap ditemukan satu ruangan diisi oleh 15 tempat tidur.

Nadia pun menyatakan KRIS dengan maksimal empat tempat tidur dalam satu ruangan itu setara dengan kelas 2 BPJS Kesehatan hari ini.

"Itu (KRIS) sama dengan kelas 2 nan selama ini dibayarkan peserta JKN," katanya.

Oleh lantaran itu, pemerintah juga bakal memperhitungkan apakah ke depan bakal ada kenaikan iuran peserta alias tidak. Sebab, di sisi lain, defisit di BPJS Kesehatan tidak boleh terjadi lagi.

"Ini bakal jadi kalkulasi BPJS, lantaran kita tidak mau jika defisit di BPJS terus berkelanjutan. Karena selama ini terjadi," ujar Nadia.

Selain opsi kenaikan iuran, pihaknya juga membuka kesempatan subsidi silang antar peserta usai KRIS diterapkan. Namun, lagi-lagi perihal ini tetap rencana dan masuk kalkulasi pemerintah.

"Kami cari skenario terbaik, di sisi lain kewenangan dapat jasa lebih baik terutama bagi mereka nan klas 3 jadi lebih layak," ucap Nadia.

[Gambas:Video CNN]

(mrh/pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com