Bos BI Ungkap 3 Dampak Trump Menang Pilpres AS bagi Ekonomi Dunia

Sedang Trending 22 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkap tiga akibat kemenangan Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat (AS) bagi perekonomian dunia.

Ia mengatakan pihaknya terus melakukan asesmen dalam menakar akibat terpilihnya Trump sebagai presiden AS dan mencermati kelima perihal tersebut.

Pertama, Perry menilai arah kebijakan fiskal AS bakal lebih ekspansif dan strategi nan berorientasi domestik atau inward looking. Hal itu termasuk penerapan tarif perdagangan nan tinggi dan kebijakan imigrasi nan ketat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Negara-negara mana itu adalah China, UE (Uni Eropa), Meksiko, dan sejumlah negara nan lain termasuk nan kelima adalah Vietnam. Tarif perdagangan nan tinggi apalagi kemungkinan mulai bakal diterapkan pada semester II 2025," ujar Perry dalam konvensi pers RDG BI, Rabu (20/11).

Perry menjelaskan pengenaan tarif perdagangan nan tinggi ini nantinya memicu fragmentasi perdagangan. Ini bakal menyebabkan perlambatan ekonomi di sejumlah negara tersebut.

Melihat aspek tersebut, dia memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia nan semestinya pada 2025 bisa memperkuat apalagi naik dari 3,2 persen, kemungkinan bakal turun menjadi 3,1 persen.

Kedua, dengan pertumbuhan ekonomi nan membaik, proses penurunan inflasi AS diperkirakan bakal melambat.

"Proses penurunan inflasi di AS bakal lebih lambat, nan sekarang itu 2,7 persen dan mengarah ke sasaran inflasi jangka menengahnya 2 persen. Proses penurunan Fed Fund Rate (FFR) bakal lebih terbatas," ujar Perry.

Perry memprediksi suku kembang FFR tetap bakal turun 25 pedoman point (bps) per Desember 2024. Namun, dia sekarang memperkirakan The Fed bakal menurunkan suku kembang hingga 50 bps pada tahun depan

Ketiga, defisit fiskal pemerintah AS diperkirakan bakal melebar. Perry memperkirakan defisit fiskal AS pada 2025 membengkak hingga 7,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Kebijakan fiskal nan ekspansif ini bakal membikin pemerintah AS memerlukan lebih banyak pembiayaan. Akibatnya, publikasi obligasi bakal meningkat sehingga ikut mengerek imbal hasil (yield).

Peningkatan yield obligasi pemerintah kemudian ikut membikin nilai tukar dolar AS menguat. Hasilnya, tekanan terhadap mata duit negara-negara lain bakal meningkat, termasuk rupiah.

Melihat dampak-dampak di atas, Perry pun tetap membuka kesempatan penurunan suku kembang referensi alias BI Rate. Namun perihal itu tetap tergantung kepada perkembangan ekonomi global.

"Tentu saja dengan perkembangan dinamika dunia nan sangat sigap ini, konsentrasi kami adalah konsentrasi kebijakan moneter, itu adalah diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari akibat semakin tingginya ketidakpastian geopolitik dan perekonomian dunia dengan perkembangan politik di AS," ujarnya.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com