Asa Anak Kereta di Tengah Rencana Kenaikan Tarif KRL

Sedang Trending 3 hari yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) tengah mengkaji wacana meningkatkan tarif KRL sebesar Rp1.000 sampai Rp2.000. Padahal, KRL adalah moda transportasi utama bagi pekerja di Tanah Air, khususnya kelas menengah ke bawah.

Membludaknya pengguna nan mengandalkan KRL bisa dilihat dari kepadatan namalain desak-desakan di dalam gerbong. Mereka tampak seperti 'pepes ikan' di kala pagi hari saat jam-jam sibuk berangkat kerja, serta sore hari saat mereka pulang kerja.

Meski sebetulnya keberatan dengan rencana kenaikan ini, para pengguna KRL yang kerap disebut anak kereta (anker) memilih pasrah dan setuju. Namun, dengan syarat kenaikan itu kudu sejalan dengan perbaikan sarana dan prasarana, mulai dari penambahan AC hingga gerbong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Patricia, seorang tenaga kerja swasta di Jakarta adalah salah satu contoh anker sejati nan rutin pakai KRL untuk berpergian. Ia setuju tarif KRL naik asalkan gerbongnya ditambah. Sebab, KRL adalah perangkat transportasi utama nan dia gunakan, namun lonjakan penumpang nan makin hari terus bertambah memerlukan tambahan sarana.

"Sangat krusial menambah gerbong KRL karena lonjakan penumpang di jam-jam tertentu. Sudah banyak kejadian penumpang sampai pingsan, sehingga penambahan rangkaian alias gerbong kereta sangat dibutuhkan," curhatnya kepada CNNIndonesia.com.

Selain itu, Patricia nan menggunakan KRL untuk mobilitasnya nan pindah-pindah setiap harinya, apalagi sejak tetap era kereta ekonomi tanpa AC, meminta agar pemerintah juga memperbanyak agenda di jam sibuk, ialah pukul 06.00-08.00 WIB dan 16.00-18.00 WIB.

"Apalagi saya nan biasanya berganti kereta di Manggarai untuk ke wilayah Sudirman, Tanah Abang alias Palmerah, yang menurut saya tidak efektif. Sebab, saya menunggu terlalu lama kereta nan ke wilayah Sudirman alias Tanah Abang. Saat menunggu di Manggarai, apalagi sering terjadi penumpukan penumpang," ceritanya.

Berdasarkan pengalamannya, pernah KRL yang ditumpanginya tidak bergerak lebih dari 10 menit tanpa alasan. Hal itu merugikan pekerja seperti dirinya nan mengejar waktu.

Selain itu, Patricia juga meminta pengelola untuk memaksimalkan dan memperbaiki akomodasi nan memudahkan penumpang, misalnya eskalator nan seringkali gangguan. Lift nan disediakan juga sering meninggal dan tidak bisa digunakan. Padahal, akomodasi tersebut sangat dibutuhkan, terutama bagi penumpang lansia hingga ibu hamil.

"Jika hal-hal tersebut tidak dipenuhi, saya rasa tidak worth it untuk meningkatkan harga, ada nilai ada rupa. Jika tetap dinaikkan tetapi hal-hal tersebut tidak dipenuhi, ya apa boleh buat? Saya pun sangat berjuntai dan bakal tetap menggunakan KRL meski kecewa," jelasnya.

Senada, Nicha (32) tenaga kerja swasta di Jakarta juga setuju saja andaikan tarif KRL dinaikkan dengan syarat perbaikan fasilitas. Sebab, sebagai anker nan menggunakan setiap hari, dia merasa banyak kekurangan di KRL Jabodetabek.

"Tapi jika kondisi kayak sekarang, menurut saya tidak masalah naik Rp1.000, asal kereta nggak gangguan terus, agenda tepat waktu, lift dan eskalator lancar, sama AC dingin," kata Nicha.

Ia berpikir untuk beranjak ke moda transportasi lain ialah LRT andaikan kenaikan tarif KRL tak dibarengi syarat-syarat tadi. Meski lebih mahal, tapi dia LRT merasa lebih nyaman.

"Kalau untuk sekarang, lantaran rumah tidak begitu jauh sama stasiun KRL dan LRT, saya lebih memilih LRT walaupun lebih mahal. Tapi lebih nyaman dan nggak perlu desak-desakan kayak KRL," jelasnya.

Anker sejati lainnya, Widya, juga sangat setuju dengan rencana kenaikan jika hanya Rp1.000 alias Rp2.000 lantaran tetap terjangkau. Apalagi, KRL adalah transportasi umum nan mudah dan cepat.

"Menurut saya tetap terjangkau ya, soalnya kan sekarang saja tuh kayaknya tarif termahal itu Rp15 ribu sudah jauh sekali sampai ke Rangkasbitung misal dari Pasar Minggu," katanya.

Apalagi, saat ini, KRL sudah terintegrasi dengan KRL dan MRT, maka dia tak ada niat untuk beralih. Namun, dia tetap meminta ada perbaikan akomodasi nan diberikan.

"Hanya mungkin memang perlu diperbaiki itu, ya kadang kan penuh banget, walaupun di berita-berita katanya okupansinya belum 100 persen, tapi cobalah naik KRL pas peak hour kan kita ibaratnya jadi pepes, padet banget," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]

(ldy/pta)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com