Training Legislasi Nasional Unpas Bandung, Kang Ace: Demokrasi, kedaulatan di tangan rakyat

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Politik, SekitarKita.id – Dalam UUD 1945 alias Undang-Undang Dasar (UUD), Indonesia menerapkan kerakyatan sebagai sistem pemerintahan.

Demokrasi di Indonesia dikenal dengan ungkapan bahwa kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Demikian pernyataan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Dr Tubagus Ace Hasan Syadzily M Si saat menjadi narasumber pada aktivitas Diklat Legislatif Nasional dengan tema “Menyambut Era Baru Lembaga Legislatif: Mengoptimalkan Eksistensi Melalui Penguatan Pelaksanaan Peran dan Fungsi Lembaga Legislatif”.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pelatihan tersebut diselenggarakan oleh Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan periode 2023-2024 di Aula Suradiredja Unpas Bandung, Sabtu 29 Juni 2024.

Kang Ace, sapaan berkawan Tubagus Ace Hasan Syadzily, mengemukakan, politik kebangsaan dalam kerakyatan secara konstitusional, kita telah berkeinginan menjadikan kerakyatan sebagai pilihan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

Kang Ace saat jadi narasumber dalam Training Legislatif Nasional (Foto: Istimewa)

Hal ini tercermin dalam UUD 1945 bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat dan pelaksanaannya sesuai dengan UUD Pasal 2 ayat 1, tutur Ketua DPD Partai Golkar Jabar ini.

“Kedaulatan di tangan rakyat artinya pemerintahan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Itulah maksudnya demokrasi,” tutur calon legislatif terpilih dalam Pemilu Legislatif 2024 dari Daerah Pemilihan Jawa Barat 2 (Bandung-Bandung Barat) itu.

Kang Ace menyampaikan, master pengetahuan politik Robert Dahl menyatakan prinsip kerakyatan terdiri dari sistem test and balances, pemilihan umum nan teratur dan berkala, kewenangan untuk membikin pilihan dan dipilih, kebebasan berpendapat, kebebasan mengakses informasi, kebebasan berserikat secara terbuka. , dan masyarakat sipil.

“Untuk itu, Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan trias politica alias tiga kekuasaan. Ketiga bagian kekuasaan tersebut adalah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, alias DPR, presiden, dan MA-MK. Ketiga lembaga tersebut tidaklah boleh punya kewenangan lebih besar sekali dari nan lain. Ada kegunaan test and balances di antara ketiga lembaga tersebut,” tutur Kang Ace.

Peran legislatif dalam sistem pemerintahan, tutur Kang Ace, DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang berasas Pasal 20 ayat 1 UUD. Sementara waktu presiden, berasas Pasal 4 ayat 1, memegang kekuasaan pemerintahan alias eksekutif.

Sedangkan Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) memegang kekuasaan kehakiman, ialah kekuasaan berdikari untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan norma dan keadilan.

“Pada masa Orde Baru, kekuasaan kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif, Kementerian Kehakiman. Jadi, presiden jenderal bisa dengan mudah mengangkat pengadil agung dan umpama sepertinya tidak sesuai dengan kemauan presiden, mereka bisa dirubah,” ungkapnya.

Saat ini, tutur Kang Ace, kekuasaan yudikatif telah terpisah. Era reformasi telah memberikan warna tersendiri bagi masing-masing bagian kekuasaan di Indonesia. “Prinsip utamanya adalah check and balances,” tutur Kang Ace.

Kang Ace juga menjelaskan tentang kekuasaan presiden sebagai pemegang pemimpin pelaksana alias pemerintahan. Presiden dapat memutuskan menyatakan perangm, membikin perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain dan internasional lainnya.

Kemudian, menyatakan keadaaan bahaya, mengangkat dan menerima duta besar, memberi pemaafan dan rehabilitas, serta amnesti dan abolisi. Kemudian, memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan nan diatur dengan undang-undang.

“Semua kekuasaan presiden selaku pelaksana itu kudu melalui persetujuan DPR. Sedangkan untuk memberi pemaafan dan rehabilitas, presiden kudu memperhatikan pertimbangan MA,” ucap Kang Ace.

Reformasi, ujar dia, memberikan kejelasan tentang periodesasi kedudukan presiden. Maka, secara tegas dalam UUD 1945 mengatur, presiden hanya boleh memimpin selama dua periode melalui pemilu.

“Dulu pada era Orba alias sebelumnya Orde Lama, kenapa bisa presiden tidak diganti-ganti. Karena UUD tidak mengatur secara tegas periodesasi seorang presiden. Saat itu, presiden dipilih oleh DPR dalam kedudukan 5 tahun dan bisa dipilih kembali. Makanya, Soeharto bisa menjadi presiden selama 32 tahun,” ujarnya.

Kang Ace mengatakan, fungi, wewenang, dan kewenangan DPR. Perlu diketahui, personil DPR merupakan wakil rakyat nan dipilih melalui pemilihan umum (pemilu). Anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya dengan syarat-syarat dan tata langkah nan diatur dalam undang-undang.

DPR sebagai pemegang kekuasaan, kata Kang Ace, membentuk undang-undang, mempunyai kegunaan legislasi, penggangaran, dan pengawasan.

Sedangkan hak-hak legislatif, yaitu,hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat. Kemudian, mengusulkan usul pemberhentian presiden dan alias wakil presiden.

Legislatif berkuasa memberi persetujuan dan alias menolak pernyataan perang, perdamaian, dan perjanjian. DPR juga mempunyai kewenangan memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pengangkatan duta besar dan alias menerima penempatan duta negara lain.

“DPR mempunyai kewenangan memberikan pertimbangan kepada presiden dalam memberikan amnesti dan abolisi. Memberikan persetujuan atas perpu, pembahasan dan persetuajuan atas RAPBN nan diajukan presiden,” ujar dia.

Selain itu, tutur Kang Ace, DPR juga mempunyai kewenangan dalam pemilihan personil BPK dengan memperhatikan pertimbangan DPD. Persetujuan calon pengadil agung nan diusulkan Komisi Yudisial (KY).

“Persetujuan pengangkatan dan pemberhentian personil KY. DPR juga berkuasa mengusulkan tiga calon personil pengadil MK,” tutur Kang Ace.

Di akhir materi, Kang Ace mengatakan, organisasi kemahasiswaan kudu menjadi inkubator dan kawah candradimuka bagi pembentukan kepemimpinan bangsa di era demokrasi. Lembaga legislatif kemahasiswaan kudu menjadi instrumen pembelajaran agar tumbuh sistem check and balances dalam mewujudkan kebebasan akademik di kampus.

“Organisasi legislatif kemahasiswaan dituntut untuk mempunyai kemampuan, kritis dalam melakukan kontrol terhadap kehidupan kampus, menyusun beragam izin kampus (legal drafting), dan budgeting,” pungkas Presiden Mahasiswa IAIN (UIN Syarif Hidayatullah) Jakarta 1998-1999 dan Ketua Senat Mahasiswa Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1997-1998 itu.***

Sumber sekitarkita.id politik
sekitarkita.id politik