Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang di Indonesia.
Keputusan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Aturan baru itu menyertakan pasal 83A nan memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk mempunyai Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai Pasal 83A (2) PP 25/2024, WIUPK merupakan wilayah jejak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Kendati demikian, Pasal 83 (3) beleid nan sama mengatur IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri.
"Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha kudu kebanyakan dan menjadi pengendali," sambung Pasal 83 (4) PP 25/2024.
Lantas tepat kah ormas kepercayaan mengelola lahan tambang?
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS) Ali Ahmudi Achyak menilai pemerintah mungkin "berniat baik" memberikan konsesi tambang kepada ormas keagamaan untuk berbagi kue ekonomi dan pemerataan kemakmuran. Namun, dia merasa kebijakan tersebut tetap tidak tepat.
Alasan pertama adalah sebagian besar ormas alias mungkin seluruhnya katanya tidak mempunyai kompetensi dan pengalaman mengelola sektor pertambangan.
"Sehingga susah untuk diberikan IUP/IUPK nan mensyaratkan keahlian mengenai teknologi, SDM, keuangan, pengelolaan lingkungan hidup, masalah sosial, dan lainnya," katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (4/6).
Ali mengatakan jika IUP/IUPK diberikan kepada pihak nan kurang mempunyai kompetensi dan pengalaman, maka bakal sangat beresiko terjadinya masalah nan berakibat pada keberlangsungan upaya pertambangan, gejolak sosial, terganggunya sasaran produksi, serta berpengaruh terhadap transisi energi.
Ia cemas jika ormas keagamaan nan tidak mempunyai kompetensi, keahlian dan pengalaman mendapatkan IUP/IUPK, maka mereka bakal "menggandeng" alias "menjual" kepada lembaga lain alias perusahaan pertambangan nan hasilnya berpotensi terjadinya penguasaan secara langsung maupun tidak langsung oleh golongan upaya tertentu.
"Menurut saya, kebijakan itu kudu ditinjau ulang lantaran berpotensi menimbulkan masalah serius ke depan," imbuhnya.
Sementara itu, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar mengatakan pemberian konsesi ke ormas keagamaan bakal berubah menjadi sumber ketakutan dan teror baru bagi warga.
"Mengingat selama ini ormas-ormas tertentu seringkali tampil melindungi operasi tambang dan menjadi stempel bagi pemerintah untuk menilai bahwa tambang adalah sumber kesejahteraan," imbuhnya.
Melky menilai PP 25/2024 menunjukkan watak rezim Jokowi nan doyan obral kekayaan alam. Obral konsesi katanya bisa dianggap sebagai upaya Jokowi mempertahankan pengaruh politiknya ketika tak lagi menjabat pada Oktober mendatang.
"Obral konsesi tambang itu, jelas bakal memperburuk krisis sosial-ekologis nan telah terjadi. Dan, nan jadi korban adalah penduduk di kampung-kampung, dimana sebagian besarnya adalah bagian dari ormas-ormas nan diberi konsesi itu," katanya.
[Gambas:Video CNN]
(fby/sfr)