Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) alias netral karbon pada 2060 alias lebih sigap dari itu. Untuk mencapai mimpi itu, beragam langkah kebijakan telah dilakukan sejak saat ini.
Transisi daya menjadi kunci kebijakan nan ditempuh pemerintah, dimulai dari kebijakan mengonversi kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke kendaraan listrik hingga mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) nan ramah lingkungan.
Adapun BBN nan tersedia saat ini terdiri dari biodiesel, bioetanol, dan minyak nabati murni.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengembangkan BBN, pemerintah menugaskan PT Pertamina (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) nan bergerak di bagian energi. Selain untuk mencapai komitmen daya bersih, upaya pengembangan BBN juga bermaksud mengurangi anggaran impor minyak.
Sejatinya, Pertamina telah memproduksi sejumlah tanaman untuk dijadikan BBM. Namun, memang belum memungkinkan untuk menggunakannya 100 persen dan tetap dicampur dengan minyak bumi.
Yang paling pesat perkembangannya saat ini adalah biodiesel nan sejak awal penggunaannya dikenal juga dengan B20. Jenis bahan bakar ini merupakan campuran antara bahan bakar nabati dengan fatty acid methyl ester (FAME) sebesar 20 persen nan dicampur dengan solar sebanyak 80 persen.
Kesuksesan Pertamina meniti langkah pencampuran BBN dengan solar pun bersambung menjadi B30 alias 30 persen campuran BBN hingga akhirnya menjadi B35 dengan campuran 35 persen FAME pada saat ini. Langkah ini diharapkan terus melangkah hingga tercapainya B100 alias 100 persen bahan bakar nabati untuk kendaraan solar.
Peningkatan penggunaan BBN diyakini dapat memberikan akibat signifikan terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca sekaligus meredam akibat perubahan suasana nan merusak.
"Kami bakal terus lakukan riset-riset untuk menghasilkan bioenergi dari bahan baku nabati," tegas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam Media Briefing Capaian Kinerja 2022, beberapa waktu lalu.
Selain Biodiesel, Pertamina juga mempunyai produk bahan bakar nabati lainnya, ialah Pertamax Green 95 nan diluncurkan pada 2023.
Pertamax Green 95 merupakan campuran antara Pertamax RON 92 dengan etanol 5 persen. Etanol nan digunakan berasal dari bahan nabati molases tebu.
"Produk ini adalah produk BBK (bahan bakar kendaraan) hijau nan ramah lingkungan lantaran menggunakan bioetanol dari molases tebu. Ini merupakan penerapan dari salah satu pilar transisi daya Pertamina dalam mendukung transisi daya nasional dengan penggunaan campuran bahan bakar nabati," kata Nicke.
Nicke menjelaskan bahwa pengembangan produk Pertamax Green 95 telah sukses melibatkan petani tebu hingga lebih dari 9.000 orang. Pemasaran produk ini pada tahap awal dilakukan di 10 SPBU di Surabaya dan 5 SPBU di Jakarta.
"Semoga kehadiran produk baru Pertamina ialah Pertamax Green 95 diharapkan dapat memberikan multiplier effect bagi perekonomian Indonesia, sekaligus menjadi kesempatan penetrasi pasar dunia nan luas bagi perusahaan dan produk BUMN," ungkap Nicke.
[Gambas:Video CNN]
Sama seperti biodiesel, bioetanol juga menjadi bahan bakar pengganti nan dicampur dengan daya nan berasal dari nabati. Bedanya bahan bakar ini bisa digunakan untuk kendaraan bermesin bensin.
Adapun biodiesel tak bisa digunakan semua kendaraan. Beberapa nan menggunakan jenis bahan bakar ini, selain dengan kendaraan solar, adalah kapal ikan, perangkat mesin pertanian, hingga pembakaran dan penerangan di krematorium.
Langkah Tepat
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Faby Tumiwa menilai langkah Pertamina nan turut didukung pemerintah tepat dan penting. Pemanfaatan BBN secara langsung berakibat pada lingkungan, terutama perbaikan kualitas udara seiring dengan proses pembakaran nan lebih ramah lingkungan.
"Dengan meningkatkan kualitas BBM, masyarakat sebenarnya mendapatkan manfaat, ialah berkurangnya akibat dan biaya kesehatan akibat polusi udara dan biaya ekonomi. Bagi pemerintah, perbaikan kualitas udara bisa menghemat biaya kesehatan nan kudu ditanggung," katanya kepada CNNIndonesia.
Menurutnya, tanggungjawab pemerintah untuk melindungi masyarakat dari ancaman polusi udara sejatinya telah tergambar dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 20/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M. Kategori N, dan Kategori O.
Dalam beleid tersebut, produsen BBM termasuk Pertamina tidak boleh lagi menjual BBM di bawah RON 91 sejak 2018. Dengan kata lain, langkah Pertamina dengan penemuan Pertamax Green 95 menjadi salah satu bukti nyata upaya Pertamina untuk menghadirkan bahan bakar berbobot tinggi dengan didukung oleh BBN nan ramah lingkungan.
"Bahan bakar dengan oktan number tinggi, dengan kualitas standar Euro 4 menghasilkan polutan nan lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar octane/cetane number rendah, semisal Euro 2," jelas Fabby.
Kembali pada mimpi Indonesia untuk mencapai netral karbon pada 2060 alias lebih sigap dari itu, langkah nan telah diambil Pertamina merupakan mata rantai krusial untuk mencapai perihal tersebut.
Jalannya memang tidak mudah dan penuh rintangan, namun kepercayaan dan tindakan nyata nan telah dirintis Pertamina bertahun-tahun silam bakal menjadi pondasi krusial dalam menyelamatkan bumi melalui bahan bakar nabati.
(ldy/agt)