Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan menjadi bendahara negara tidak mudah. Ia merasa seperti naik roller coaster setiap harinya, terutama dalam menghadapi gejolak perekonomian.
Ia mengaku meski belum pernah naik wahana kereta luncur itu, tapi sudah bisa merasakan ketegangannya. Terlebih, saat dia kudu menghadapi gejolak nilai komoditas nan ditentukan oleh sentimen global.
"Ini untuk memberikan gambaran gimana volatilitas itu sebagai roller coaster. Saya tidak berani main roller coaster, tidak berani lantaran tiap hari sudah menghadapi roller coaster di APBN," ujarnya dalam Rapat Kerja Badan Anggaran, Selasa (4/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, gejolak perekonomian paling membuatnya tegang adalah nilai minyak bumi nan sempat naik signifikan lantaran perang Rusia-Ukraina pada 2022. Di mana sempat tembus US$100 per barel padahal dugaan APBN hanya US$60 an per barel.
Kondisi itu membikin subsidi daya kudu naik hingga dua kali lipat dan defisit anggaran melebar. Perubahan nilai minyak ini sangat kudu diwaspadai lantaran mudah berubah.
"Bapak ibu sekalian nan naik roller coaster mungkin bisa membayangkan minyak Brent 2014 pernah mencapai US$115 per barel," imbuhnya.
Lonjakan nilai minyak dikatakan tidak hanya terjadi pada 2022 lalu. Sebelumnya, pada 2010 nilai minyak bumi pernah naik signifikan, namun pada 2016 turun ke titik terendah pada saat itu.
"Saya ingat sekali 2014 Goldman Sachs pernah mengatakan nilai minyak mungkin tembus US$250 waktu itu. Naik terus sejak 2010, 2011, dari tadinya US$80 menjadi di atas US$100 per barel. Dan di atas US$100 selama di atas 3 tahun. Tiba-tiba jlek, jlek itu jatuh. Jatuhnya itu sangat dalam, apalagi mencapai US$28 dolar 2016," jelasnya.
Selanjutnya, pada 2020 saat terjadi pandemi covid-19, nilai minyak bumi turun ke level terendah dan apalagi lebih rendah dari 2016. Sebab, semua aktivitas perekonomian terhenti dan tidak ada aktivitas produksi nan berlangsung.
Namun, dalam jangka waktu dua tahun, saat terjadi perang Rusia-Ukraina melonjak lagi apalagi pernah tembus US$120 per barel.
"Jatuh lagi pada 2020, pandemi di level paling rendah di dalam riwayat nilai minyak selama 5 dasawarsa ialah US$23. Angka US$23 itu nilai minyak pada saat sebelum perang Iran tahun 70an, 80an. Dan kemudian dalam waktu kurang 2 tahun naik lagi di US$120 lantaran ada perang Ukraina dan Rusia," terangnya.
Sampai saat ini, nilai minyak bumi terus bergolak tanpa ada nan bisa memprediksi gimana ke depannya. Ini menjadi perihal nan diwaspadai lantaran sangat mempengaruhi postur APBN.
"Kemudian melorot di US$65. Lalu, naik lagi di US$90. Kenaikan dan penurunan nilai seperti ini jelas mempengaruhi APBN kita dan ekonomi kita," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN]
(ldy/sfr)