Liputan6.com, Jakarta - Meta dan TikTok dilaporkan kembali berhadapan dengan masalah norma mengenai perlindungan privasi anak. Kali ini, golongan konsumen di Brasil ialah Collective Defense Institute nan mengusulkan gugatan pada Meta, TikTok, dan Kwai.
Mengutip info dari Engadget, Kamis (31/10/2024), gugatan norma pada Meta dan TikTok ini didasarkan pada penelitian nan menunjukkan akibat penggunaan media sosial bagi anak-anak.
Untuk itu, penggugat meminta Meta dan perusahaan lainnya memberikan peringatan nan jelas mengenai akibat negatif kecanduan platform media sosial pada kesehatan mental anak-anak.
Selain itu, penggugat juga menuntut perusahaan menerapkan sistem perlindungan data nan lebih ketat.
"Sangat krusial untuk mengambil langkah nan mengubah langkah kerja algoritma, pengolahan info pengguna di bawah 18 tahun," tutur Lilian Salgado, seorang pengacara dan salah satu penggugat.
Ini bukan kali pertama Meta dan TikTok menghadapi gugatan mengenai keselamatan anak-anak. Pada akhir 2023, New Mexico menggugat Meta lantaran tidak melindungi anak-anak.
Dalam gugatan itu, FB dan IG disebut telah menyarankan konten seksual pada anak di bawah umur.
Satu bulan kemudian, terungkap dalam memo internal 2021, Meta menemukan lebih dari 100.000 pengguna anak-anak menghadapi pelecehan setiap hari. Namun, pelaksana Meta menolak rekomendasi merancang ulang algoritma.
Lalu di awal Oktober 2024, 14 jaksa di Amerika Serikat menggugat TikTok lantaran dianggap keliru menyatakan platformnya kondusif bagi anak-anak.
Terlepas dari kasus ini, Brasil juga sebelumnya sempat berbeda dengan X alias nan dulu dikenal Twitter. X diblokir lantaran platform itu menolak memblokir profil nan dianggap pemerintah telah mempromosikan misinformasi pemilu.
Platform X Milik Elon Musk Diblokir di Brasil, Ada Apa?
Sebelumnya, perseteruan antara Elon Musk dengan pemerintah Brasil kembali memanas. Kali ini, platform media sosial X (dulunya Twitter) menjadi korbannya.
Mengutip The Verge, Minggu (1/9/2024), seorang pengadil Mahkamah Agung Brasil, Alexandre de Moraes, memerintahkan pemblokiran X setelah Elon Musk kandas menunjuk perwakilan norma di negara tersebut.
Keputusan ini diambil setelah Musk menutup kantor X di Brasil awal bulan ini, sebagai respons atas ancaman penangkapan terhadap perwakilan hukun perusahaan oleh de Moraes.
de Moraes mengatakan, Badan Telekomunikasi Nasional (Anatel) untuk membatasi akses ke medsos X dalam waktu 24 jam. "Apple dan Google mempunyai waktu lima hari untuk menghapus X dari toko aplikasi mereka masing-masing."
Selain diblokir, negara ini juga mengenakan denda harian sebesar 50.000 real Brasil atau sekitar USD 8.911 ke pengguna nan mencoba akses X melalui jaringan pribadi virtual (VPN), seperti nan dilaporkan Poder360.
Pemblokiran X di Brasil menimbulkan pertanyaan serius tentang kebebasan beranggapan di era digital. Musk sendiri mengecam keputusan tersebut, menyebutnya sebagai upaya "menghancurkan kerakyatan untuk tujuan politik".
Dampak Pemblokiran
Pemblokiran X di Brasil berpotensi merugikan jutaan pengguna di negara tersebut. Selain itu, keputusan ini juga bisa berakibat negatif pada reputasi Brasil sebagai negara nan demokratis dan menghormati kebebasan berpendapat.
Reaksi Elon Musk
Musk mengecam keras keputusan pemblokiran X, menyebutnya sebagai "serangan terhadap demokrasi". Dia juga menuduh de Moraes sebagai "hakim semu nan tidak dipilih" nan bertindak untuk kepentingan politik.
Belum jelas gimana nasib X di Brasil selanjutnya. Musk bisa saja memutuskan untuk mematuhi perintah pengadilan dan menunjuk perwakilan norma baru, alias dia bisa terus melawan dan mencari langkah lain untuk menyediakan akses ke X Twitter bagi pengguna di Brasil.
X Tantang Zoom dan Google Meet Lewat Fitur Baru Ini
Di sisi lain, X nan dulunya dikenal sebagai Twitter tak pernah berakhir bikin gebrakan baru. Setelah tukar nama, sekarang mereka sibuk membangun fitur video conferencing sendiri. F
itur baru ini sementara diberi nama X Conference dan tetap dalam tahap uji coba internal. Dikutip dari Phone Arena, Rabu (29/08/2024), Menurut Chris Park, X Conference bakal jadi perangkat video conferencing multi-orang nan cukup dasar, mirip dengan Zoom alias Google Meet.
Meskipun sederhana, ada beberapa fitur keren nan lagi disiapkan, seperti pinning speakers dan notifikasi nan lebih baik.
Chris Park apalagi bilang jika X Conference sudah jadi pengganti nan cukup kuat untuk bersaing dengan platform video conferencing terkenal lainnya. Bukan hanya Park, Nima Owji, seorang peneliti aplikasi, juga ikut kasih bocoran soal fitur ini.
Dia menyebut kalau X Conference bakal mendukung spatial audio dan built-in captions, nan pastinya jadi nilai tambah. Tapi meskipun fitur-fitur ini menarik, tetap belum jelas siapa sasaran utama X untuk fitur ini, selain tenaga kerja internal mereka sendiri.