Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berwacana untuk membikin Dewan Media Sosial (DMS). Menteri Budi Arie menyebut wacana pembentukan DMS ini bakal melindungi pembuat konten hingga mengurangi tindakan perundungan di media sosial.
Kendati demikian, wacana tersebut memberikan sejumlah kekhawatiran apakah kemunculan DMS justru mengekang kebebasan berbincang di media sosial?
Pengamat media sosial, Enda Nasution, menyebut bahwa tetap belum ada penyampaian konsep dari pemerintah ataupun menteri mengenai wacana DMS, sehingga tetap susah untuk memandang perihal positif ataupun negatif dari pembentukan Dewan Media Sosial.
"Karena Dewan Media Sosial tetap sekadar wacana, tetap belum menyampaikan konsep dan paparan dari pemerintah maupun menteri, sehingga tetap susah untuk menilai gimana positif alias negatif dari pembentukan DMS," ujar Enda ketika dihubungi, Selasa (4/6/2024).
Pun demikian, dia tak menampik jika DMS berpotensi membatasi kebebasan berekspresi di luar batas norma nan sudah diatur.
"Ada perihal nan tidak diharapkan dari pembentukan Dewan Media Sosial, ialah jika DMS bakal membawa kita kembali ke era represif di mana orang tidak bisa mengungkapkan pendapatnya secara bebas," ucap Enda.
"Semisal jika DMS malah membatasi kebebasan berekpresi masyarakat diluar nan sudah diatur norma dan Undang-undang," tutur Enda menambahkan.
Presiden Joko Widodo telah menunjuk Budi Arie Setiadi untuk mengisi kedudukan Menteri Komunikasi dan Informatika nan baru. Budi Arie Setiadi ditugaskan untuk menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah Kementerian Kominfo nan belum tuntas, salah satunya p...
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Dewan Media Sosial Diharapkan Jadi Forum Transparan
Melihat masyarakat nan tetap belum mnegetahui lebih lanjut mengenai langkah kerja Dewan Media Sosial nantinya, Enda berharap, jika nantinya DMS jadi dibentuk, majelis ini bakal menjadi forum transparan nan melibatkan banyak pemangku kepentingan.
"Jika DMS nantinya jadi dibentuk, diharapkan majelis ini menjadi forum terbuka dan transparan, di mana banyak multi stakeholder bisa berjumpa di suatu tempat nan difasilitasi pemerintah," ujar Enda.
"Dalam forum tersebut, diharapkan pula pemilik platform media sosial bisa diajak berasosiasi untuk membicarakan perihal nan berkarakter urgent dan strategis berjangka panjang tentang kondisi dan rumor nan berkembang di media sosial," dia menambahkan.
Enda berpendapat, berkumpulnya pemangku kepentingan beserta perwakilan platform media sosial di forum Dewan Media Sosial bakal menghasilkan pertimbangan tertentu nan bisa disampaikan ke pemerintah ataupun penegak hukum.
"Seperti Dewan Pertimbangan Presiden, di mana pemerintah bisa meminta masukan tentang isu-isu nan berkembang di media sosial," ungkapnya.
"Misal, DMS mempunyai rencana untuk membikin edukasi dan mitigasi, termasuk peningkatan literasi digital untuk masyarakat Indonesia kedepannya, sehingga tindakan negatif di media sosial bisa berkurang," katanya.
Negara Lain juga Terapkan Konsep seperti DMS
Enda mengungkapkan, sistem seperti DMS sudah diterapkan di luar negeri. Kendati demikian, langkah kerja dari majelis tersebut justru melindungi kewenangan kebebasan beranggapan di sosial media.
"Di luar negeri, terdapat Dewan nan serupa dengan DMS, contohnya Article 19 nan bergerak di bagian kebebasan beranggapan dan kebebasan berpendapat," ujar Enda.
Menurutnya, Dewan tersebut mempunyai kekuasaan dan info untuk mempengaruhi kebijakan dari pemilik platform.
Enda menyebut, kehadiran Article 19 tak lepas dari beberapa media sosial nan melakukan moderasi konten, sehingga kebebasan beranggapan menjadi sedikit terhalang. Dengan adanya majelis seperti Article 19, mereka menjamin kebebasan beranggapan dan berekspresi di platform media sosial
"Beberapa platform media sosial akhir-akhir ini melakukan moderasi konten nan membatasi kebebasan berpendapat. Dibentuknya Dewan tersebut justru melindungi kebebasan beranggapan pengguna media sosial dari tindakan moderasi nan dilakukan oleh pemilik platform," Enda memungkasi.
Infografis Journal_Fakta Tren Istilah Healing Bagi Pengguna Media Sosial
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.