Jakarta, CNN Indonesia --
Pengamat Energi Komaidi Notonegoro meminta PT Pertamina (Persero) berhati-hati saat bisnisnya beranjak ke daya bersih terbarukan (EBT).
Pasalnya, pendapatan Pertamina kebanyakan tetap berasal dari upaya fosil.
"Kalau dilihat streaming pendapatan Pertamina, EBT saat ini hanya di panas bumi, uap, dan listrik. Kalau dihitung dari 2019-2023 itu hanya 0,7-1,1 persen. Artinya 98-99 persen pendapatan Pertamina tetap dari fosil," katanya dalam media briefing di Sarinah, Jakarta Pusat, Selasa (10/9)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau didorong untuk jumping ke EBT, agak susah," imbuhnya.
Tak hanya Pertamina, Komaidi juga mengingatkan PLN berhati-hati dalam beranjak ke EBT. Sebab, komposisi bauran daya pembangkit listrik PLN sebesar 61 persen alias kebanyakan tetap berbasis batu bara. Kemudian disusul gas alam (24,4 persen), BBM (5,9 persen), air (5,8 persen), dan panas bumi (2, 3 persen).
"Artinya jika mereka (PLN) bakal didorong ke EBT bakal ada akibat keuangan. Ini juga nan kudu diperhatikan," katanya.
Ia mengatakan jika pendapatan Pertamina dan PLN terganggu maka bakal berpengaruh juga ke dividen nan disetorkan kepada negara. PLN dan Pertamina masuk dalam 20 BUMN nan memberikan setoran dividen terbesar ke negara dengan total Rp85,5 triliun pada tahun ini.
"Dividen tahun ini adalah nan terbesar, itu semua dihasilkan dari fosil. Apakah itu semua bisa dipertahankan ketika geser ke EBT tetap tanda tanya," katanya.
Dalam kesempatan nan sama, SVP of Business Development Pertamina Wisnu Medan mengatakan pihaknya telah menyusun peta jalan untuk mendukung tercapainya net zero emission (NZE) pada 2026 melalui dua pilar. Pertama, melakukan dekarbonisasi upaya Pertamina nan saat ini sudah ada.
"Jadi langkah kita menghasilkan produk dan jasa dari upaya kita nan sudah existing, footprint carbonnya dikurangi," katanya.
Kemudian pilar kedua adalah membangun upaya baru nan jejak karbonnnya lebih rendah. Sehingga perlahan upaya nan saat ini kebanyakan daya fosil bisa di diversifikasi menjadi daya hijau.
[Gambas:Video CNN]
(fby/pta)