Liputan6.com, Jakarta - Dianggap memberikan perlakuan secara tidak setara dan bias terhadap tenaga kerja nan memihak Palestina, Meta digugat oleh salah satu mantan karyawannya.
Ferras Hamad, nan dulunya seorang insinyur tim Machine Learning Meta diketahui telah menggungat perusahaan. Alasannya, perusahaan telah memecat dirinya mengenai caranya menangani unggahan mengenai Palestina di Instagram.
Menurut laporan Reuters, sebagaimana dikutip dari Engadget, Jumat (7/6/2024), perusahaan nan dipimpin Mark Zuckerberg tersebut dituding telah melakukan diskriminasi, pemutusan hubungan kerja nan salah, dan bias pada penduduk Palestina.
Dalam gugatannya, salah satu kasus nan dijadikan argumen pemecatannya pada Februari 2024 adalah munculnya video pendek di Instagram nan menunjukkan sebuah gedung di Gaza, Palestina, dihancurkan oleh militer Israel.
Hamad menemukan kalau video nan diambil oleh wartawan foto Palestina Motaz Azaiza itu salah diklasifikasikan sebagai pornografi.
Awalnya, dia sempat mengalami kebingungan apakah perlu membantu perubahan. Namun, dia kemudian mendapatkan pemberitahuan tertulis untuk memecahkan persoalan tersebut.
Kendati demikian, sebulan setelahnya, Hamad diberitahu dia sedang diselidiki mengenai unggahan gedung hancur di Gaza Palestina nan salah diklasifikan.
Setelah mengetahui perihal tersebut, dia mengusulkan keluhan adanya diskriminasi internal. Hanya sebagai tanggapannya, dia malah dipecat sebagai karyawan Meta beberapa hari kemudian.
Meta beralasan, dia dituduh melanggar kebijakan larangan karyawan mengerjakan masalah nan melibatkan akun orang nan mereka kenal secara pribadi.
CEO Meta, Mark Zuckerberg dituntut permintaan maaf dan tukar rugi saat telaah pemanfaatan anak di instagram di sidang dengar pendapat oleh Komite Kehakiman Senat AS.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Meta Diskriminasi Karyawan Berdarah Palestina
Hamad nan seorang penduduk Palestina-Amerika membantah dia mengenal Motaz Azaiza secara pribadi.
Ia mengatakan, dirinya memandang adanya penyimpangan prosedur dalam langkah perusahaan menangani pembatasan konten berbau support alias tokoh nan memihak Palestina.
Ia menyebut, algoritma IG mencegah konten nan berasosiasi dengan Palestina muncul di feed ataupun pencarian.
Selain merinci peristiwa nan menyebabkan pemecatannya, Hamad juga menuduh perusahaan tersebut menghapus komunikasi internal antar tenaga kerja nan membicarakan kematian di Gaza lantaran kebrutalan Israel.
Karyawan nan menggunakan emoji bendera Palestina juga diselidiki, sedangkan mereka nan sebelumnya memasang bendera Israel alias Ukraina dalam konteks serupa tidak menjalani pemeriksaan nan sama.
Bungkam Konten Palestina Jauh Sebelum Insiden 7 Oktober 2023
Sebagai informasi, sebelumnya Meta dituduh menekan unggahan nan mendukung Palestina, apalagi sebelum serangan pasukan militer Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Akhir 2023, Senator Elizabeth Warren pun menulis surat kepada Mark Zuckerberg soal kekhawatiran pengguna.
Dalam surat itu, Elizabet menyebut banyak pengguna IG nan menuduh perusahaan tersebut membungkam akun mereka secara diam-diam (shadowbanning), lantaran mengunggah tentang kondisi di Gaza.
Dewan Pengawas Meta tahun lampau menyatakan sistem perusahaan tersebut keliru menghapus video tentang akibat serangan pada RS Al-Shifa di Gaza selama serangan darat Israel. Adapun video itu di Instagram.
Baru-baru ini, majelis tersebut juga membuka penyelidikan untuk meninjau kasus-kasus nan melibatkan unnggahan Facebook nan menggunakan frasa "From River to The Sea".
Adapun frasa tersebut merujuk pada support masyarakat terhadap Gaza, Palestina nan saat ini diserang Israel secara membabi buta.
Meta Kecolongan, Konten Hoaks Buatan AI Banyak Beredar di FB dan Instagram
Baru-baru ini, Meta mengungkapkan jika mereka menemukan konten nan dihasilkan AI rupanya banyak dipakai untuk menipu pengguna di FB dan Instagram.
Salah satu penyalahgunaan AI oleh pihak tidak bertanggung jawab, menurut Meta, adalah ditemukannya komentar akun bot AI nan menyanjung Israel setelah melakukan genosida di Gaza.
Komentar tersebut dipublikasikan di unggahan organisasi buletin dunia dan personil parlemen AS.
Dikutip dari Gadgets360, Minggu, (2/6/2024), dalam laporan triwulannya, Meta mengatakan akun-akun tersebut menyamar sebagai pemuda Yahudi, hingga akun nan menyamar sebagai orang kulit hitam.
Akun-akun tiruan tersebut menargetkan pengguna Amerika Serikat dan Kanada. Meta mengatakan tindakan tersebut dilakukan oleh perusahaan pemasaran politik STOIC nan berbasis di Tel Aviv.
Meski STOIC dituduh melakukan penyebaran komentar tersebut, pihaknya tidak merespons tuduhan tersebut.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.