Yusuff Ali, dari 'Durian Runtuh' Perang Teluk Kini Berharta Rp116 T

Sedang Trending 2 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Siapa bilang jadi pengusaha jujur, tulus, tulus susah sukses. Contohnya, Yusuff Ali.

Berbekal upaya dengan jujur, tulus, ikhlas, tidak pernah mencuri dan berbohong, sekarang dia malah menjelma menjadi pengusaha kaya raya.

Tak tanggung-tanggung, berasas catatan Forbes, total kekayaan Yusuff Ali mencapai US$7,4 miliar. Kalau dirupiahkan dengan kurs Rp15.682 per dolar AS, kekayaannya tembus Rp116,04 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jumlah kekayaan itu membuatnya jadi orang terkaya nomor 411 di dunia. Sementara itu di India, kekayaan itu membuatnya jadi orang tertajir nomor 27 di negeri Bollywood tersebut.

Tapi siapa sebenarnya Yusuff Ali dan gimana dia bisa sekaya itu?

Mengutip beragam sumber, Yusuff Ali merupakan pengusaha asal India. Pria berjulukan komplit Yusuff Ali Musaliam Veettil Abdul Kader ini lahir pada 15 November 1955 di Nattika, negara bagian Thrissur, Kerala India dari sebuah family Muslim.

Tidak banyak info nan bisa digali soal masa mini Ali. nan terlacak hanya cerita soal cita-cita Ali yang saat muda berambisi menjadi seorang pengacara.

Namun, latar belakang keluarganya nan hidup sebagai pebisnis mengubah itu semua. Sejak muda, ia malah terlibat aktif berbisnis berbareng orang tuanya. 

Saat berumur 15-16 tahun, dia berasosiasi dengan ayahnya di Ahmedabad di Gujarat menjalankan upaya toko kelontong. 

Sambil berguru dia selalu membantu ayahnya. Termasuk saat dia mengejar gelar diploma di bagian Manajemen dan Administrasi Bisnis.

Setelah  menyelesaikan studinya, Ali terlacak meninggalkan India pada 1973, beranjak ke Abu Dhabi demi mewujudkan mimpinya menjadi pengusaha sukses. 

Awal tahun 1970-an memang menjadi era di mana banyak orang dari India, khususnya bagian selatan India, merantau ke Timur Tengah untuk mencari penghidupan dan kesempatan pekerjaan nan lebih baik.

Di negara baru inilah, Ali mulai menapaki jalan suksesnya. Jalan sukses itu dia mulai dengan bekerja di sebuah perusahaan pengedaran produk makanan kaku dan lainnya nan dikelola M.K Abdullah, om dari pihak ayahnya.

Pekerjaan itu memberikan ladang pengetahuan nan luar biasa untuk bekal bisnisnya kelak. Karena pekerjaan itu, dia sering berpergian ke beberapa negara seperti Hong Kong, Australia dan Singapura. Dari hasil plesir itu, dia banyak belajar soal karakter konsumen, karakter mereka dan langkah menembusnya.

Tak hanya itu, dia juga belajar banyak mengenai pasar, rantai pasok dalam peredaran peralatan kebutuhan pokok. Cukup menimba pengetahuan di perusahaan pamannya, Ali kemudian membangun kerajaan upaya sendiri.

Usianya tetap hijau saat itu lantaran baru 34 tahun. Namun, itu tak menghalangi keberaniannya.

Ia membuka supermarket pertamanya berjulukan Lulu Hypermarket di Abu Dhabi dengan kepercayaan itu semua bakal menjadi masa depannya.

Hypermarket ini menawarkan beragam macam produk, mulai dari bahan makanan hingga peralatan elektronik, dengan nilai nan kompetitif dan standar baru bagi ritel di wilayah tersebut.

Pembukaan dilatarbelakangi oleh visi besarnya nan mau melampaui upaya grosir tradisional. Pembukaan juga dilakukannya dengan melihat kesenjangan di pasar gerai ritel berbobot nan dapat melayani populasi ekspatriat nan terus bertambah di UEA.

Saat itu, gerai ritel berbobot nan melayani ekspatriat di UEA memang belum banyak. Ia mencoba datang dengan menawarkan sesuatu baru bagi masyarakat UEA; produk penjualan beragam mulai dari bahan makanan hingga peralatan elektronik.

Tak hanya itu, produk juga dia jual dengan nilai nan kompetitif. 

Langkah upaya ini menjadi titik kembali dalam bisnisnya. Momentum Perang Teluk tak menghalangi niatnya dalam meluncurkan Lulu Hypermart.

Ia tetap berinvestasi dan membuka usahanya di Abu Dhabi meski saat itu, imbas perang, perekonomian UEA berada dalam kesulitan serius.

Ia memulai Luly Hypermart dengan sejumlah strategi. Selain menyediakan ragam produk, dan nilai murah, dia juga beriklan besar berisi kata-kata menarik. 'Saya percaya pada negara ini'.

Iklan menarik perhatian raja UEA saat itu, Zayed bin Sultan Al Nahyan. Raja segera meneleponnya dan menanyakan kenapa dia berinvestasi di negaranya ketika orang lain pergi.

Ali menjawab bahwa selama Zayed bin Sultan Al Nahyan menjadi penguasa, UEA tidak bakal mengalami kerugian.

Raja pun senang. Itulah awal mula hubungan spesial Ali dengan family kerajaan.

Banyak support nan diberikan family kerajaan bagi Ali untuk mengembangkan upaya ini. 

"Saya selalu merasa berenang melawan arus lebih bermanfaat. Orang-orang meninggalkan area Teluk ketika saya memulai ekspansi saya. Itu berisiko, tapi membuahkan hasil," katanya seperti dikutip dari economictimes.indiatimes.

Setelah Perang Teluk berakhir, bisnisnya berkembang pesat.

Tidak hanya di UEA bisnisnya menggurita ke luar Timur Tengah hingga mencakup Asia, Afrika, Eropa. Total, sudah ada lebih dari 200 hipermarket, supermarket dan pusat perbelanjaan nan berdiri dari perkembangan pesat itu.

Ali mengatakan kesuksesan besar nan didapatnya itu tak lepas dari motivasi nan dia dapat dari dua tokoh krusial dalam hidupnya. Pertama, Nabi Muhammad.

Ia mengatakan mendapat insipirasi berbisnis dari Muhammad. Inspirasi itu mengenai kejujuran dan keikhlasan dalam menjalankan usaha.

Insipirasi itu mendorongnya selalu berupaya jujur dan tulus dalam menjalankan bisnis. Selain Nabi Muhammad, inspirasi juga dia dapat dari Mahatma Gandhi.

Insipirasi terkait pernyataan Gandhi bahwa pengguna adalah raja. Inspirasi itu membuatnya selalu berupaya untuk memenuhi selera pengguna agar mereka puas. 

[Gambas:Video CNN]

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com