Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah resmi bakal meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025.
Akibat kebijakan ini, tentu nilai beberapa kebutuhan bakal terimbas melonjak meski pemerintah berkilah hanya peralatan premium nan terkena kenaikan PPN.
Adapun sejumlah peralatan dan jasa, termasuk jasa finansial dan jasa pendidikan bakal dikenakan PPN 12 persen. Bahkan, kenaikan pajak tersebut juga terkonfirmasi menyasar platform intermezo seperti Netflix dan Spotify.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Oleh karena itu, mau tak mau masyarakat pun dituntut untuk bisa mengelola pengeluarannya dengan baik agar tidak semakin boncos imbas kenaikan PPN ini.
Perencana finansial Mitra Rencana Edukasi (MRE) Andi Nugroho menyarankan prioritas pengeluaran sebaiknya berfokus kepada kebutuhan-kebutuhan nan berkarakter wajib, selain juga tingkat kepentingan dan urgensinya tinggi.
Contohnya, seperti bayar angsuran angsuran ataupun utang (KPR, angsuran kendaraan bermotor, dan lain-lain). Selain itu juga kebutuhan untuk membeli token listrik, bayar air PDAM, dan duit sekolah anak.
"Prioritasnya setelah itu adalah untuk kebutuhan transportasi ke tempat kerja dan ke sekolah anak dan duit makan sehari-hari. Baru setelah itu untuk memenuhi kebutuhan lainnya seperti untuk kebutuhan membeli baju, toiletries, kuota internet, dan lain-lain," ujar Andi kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/12).
Senada, perencana finansial OneShildt Financial Planning Budi Rahardjo pun menjelaskan prioritas pengeluaran rumah tangga tetap kembali kepada sandang, pangan, papan, dan pendidikan terlebih dahulu.
Menurutnya, tentunya masing-masing dari perihal ini mempunyai kualitas nan berbeda, mulai dari nan standar hingga mewah. Oleh karenanya, Budi mengatakan kita perlu menyesuaikan terlebih dulu kapabilitas finansial dan style hidup pilihan.
"Jangan memilih style hidup di luar kapabilitas dan kemampuan. Apabila memang rumah tangga terdampak secara finansial akibat kenaikan PPN, maka rumah tangga tersebut sebaiknya mengatur ulang kembali prioritasnya dan mencari pengganti substitusi barang/jasa nan mempunyai faedah nan sama sesuai kebutuhan," jelasnya.
"Namun mempunyai nilai nan lebih terjangkau agar rumah tangga tetap dapat mengelola keuangannya untuk konsumsi sesuai kebutuhan, pembayaran angsuran nan sudah berjalan, tabungan dan asuransi," ucap Budi.
Persentase pengeluaran
Menurut Andi, idealnya anggaran shopping diatur dengan persentase sebagai berikut:
Membayar angsuran utang dan kebutuhan sehari-hari: 55 persen
Ditabung alias investasi: 10 persen
Dana darurat: 10 persen
Meningkatkan pengetahuan: 10 persen
Rekreasi: 10 persen
Dana amal: 5 persen
Budi pun menyarankan agar kembali kepada patokan dasar pengelolaan arus kas finansial rumah tangga 50:30:20, di mana 50 persen untuk konsumsi, 30 persen untuk pemisah maksimal cicilan/keinginan, serta 20 persen untuk tabungan dan investasi.
[Gambas:Video CNN]
Trik mengelola duit agar tidak boncos
Andi pun menyarankan agar tabungan bisa kondusif dan konsisten dilakukan setiap bulannya tanpa terpakai, maka triknya adalah untuk biaya tabungan dan investasi disisihkan segera setelah penghasilan diterima.
"Jadi bukannya duit penghasilan digunakan untuk beragam kebutuhan lainnya dulu dan baru jika ada sisanya makan bakal ditabung," ujar dia.
Menurutnya, trik pengeluaran ini sebenarnya kurang lebih sama seperti PPN tetap pada presentasi sebelumnya, ialah ketika berbelanja, fokuslah kepada hal-hal nan memang menjadi kebutuhan dan krusial untuk dipenuhi.
Selain itu, Andi meminta agar kita bisa mengendalikan diri agar tidak terjebak pada style hidup, apalagi nan condong konsumtif. Menurutnya, salah satu corak pengendalian diri adalah dengan menghilangkan sifat fear of missing out (FOMO) dan fear of other people opinion (FOPO).
"Sehingga kita bisa membelanjakan duit kita sesuai dengan apa nan kita miliki dan kita butuhkan," tuturnya.
Di samping itu, trik lain nan bisa dilakukan, menurut Budi, adalah me-review kembali finansial dengan melakukan cek pengeluaran dan penghasilan. Selain itu, melakukan pengaturan ulang prioritas keuangan.
"Pangkas pos pengeluaran nan tidak diperlukan, hapus jika memang sangat mendesak. Penghematan adalah langkah pertama nan bisa dilakukan sampai situasi finansial stabil kembali," kata Budi.
(agt/agt)