Perjalanan Sritex dari Pasok Seragam Nato Sampai Terlilit Pailit

Sedang Trending 16 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

PT Sri Rejeki Isman namalain Sritex kembali menjadi sorotan usai pengajuan kasasi atas status pailitnya ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Dengan penolakan ini, status pailit Sritex makin kuat.

Kendati pengajuan kasasi itu ditolak, Sritex bakal mengusulkan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut.

Sritex memang telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang sejak Senin (21/10) silam. Padahal, perusahaan tekstil itu sempat berhasil hingga menjadi produsen seragam militer untuk Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan tentara Jerman.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, gimana perjalanan kisah Sritex dari awal dibentuk hingga mengusulkan PK atas putusan pailitnya?

Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional pada 1966 di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah. Dua tahun kemudian, pabrik cetak pertama Sritex dibuka dengan memproduksi kain putih dan berwarna.

Pada 1978, Sritex terdaftar di Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. Kemudian pada 1982, salah satu perusahaan tekstil terbesar di RI itu mendirikan pabrik tenun pertamanya.

Sekitar 10 tahun kemudian, Sritex memperluas pabrik dengan empat lini produksi, ialah pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana dalam satu lokasi.

Pada 1994, Sritex apalagi sempat menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.

Di tengah krisis moneter 1998, Sritex pun bisa memperkuat dan sukses melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.

Sritex terus bertumbuh selama bertahun-tahun hingga secara resmi terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham SRIL. Namun, SRIL disuspensi BEI sejak 18 Mei 2021.

Hal itu imbas penundaan pembayaran pokok dan kembang medium term note (MTN) Sritex tahap III 2018 ke-6 (USD-SRIL01X3MF).

Mulanya suspensi diberikan hingga 18 Mei 2023 alias menjadi 24 bulan. Namun, Sritex tak kunjung melakukan kewajibannya. Karenanya, BEI juga telah berulang kali memberikan surat peringatan potensi delisting pada emiten sektor tekstil tersebut.

Ketentuan delisting ditetapkan jika saham perusahaan telah diberhentikan sementara (suspensi) selama 24 bulan dan saham mengalami kondisi nan secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan upaya perusahaan tercatat, baik secara finansial alias secara hukum.

Tak hanya itu, Sritex juga sempat dikabarkan bangkrut. Namun perusahaan membantah berita tersebut.

Direktur Keuangan Sritex Welly Salam mengatakan penjualan mereka memang menurun, namun tak sampai bangkrut. Ia menjelaskan kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor lantaran terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.

Di samping itu, lesunya industri tekstil terjadi lantaran banjir produk tekstil di China. Menurutnya, perihal itu menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berbobot lebih murah ini menyebar ke negara-negara nan lenggang patokan impornya, dan salah satunya Indonesia.

"Kendati, perusahaan tetap beraksi dengan menjaga keberlangsungan upaya serta operasional dengan menggunakan kas internal maupun support sponsor," jelasnya.

Namun, perusahaan nan sudah melangkah selama 36 tahun itu kemudian dinyatakan pailit. Keputusan tertulis dalam putusan perkara PN dengan nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN.Niaga.Smg pada Senin (21/10) lalu.

Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon pailit Sritex menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi tanggungjawab pembayarannya kepada pemohon berasas Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.

Tak tinggal diam, Sritex mengusulkan kasasi atas putusan pailit tersebut. GM HRD Sritex Group Haryo Ngadiyono menyebut operasional perusahaan tetap melangkah meski ada putusan pailit.

"Hari ini sudah melayangkan kasasi ke Mahkamah Agung," ucapnya di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Jumat (25/10), dikutip Detik Jateng.

Namun, kasasi itu baru-baru ini ditolak oleh MA. Kendati, Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan perusahaannya bakal mengusulkan PK atas putusan tersebut.

Keputusan itu diambil setelah konsolidasi internal perusahaan untuk menanggapi putusan MA.

"Upaya norma ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha," ujar laki-laki nan biasa disapa Wawan itu lewat pernyataan tertulis nan diterima CNNIndonesia.com, Jumat (20/12).

Upaya tersebut, lanjut Wawan, juga dilakukan mengingat banyaknya penduduk nan bekerja di pabrik Sritex. Anak pendiri Sritex itu menegaskan perusahaannya berkomitmen untuk terus menyediakan lapangan kerja untuk 50 ribu karyawannya.

"Langkah norma ini kami tempuh, tidak semata untuk kepentingan perusahaan tetapi membawa serta aspirasi seluruh family besar Sritex," kata dia.

Wawan mengatakan perusahaannya telah berupaya maksimal agar terus menjalankan usahanya selama kasasi di MA tetap berlangsung. Mereka juga tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang proses norma tersebut.

"Upaya kami tidak mudah, lantaran berkejaran dengan waktu, juga keterbatasan sumberdaya," kata dia.

Pasalnya, selama proses norma tetap berjalan di MA, Sritex tetap berstatus pailit. Akibatnya, Sritex tidak bisa leluasa membeli bahan baku maupun menjual peralatan hasil produksi mereka ke pembeli.

Ia berambisi Pemerintah dapat memberi support kepada PT Sritex agar tetap dapat melanjutkan usahanya.

"Kami minta pemerintah memberikan keadilan norma nan mempertimbangkan kemanusiaan, dengan mendukung upaya kami untuk tetap dapat melanjutkan aktivitas usaha, dan berkontribusi pada kemajuan industri tekstil nasional," kata Wawan.

[Gambas:Video CNN]

(del/agt)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com