tim | CNN Indonesia
Jumat, 20 Des 2024 21:00 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Kementerian ESDM mengungkapkan progres pembentukan badan nan bakal mengurus nuklir di Indonesia, ialah Nuclear Energy Programme Implementing Organization (NEPIO).
"Itu persiapan NEPIO, kita lagi susun itu," kata Sekretaris Jenderal Dadan Kusdiana di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Dadan kemudian menyinggung soal Rancangan Peraturan Pemerintah Kebijakan Energi Nasional (RPP KEN). Ia mengatakan prosesnya kala itu berada di bawah pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu, bersambung ke penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024-2060. Dadan menegaskan penggunaan tenaga nuklir sebagai pemasok listrik juga sudah disetujui Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.
"Sekarang kita lagi memastikan bahwa kesesuaian dengan program Pak Presiden nan sekarang (Prabowo Subianto). Jadi, lagi di situ (progresnya)," jelas Dadan.
"Ini sudah sejalan, di RUKN kan sudah masuk untuk nuklir. Sehingga kita siap-siap," tambahnya.
Meski begitu, Dadan tidak menegaskan kapan pembentukan NEPIO rampung. Ia hanya menekankan pihaknya tengah mempersiapkan perihal tersebut.
Penggunaan tenaga nuklir juga dibahas oleh PT PLN (Persero). Perusahaan pelat merah itu menyatakan sedang melakukan pembahasan intens dengan Kementerian ESDM.
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menyebut pihaknya sedang menggodok Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2024-2033.
"Kami dengan Kementerian ESDM bersama-sama melakukan joint modelling, ada namanya accelerating renewable energy development. Ini sampai 2040 penambahan pembangkit 75 persen berbasis pada renewable energy, ada 5 gigawatt (GW) berbasis new energy salah satunya adalah nuklir, dan 20 persen berbasis pada gas dengan total kapabilitas nan dibangun sampai 2040 sekitar 100 GW," tuturnya dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta Pusat, Senin (2/12).
"Saat ini kita sedang menggodok RUPTL dengan total 68 GW antara tahun ini (2024) sampai 2033, di mana 46 GW berbasis pada renewable energy. Artinya, 67 persen penambahan pembangkit 10 tahun mendatang berbasis pada daya berbasis terbarukan (EBT)," imbuh Darmawan.
[Gambas:Video CNN]
(skt/agt)