Deret Kritik Tajam Faisal Basri ke Pemerintahan Jokowi

Sedang Trending 2 minggu yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Ekonom Senior Indef Faisal Basri meninggal bumi pada Kamis (5/9) awal hari. Ia dikenal sebagai ahli ekonomi nan kerap lantang mengkritik pemerintah, termasuk di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kritik nan dia lontarkan menyinggung beragam persoalan, mulai dari utang pemerintah hingga hilirisasi nikel nan dibangga-banggakan pemerintah.

Sikap kritis Faisal pun diakui oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Saat mengunjungi rumah duka Faisal, Luhut mengatakan sikap kritis sang ahli ekonomi diperlukan sebagai masukan bagi pemerintah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Banyak kritik beliau juga saya dengarkan. Saya exercise, saya bicara sama tim agar kita pelajari, jangan kita merasa bahwa kita betul sendiri," tutur Luhut.

"Saya sampaikan selamat jalan Pak Faisal Basri dan istirahatlah dengan tenang. Kami tetap meneruskan banyak pekerjaan-pekerjaan nan Anda kritik, nan menurut saya juga ada nan betul dan kita juga bakal perbaiki," imbuh dia lebih lanjut.

Berikut deret kritik Faisal Basri untuk pemerintahan Jokowi:

1. Rencana PPN Naik Jadi 12 Persen

Faisal Basri mengkritik rencana pemerintah meningkatkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 2025. Menurutnya, kebijakan itu hanya bakal menambah beban rakyat kecil.

Faisal mengatakan jika PPN dinaikkan menjadi 12 persen, pendapatan negara paling hanya bertambah kurang dari Rp100 triliun. Sedangkan jika saja batu bara dikenakan pajak ekspor, pendapatan negara bisa bertambah Rp200 triliun.

"Lagi-lagi kan nan dirugikan (rakyat) nan kecil. Ini nan moral sentimennya jauh dari nan kita lihat di era Jokowi ini," katanya dalam Diskusi Publik INDEF Kemerdekaan dan Moral Politik Pemimpin Bangsa, Senin (19/8).

Menurutnya, kebijakan itu tidak setara bagi rakyat kecil, lantaran korporasi besar justru diberikan insentif.

"Insentif diberikan kepada korporasi nan besar sementara rakyat dibebani terus. Hampir pasti kelihatannya PPN bakal naik (jadi) 12 persen," katanya.

2. Tapera

Ia juga mengkritik Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nan bakal memotong penghasilan tenaga kerja 2,5 persen per bulan. Menurutnya, program itu bakal membebani masyarakat nan daya belinya sudah turun.

"Tapera sih agak lain ya. Daya beli sedang tertekan, digembosin lagi dengan bayaran pekerja 2,5 persen dipotong untuk Tapera," katanya di Jakarta Pusat, Kamis (4/7).

Faisal mengatakan dengan potongan 2,5 persen, pekerja tetap bakal memerlukan waktu lama untuk membeli rumah lantaran nilai tanah naik terus.

Ia mengatakan jika program Tapera tetap mau dijalankan, maka iuran dari pekerja kudu dikurangi maksimal 1,5 persen. Sedangkan iuran dari perusahaan dinaikkan lantaran perusahaan mendapatkan potongan tarif pajak penghasilan badan dari 25 persen menjadi 22 persen.

Agar pekerja bisa mendapatkan rumah, sambungnya, pemerintah kudu mengontrol nilai tanah lewat Bank Tanah.

"Tapi pemerintah mendirikan Bank Tanah bukan buat public housing, tapi buat investor. Jadi enggak ada nan buat rakyat. Rakyat ditekan saja," katanya.

3. Family Office

Faisal juga mengkritik rencana pembentukan family office lantaran tidak menambah pendapatan negara karena duit orang kayanya tidak dipajaki.

"Tujuannya apa? Menambah persediaan devisa? Enggak. Saya enggak begitu paham. Kan ada masalah nan kita hadapi, industri mengalami pelambatan, mereka (investor) enggak bangun pabrik di sini," katanya di Jakarta Pusat, Kamis (4/7).

Faisal mempertanyakan tujuan pemerintah membentuk family office. Ia cemas family office menjadi tempat pencucian duit seperti nan terjadi di Singapura.

"Di Singapura nan hukumnya bagus saja sekarang menahan diri menciptakan (family office) lantaran dia tidak mau lagi diperlakukan alias di-image-kan sebagai negara tempat pencuci uang," katanya.

Ia pun mempertanyakan apakah pemerintah betul-betul sudah siap untuk membentuk family office dengan beragam konsekuensinya.

"Jangan-jangan ada gambling online, narkoba, pelaku-pelakunya di luar pakai nama orang bikin familly office. Bisa saja seperti itu. Pertanyaannya siap tidak?," katanya.


Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com