Strategi Baru Media Digital untuk Dongkrak Pendapatan di Era AI

Sedang Trending 2 bulan yang lalu

Liputan6.com, Jakarta - Industri media tengah menghadapi angin besar perubahan nan signifikan. Sumber pendapatan utama media, ialah iklan, mengalami penurunan drastis dalam beberapa tahun terakhir.

Kondisi ini memaksa para pelaku industri media untuk mencari model upaya baru agar tetap bertahan.

Ketua Umum Indonesia Digital Association (IDA), Dian Gemiano, mengungkapkan bahwa sekitar 80% pendapatan media berasal dari iklan.

Namun, minat pengiklan untuk berinvestasi di media konvensional semakin menurun. Terlebih, persaingan dengan platform media sosial dan ancaman dari kepintaran buatan (artificial intelligence/AI) semakin sengit.

Studi di Amerika Serikat memperkirakan ada penurunan shopping iklan sebesar 40 persen akibat kehadiran AI.

"Ini sangat wajib kita mitigasi," kata Dian dalam sesi obrolan Indonesia Digital Conference (IDC) 2024, di Hotel Santika Premiere, Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Sementara Managing Director Wavemaker, Amir Suherlan, mengatakan dari info sebenarnya shopping iklan perusahaan tidak mengalami penurunan.

Hanya saja, info Wavemaker nan merupakan agensi periklanan ini mencatat porsi shopping iklan untuk media alias publisher, semakin lama kian berkurang.

"Data kami jika memandang tren shopping iklan tetap baik. Proyeksinya sekitar Rp75 triliun pada tahun 2025, dari proyeksi tahun ini sekita Rp 71,5 triliun," kata Amir dalam sesi obrolan tersebut, dikutip Jumat (30/8/2024).

* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Iklan Banyak Masuk ke Platform Digital

Dari total shopping iklan tersebut, nan masuk ke publisher hanya sekitar 20 persen.

"Ke mana shopping iklan nan besar itu? Ternyata lebih banyak ke platform digital," ungkap Amir.

Kenapa ini bisa terjadi? Head of Marketing Communication PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Roma Simanjuntak, mengungkapkan beberapa argumen perusahaan mengalokasikan shopping iklan ke publisher lebih mini dibandingkan ke platform.

Salah satu alasannya, efektivitas shopping iklan nan dikeluarkan untuk tujuan perusahaan.

Menurut Roma pengiklan memerlukan info sasaran audiens spesifik nan bakal memandang iklan nan mereka pasang. Namun, selama ini banyak publisher nan tetap memberikan info mentah mengenai siapa dan seperti apa pembacanya.

"Padahal, info ini merupakan emas murni bagi kami para pengiklan," ujarnya.

Sementara di platform media sosial, pengiklan bisa memasang iklannya dengan sasaran audiens nan lebih spesifik sesuai kemauan pengiklan.

Di sisi lain, platform menawarkan tarif iklan nan lebih murah. Roma mengatakan untuk sekadar awareness saja, platform hanya mematok tarif Rp 50.

Sedangkan jika sampai mendaftar alias men-download aplikasi nan ditawarkan, tarifnya hanya Rp 70 ribu. Sementara publisher mematok nilai nan jauh lebih mahal.

Apa nan Harus Dilakukan Media?

Karena itu, Roma menambahkan, publisher perlu melakukan penyesuaian nilai iklannya. Misalnya, rata-rata publisher mematok tarif iklan di laman 'Home Page' nan paling tinggi.

Padahal, pengiklan sudah sadar bahwa tidak semua visitor website publisher itu membuka laman utama tersebut. Pengiklan bakal lebih memilih laman nan sesuai dengan materi iklan nan ditargetkan.

Regional Director Antsomi, Ilona Juwita, nan mewakili perusahaan teknologi marketing, mengatakan publisher kudu bisa memanfaatkan info visitor situsnya nan lebih spesifik untuk keberlanjutan bisnisnya.

Utilisasi info ini bisa meningkatkan jumlah visitor aktif, meningkatkan pengalaman kunjungan, hingga berujung pada meningkatnya pendapatan.

"Ayo teman-teman media bergerak untuk lebih mengenal pembacanya. Semuanya perlu pendekatan kepada pembaca," ucapnya.

Belajar dari pengalaman, media besar seperti Grup EMTEK telah memanfaatkan info user sebagai strategi meningkatkan pendapatannya.

"Kami melakukan pengumpulan info pembaca dan mengolahnya. Kami punya segmentasi pembaca," kata Head of EMTEK Digital, Yogi Triharso.

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Sumber liputan6.com teknologi
liputan6.com teknologi