Liputan6.com, Jakarta - Kejahatan siber sekarang semakin berkembang, berkah kemajuan teknologi nan makin pesat. Salah satu kemajuan teknologi nan rentan disalahgunakan adalah teknologi kepintaran buatan (artificial intelligence/AI).
Teknologi AI memang menghadirkan fitur canggih nan dapat membantu banyak orang. Pun demikian, teknologi ini rentan disalahgunakan.
Penyalahgunaan AI nan menakut-nakuti keamanan data adalah bocornya info krusial saat pengguna memasukkan info sensitif ke dalam chatbot AI.
David Ng, Managing Director Trend Micro Singapura, Filipina dan Indonesia, mengungkapkan banyak perusahaan nan melarang penggunaan chatbot AI lantaran dianggap rentan disalahgunakan.
"Seiring berkembangnya kejahatan siber, banyak perusahaan nan melarang karyawannya menggunakan teknologi AI. Sebab, mereka cemas info sensitif perusahaan bakal dimasukkan ke dalam chatbot dan info tersebut dikhawatirkan bakal dicuri," ujar David saat aktivitas Trend Micro Resilience World Tour, Selasa (21/5/2024) di Jakarta.
Kejahatan siber nan makin canggih ini membikin banyak negara mulai menerapkan patokan izin mengenai keamanan siber.
Laksana Budiwiyono, Country Manager Trend Micro Indonesia, mengatakan mengatakan bahwa negara-negara luar, khususnya Eropa telah menerapkan patokan nan sangat ketat mengenai keamanan info pengguna.
"Negara-negara maju, terutama di wilayah Eropa, telah menetapkan patokan nan sangat ketat mengenai izin keamanan siber. Bahkan, bagi lembaga alias pun perusahaan nan melanggar, perusahaan tersebut bakal dikenakan denda hingga 4 persen dari total untung dalam jangka waktu lama," ujar Laksana.
Waspada dan selalu berhati-hati dalam melakukan transaksi perbankan secara elektronik. Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri sukses mengungkap sindikat penipuan dengan modus modifikasi android package kit (APK) dan link phising.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Hacker Lebih Berhati-hati saat Melancarkan Aksinya
Tak hanya makin canggih, penjahat siber (hacker) sekarang lebih berhati-hati saat mengincar mangsanya. Laporan dari Calibrating Expansion mencatat perkembangan ancaman di Asia Tenggara pada 2023.
Di Asia Tenggara terjadi peningkatan keseluruhan dalam penemuan ransomware, lebih dari separuh (52%) dari jumlahnya di dunia.
Sebagian besar berasal dari pendeteksian di Thailand. Market lain seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Filipina mengalami penurunan dalam penemuan ransomware, sama dengan tren global. Di Indonesia, jumlah penemuan ransomware turun 58%.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa pelaku siber sekarang lebih berhati-hati saat memilih sasaran dan melancarkan aksinya. Selain itu, mereka menjadi semakin mahir dalam menembus lapisan penemuan awal.
Meski pelaku siber sekarang lebih berhati-hati melancarkan serangan, hanya 9 persen perusahaan nan mengawasi dan memantau kejahatan siber secara aktif.
Hal tersebut menjadi bukti bahwa keamanan siber tetap belum menjadi perhatian serius bagi banyak perusahaan.
Laksana Budiwiyono berambisi bahwa aktivitas Resilience World Tour nan digelar Trend Micro ini meningkatkan kesadaran perusahaan di Indonesia untuk meningkatkan keamanan siber mereka, sekaligus memperkenalkan teknologi terbaru dari Trend Micro untuk solusi keamanan siber.
"Dengan menyelenggarakan aktivitas ini di Jakarta, perusahaan-perusahaan di Indonesia bakal berkesempatan untuk memahami strategi dan berbagi praktik terbaik dalam mengelola akibat di seluruh permukaan serangan. Memahami strategi musuh adalah dasar dari pertahanan nan efektif," ujarnya.
Trend Micro Resilience World Tour 2024 Hadir di Jakarta
Trend Micro Resilience World Tour sekarang digelar di Jakarta, setelah sebelumnya dimulai di Singapura pada 14 Mei 2024, dan bersambung ke Filipina pada 16 Mei 2024.
Materi nan didiskusikan pada aktivitas ini berfokus pada strategi keamanan berbasis AI di beragam tempat. Pengunjung nan datang bakal memandang teknologi-teknologi dan inovasi-inovasi terbaru nan membantu mempercepat upaya pengelolaan akibat siber, sehingga memungkinkan perusahaan untuk mengambil keputusan nan tepat, mempercepat langkah-langkah keamanan, dan meraih masa depan nan lebih tangguh.
David Ng, Managing Director Trend Micro Singapura, Filipina dan Indonesia, beranggapan bahwa strategi keamanan siber diperlukan, terlebih ketika perusahaan telah mengangkat teknologi AI generatif.
"Ketika perusahaan dunia menggunakan AI generatif dan tool digital lainnya untuk mendapatkan kelebihan kompetitif, strategi keamanan siber terpadu semakin penting," ucapnya.
Perkenalkan Solusi Keamanan Siber Terkemuka
Tak hanya membahas strategi keamanan siber bebasis AI, Trend Micro juga bakal memperkenalkan produk terbarunya, Trend Vision One™, nan bakal membantu mengamankan penggunaan jasa AI generatif publik dan privat, dan lebih baik dalam mengelola akibat mengenai dengan pengadopsian masal pada perangkat AI baru.
Perkenalan teknologi terbaru daru Trend Micro diharapkan bakal melanjutkan kepemimpinan Trend Micro sebagai vendor pertama nan berfokus pada pengamanan jasa AI termasuk mereka nan menggunakannya di seluruh perusahaan dan enterprise melalui:
- Manajemen terpusat untuk akses tenaga kerja dan penggunaan aplikasi AI
- Inspeksi nan sigap untuk mencegah kebocoran info dan penyelundupan berbahaya
- Penyaringan konten untuk memenuhi persyaratan kepatuhan
- Pertahanan melawan serangan large language model (LLM)
"Di aktivitas Risk to Resilience World Tour, berbareng dengan penemuan keamanan siber lain, kami bakal menampilkan keahlian AI nan baru diluncurkan, nan bakal membantu perusahaan mengatasi akibat inheren pada manusia mengenai dengan penerapan AI. Dikembangkan dengan AI selama bertahun-tahun untuk melindungi pengguna kami dengan lebih baik,” pungkas David.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.