Liputan6.com, Jakarta - Microsoft meminta setidaknya 100 karyawannya di Tiongkok untuk mempertimbangkan pindah ke negara lain. Mereka ditawarkan untuk pindah ke negara lain nan dianggap "lebih aman".
Menurut laporan dari The Paper, sebagaimana dikutip dari CNN, Jumat (17/5/2024), tenaga kerja Microsoft Tiongkok, nan sebagian besar terlibat dalam komputasi cloud, baru-baru ini ditawari kesempatan untuk bekerja di negara lain seperti AS, Australia, Irlandia, dan negara-negara lain.
“Semua orang bingung saat mendengar berita tersebut,” kata seorang tenaga kerja kepada The Paper, lantaran staf nan diminta pindah diberi waktu kurang dari sebulan untuk mengambil keputusan.
Penawaran tersebut disinyalir karana hubungan AS dan Tiongkok kian memburuk, mengenai persaingan teknologi kepintaran buatan (AI) dan daya ramah lingkungan.
Salah satu ahli bicara Microsoft berkilah bahwa tawaran pindah negara itu merupakan kesempatan untuk menambah pengetahuan di negara lain.
“Memberikan kesempatan internal adalah bagian rutin dari pengelolaan upaya dunia kami. Sebagai bagian dari proses ini, kami berbagi kesempatan transfer internal opsional dengan sebagian karyawan,” kata ahli bicara Microsoft.
Meski ditawari pemindahan tempat kerja ke tempat lain, pihak Microsoft tidak merinci jumlah pekerja nan menerima tawaran tersebut. Namun, outlet media finansial milik negara Tiongkok, Yicai, menulis bahwa lebih dari 100 tenaga kerja terkena dampaknya. Mereka pun diberi pilihan untuk tidak pindah.
Laporan dari The Wall Street Journal juga mengungkapkan bahwa Microsoft meminta sebanyak 800 insinyur berkebangsaan Tiongkok nan bekerja di bagian komputasi cloud dan AI, untuk mempertimbangkan relokasi ke negara lain.
Sebagai informasi, Microsoft mulai menjajaki tanah China pada tahun 1992. Selama beberapa dasawarsa terakhir, perusahaan mengandalkan Microsoft Research Lab Asia, sebuah laboratorium penelitian terkenal nan berbasis di Beijing untuk membantu perancangan teknologi.
Larangan penggunaan TikTok untuk kalangan staf pemerintahan meluas ke beragam negara. Selain pemerintah Amerika Serikat (AS), saat ini terhitung ada 10 negara nan melarang penggunaan aplikasi video pendek besutan Bytedance tersebut, termasuk Uni Er...
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
AS-Tiongkok Makin Tak Mesra, Industri Teknologi Kena Dampaknya
Persaingan antara AS dan Tiongkok makin hari makin panas. Tahun lalu, Presiden AS Joe Biden sedang mempertimbangkan untuk membatasi akses perusahaan Tiongkok ke jasa cloud AS. Tak hanya itu, Biden juga telah mengumumkan tarif impor terhadap mobil listrik buatan Tiongkok dan produk lainnya senilai USD 18 miliar (sekitar Rp 287 triliun).
Joe Biden mengungkapkan tindakannya adalah untuk mencegah persaingan tidak sehat dari Tiongkok nan mau menghancurkan industri AS.
Perang teknologi antara dua negara adikuasa ekonomi ini semakin intensif selama bertahun-tahun. Pada bulan Oktober 2023, pemerintahan Biden membatasi jenis semikonduktor nan dapat dijual oleh perusahaan Amerika ke Tiongkok.
Dalam beberapa bulan terakhir, Amerika Serikat juga telah meminta sekutunya di Eropa dan Asia untuk membatasi penjualan peralatan kreator chip canggih ke Tiongkok.
Beijing membalas dengan memberlakukan pembatasan terhadap ekspor germanium dan galium, dua komponen krusial dalam pembuatan semikonduktor.
Microsoft Kena Denda Rp 3,9 Triliun Gegara Cortana
Di sisi lain, Microsoft dikena denda sebesar USD 242 juta alias sekitar Rp 3,9 triliun, mengenai asisten virtual Cortana buatannya tersebut dianggap telah melanggar paten.
Adapun gugatan terhadap Microsoft ini dilayangkan oleh perusahaan teknologi lainnya, ialah IPA Technologies.
Mengutip Gizmochina, Senin (13/5/2024), asisten virtual Cortana bikinan Microsoft tersebut diduga telah melanggar paten milik IPA Technologies.
Keputusan ini diambil setelah persidangan melangkah selama seminggu, konsentrasi pada teknologi pengenalan bunyi di Cortana.
Gugatan ini dilayangkan sejak 2018 mengklaim, Cortana melanggar paten IPA untuk teknologi pengenalan bunyi nan digunakan dalam software komunikasi di PC alias laptop Windows.
Awalnya, kasus ini melibatkan beberapa paten IPA. Namun akirnya, gugatan ini terfokus pada satu saja.
Terkait perihal ini, ahli bicara Microsoft beranggapan mereka tidak melanggar dan patennya sendiri tidak valid.
IPA sendiri adalah anak perusahaan Wi-LAN (milik persama Quarterhill dan dua perusahaan investasi lainnya, memperoleh paten dari Siri Inc. dari SRI International.
AS Dongkrak Tarif Impor Kendaraan Listrik China
Rencana Presiden Amerika Serikat Joe Biden untuk meningkatkan empat kali lipat pada kendaraan listrik (EV) buatan China, diprediksi tidak bakal menjadi ancaman di pasar penjualan mobil di AS.
Melansir CNBC International, Kamis (16/5/2024) master otomotif dan perdagangan menilai, kenaikan tarif impor merupakan tindakan proteksionisme jangka pendek nan mungkin menunda namun tidak bakal menghentikan produsen mobil China untuk datang ke AS dengan kendaraan listrik.
"Mereka (EV China) tetap bakal berada di sini. Ini tidak bisa dihindari. Ini hanya masalah waktu saja," kata Dan Hearsch, salah satu pemimpin praktik otomotif dan industri Amerika di perusahaan konsultan AlixPartners.
Para kreator mobil dan pemasok di negara-negara Barat kudu betul-betul meningkatkan keahlian mereka dan bersiap untuk mengambil tindakan alias bersaing langsung dengan mereka (EV China). Itu salah satunya," ujar dia.
Tarif kendaraan listrik, termasuk kenaikan lainnya mengenai bahan baterai, adalah di antara tarif baru terhadap impor produk dari China senilai USD 18 miliar alias setara Rp. 286,2 triliun.
Seperti diketahui, kualitas kendaraan listrik buatan China telah meningkat secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir, lantaran Beijing mensubsidi operasi mereka untuk meningkatkan produksi dalam negeri.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.