Liputan6.com, Jakarta - Meta kembali dipanggil Komisi Eropa beberapa waktu lalu. Perusahaan induk FB itu dinilai lalai dalam perlindungan anak di bawah umur di platform mereka.
Komisi Eropa diketahui telah memulai proses persidangan untuk menentukan apakah Meta telah melanggar undang-undang Layanan Digital Uni Eropa (Digital Market Act/DMA).
Dalam persidangan tersebut, Meta dianggap telah membikin anak di bawah umur kecanduan media sosial, serta tidak memberi mereka tingkat keamanan dan privasi tingkat tinggi.
Oleh karena itu, investigasi Komisi Eropa menyorot dan memeriksa apakah Meta telah melakukan tindakan nan semestinya dilakukan, mengenai akibat nan ditimbulkan platform buatannya.
Komisi Eropa cemas dengan bagaimana media sosial mengeksploitasi kelemahan dan minimnya literasi anak di bawah umur. Mengingat, aspek tersebut bisa menjadi penyebab perilaku adiktif dalam bermedia sosial.
Penyelidikan ini dianggap perlu dilakukan Komisi Eropa untuk melawan potensi akibat kecanduan media sosial, sekaligus menjaga mental dan kewenangan anak-anak.
Penyelidikan juga bakal mencari tahu apakah induk perusahaan FB dan IG itu telah melakukan sejumlah upaya pencegahan agar anak di bawah umur tidak mengakses konten tak layak di platformnya.
Komisi Eropa juga menyelidiki apakah perusahaan melakukan verifikasi usia nan efektif, serta peningkatan privasi bagi pengguna dibawah umur.
Sebagai informasi, undang-undang jasa digital Uni Eropa telah menetapkan standar untuk platform daring dan mesin pencari dengan jumlah pengguna nan sangat besar.
Dikutip dari Engadget, Selasa (21/5/2024), perusahaan digital nan menjalankan upaya di Uni Eropa perlu memenuhi transparansi mengenai periklanan dan keputusan moderasi konten.
Tidak hanya itu, perusahaan juga perlu mempertimbangkan akibat nan ditimbulkan sistem mereka mengenai sejumlah bidang-bidang seperti kekerasan berbasis gender, kesehatan mental, dan perlindungan anak di bawah umur.
CEO Meta, Mark Zuckerberg dituntut permintaan maaf dan tukar rugi saat telaah pemanfaatan anak di instagram di sidang dengar pendapat oleh Komite Kehakiman Senat AS.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Meta Telah Lakukan Upaya Pencegahan dengan Fitur nan Dimiliki
Meta merespons tersebut dengan menunjukkan fitur perlindungan seperti pengaturan pengawasan orang tua, mode diam, dan secara otomatis membatasi konten bagi anak dibawah umur.
“Kami mau generasi muda mendapatkan pengalaman online nan kondusif dan sesuai dengan usia mereka, dan kami telah menghabiskan satu dasawarsa mengembangkan lebih dari 50 perangkat dan kebijakan nan dirancang untuk melindungi mereka. Ini adalah tantangan nan dihadapi seluruh industri, dan kami berambisi dapat berbagi rincian tentang perihal ini bekerja sama dengan Komisi Eropa," kata ahli bicara Meta.
Kendati demikian, Meta kerap kali kandas merealisasi patokan mengenai perlindungan generasi muda.
Ada beberapa kali kejadian nan menakut-nakuti keselamatan dan privasi anak dibawah umur saat menggunakan platform buatannya. Sebagai contoh, konten nan menampilkan pemanfaatan seksual terhadap anak-anak, rekomendasi konten rawan secara psikologis, dan tetap banyak lagi.
Perusahaan ini juga dianggap tidak menyaring konten tiruan di platform mereka, sehingga hoaks bisa ditemukan dengan mudah.
Uni Eropa Selidiki Meta soal Dugaan Disinformasi Pemilu 2024
Di sisi lain, Meta telah dipanggil acapkali oleh Uni Eropa mengenai misniformasi dan buletin bohong. Terbaru, Uni Eropa tengah melakukan penyelidikan secara menyeluruh terhadap Meta atas dugaan kegagalannya dalam menghapus disinformasi pemilu.
Meskipun pernyataan Komisi Eropa tidak secara definitif menyebut Rusia, namun Meta mengonfirmasi bahwa penyelidikan ini menargetkan kampanye Doppelganger di negara tersebut, sebuah operasi disinformasi online nan mendorong propaganda pro-Kremlin.
Sumber Bloomberg juga mengatakan penyelidikan tersebut difokuskan pada operasi disinformasi Rusia, dan menggambarkannya sebagai serangkaian “upaya untuk meniru tampilan sumber buletin tradisional sembari menghasilkan konten nan mendukung kebijakan Presiden Rusia Vladimir Putin.”
Mengutip Engadget, Kamis (2/5/2024), penyelidikan ini dilakukan sehari setelah Prancis mengatakan 27 dari 29 negara personil Uni Eropa telah menjadi sasaran propaganda online pro-Rusia menjelang pemilihan parlemen Eropa pada Juni 2024 (pemilu 2024).
Kementerian Luar Negeri Perancis, Jean-Noel Barrot, mendesak platform sosial untuk memblokir situs-situs nan berperan-serta dalam operasi kombinasi tangan asing.
Juru bicara Meta mengatakan perusahaan berada di garis depan dalam mengungkap kampanye Doppelganger Rusia, saat kali pertama menyorotinya pada tahun 2022.
Perusahaan tersebut mengatakan telah menyelidiki, mengganggu, dan memblokir puluhan ribu aset jaringan Doppelganger.
Penyelidikan Iklan
Presiden Komisi Eropa menyebut Meta, Facebook, dan IG mungkin melanggar Undang-Undang Layanan Digital (Digital Services Act/DSA).
DSA adalah undang-undang krusial nan disahkan pada tahun 2022, di mana memberikan kewenangan kepada Uni Eropa untuk mengatur platform sosial.
Undang-undang ini memperbolehkan Komisi Eropa untuk mengenakan denda besar kepada perusahaan nan melakukan pelanggaran, hingga enam persen dari omzet tahunan suatu perusahaan secara global.
Dalam pernyataannya kepada Engadget, Meta mengatakan, “Kami mempunyai proses nan mapan untuk mengidentifikasi dan memitigasi akibat pada platform kami. Kami berambisi dapat melanjutkan kerja sama dengan Komisi Eropa dan memberikan mereka rincian lebih lanjut mengenai perihal ini.”
Penyelidikan Komisi Eropa bakal mencakup kebijakan dan praktik Meta mengenai dengan iklan nan menipu dan konten politik di layanannya.
Hal ini juga membahas tidak tersedianya wacana sipil pihak ketiga nan efektif secara real-time dan perangkat pemantauan pemilu menjelang pemilu Parlemen Eropa.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.