Liputan6.com, Jakarta - AI generatif tidak dimungkiri telah mengubah langkah manusia bekerja dan berinteraksi dengan teknologi. Namun, pemanfaatan awal teknologi ini terlihat lebih konsentrasi pada kegunaan nan secara historis didominasi oleh perempuan, seperti pemasaran dan jasa pelanggan.
Oleh karena itu, ada kekhawatiran di beberapa wanita jika mereka bakal kehilangan pekerjaan akibat pemanfaatan teknologi AI generatif.
Studi IBM Institute for Business Value (IBV) Women di 2023 mengungkap ada 46 persen cemas otomatisasi berbasis AI bakal menggantikan mereka, dibandingkan dengan laki-laki nan hanya 37 persen.
Padahal, alih-alih merasa terancam, wanita sebenarnya mempunyai kesempatan besar untuk memanfaatkan AI generatif sebagai perangkat untuk memajukan karir, mengurangi bias gender, serta menjadi pemimpin di era transformasi digital.
"Saat AI generatif mengubah alur kerja dan menuntut transformasi di seluruh organisasi, wanita mempunyai kesempatan mendapatkan posisi setara laki-laki dalam karirnya," tutur General Manager & Technology Leader di IBM Asean, Catherine Lian dalam keterangan resmi nan diterima, Selasa (28/5/2024).
Lantas, apa saja argumen utama perempuan juga perlu menguasai keahlian di bagian AI generatif, berikut ini beberapa di antaranya.
Mengurangi Bias Gender
Keterlibatan aktif wanita dalam pengembangan dan penggunaan AI generatif dapat mengurangi bias gender, terutama nan sudah tertanam dalam info training AI.
Apalagi berasas penelitian Female Leadership in the Age of AI dari IBM di Eropa menemukan, 73 persen pemimpin upaya percaya adanya lebih banyak pemimpin wanita di sektor mereka, bisa berkedudukan krusial mengurangi bias kelamin dalam AI.
Kendati demikian, nyatanya saat ini hanya 32 persen nan mempunyai wanita dengan tanggung jawab mempunyai keputusan soal strategi kecerdasan buatan alias AI.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.