Liputan6.com, Jakarta - Mantan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengunggah support dari Taylor Swift terhadapnya. Parahnya, penggalangan support agar Trump menjadi calon presiden tersebut merupakan serangkaian gambar hasil rekayasa AI.
Mengutip The Verge, Rabu (21/8/2024), unggahan tersebut memperlihatkan gimana Trump menggunakan AI generatif dengan langkah nan membingungkan upaya untuk mengawasi penyebaran disinformasi pemilu nan diciptakan AI.
Apalagi, sebagian besar preseden norma lama AS memperbolehkan kandidat untuk mendusta dalam iklan politik. Unggahan tersebut muncul setelah Trump menuding lawannya, Wakil Presiden Kamala Harris menggunakan AI untuk mengumpulkan massa.
Gambar nan diunggah Trump termasuk satu gambar nan terlihat menyerupai Kamala Harris dari belakang, ketika dia berbincang kepada khalayak di Chicago. Ini adalah tempat diselenggarakannya Konvensi Nasional Demokrat minggu ini, dengan ilustrasi palu arit mendominasi latar belakangnya.
Adapun unggahan lainnya berisi screenshot dari unggahan pengguna lain yanng memperlihatkan gambar Swifties for Trump dengan Taylor Swift nan dibuat oleh AI, menggunakan pakai mirip Uncle Sam dengan kata-kata "Taylor mau Anda memilih Donald Trump."
Selain itu, ada pula kompilasi screenshot Trump menuliskan, "Saya terima!"
Wakil Presiden Public Citizen Robert Weissman, menyebutkan, unggahan Donald Trump ini kemungkinan tak bakal dimasukkan ke daftar undang-undang negara bagian nan melarang deepfake pemilu.
Secara mengejutkan, Donald Trump tiba-tiba saya menyentuh jas Macron untuk membersihkan apa nan diklaimnya ketombe.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Aturan Penggunaan Deepfake dan AI di Pemilu AS
Meski sekitar 20 negara bagian telah memberlakukan peraturan seputar penggunaan gambar tiruan nan dihasilkan AI dalam pemilu. Negara bagian ini biasanya melarang penggambaran seseorang nan melakukan alias mengatakan sesuatu dengan langkah nan meyakinkan.
"Jadi bukan hanya deepfake nan dibuat dengan baik alias aplikasi AI generatif nan dibuat dengan baik, tetapi juga kudu masuk akal," kata Weisman.
Ia menambahkan, tidak ada pembatasan federal terhadap penggunaan deepfake. Adapun larangan nan ada adalah Komisi Komunikasi Federal terhadap panggilan robocall (panggilan otomatis) nan dihasilkan AI.
Kelompok pembelaan konsumen nirlaba tersebut berupaya agar Komisi Pemilihan Federal membatasi keahlian kandidat untuk menggambarkan musuh mereka dengan AI.
Taylor Swift Disarankan Lakukan Ini
Weissman pun menyarankan Swift untuk menolak penggunaan kemiripannya guna memberi support palsu. Universal Music Group nan mewakili Swift tak segera menanggapi permintaan komentar tentang penggunaan kemiripannya dalam unggahan Trump. Tim kampanye Trump pun tak segera menanggapi masalah ini.
Jika Kongres mengeluarkan peraturan seputar deepfake AI, perihal itu tak menghentikan banyak penggunaan deepfake. Weissman menyebut, musuh nan dirugikan perlu menunjukkan ketidakejujuran apa nan menyebabkan kerugian alias cedera pada pemilih.
"Saya tidak berpikir bahwa solusi legislatif kita bakal sempurna, apalagi jika kita mendapatkan apa nan kita inginkan," katanya.
Kebijakan Platform Medsos Soal Unggahan Deepfake dan Menyesatkan
Sementara, platform swasta tetap bisa mengambil tindakan terhadap konten AI generatif nan menyesatkan tanpa kombinasi tangan pemerintah. Misalnya, kebijakan X mengenai konten sintesis dan manipulasi melarang unggahan semacam itu "yang bisa menipu alias membingungan orang dan menyebabkan kerugian."
Namun, platform itu tampaknya "pilih kasih" menegakkan patokan tersebut. Bahkan, pemilik X namalain Twitter Elon Musk tampaknya melanggarnya dengan mengunggah deepfake Harris nan tak diberi label parodi.
Platform Trump, Truth Social mempunyai patokan minimal dalam pedoman komunitasnya.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.