Liputan6.com, Jakarta - Twilio akhirnya buka bunyi tentang serangan siber nan dialami perusahaan baru-baru ini, di mana hacker menyatakan telah mencuri database berisi 33 juta nomor telepon pengguna Authy.
"Twilio telah mendeteksi pelaku ancaman dapat mengidentifikasi info nan mengenai dengan akun Authy, termasuk nomor telepon, lantaran endpoint nan tidak terautentikasi," jelas ahli bicara Twilio kepada Liputan6.com, Selasa (9/7/2024).
Sadar ada perihal mencurigakan, Twilio langsung mengambil tindakan untuk mengamankan titik akhir ini (endpoint) dan tidak lagi mengizinkan permintaan tidak terautentikasi.
"Kami tidak memandang adanya bukti pelaku ancaman telah melanggar sistem Twilio, alias mereka mendapatkan akses ke sistem Twilio alias info internal sensitif lainnya," ucap Twilio.
Sebagai tindakan pencegahan, perusahaan pemilik Authy tersebut telah meminta pengguna aplikasi 2FA tersebut untuk memperbarui aplikasi jenis Android dan iOS.
Twilio, "Kami minta pengguna untuk pakai aplikasi Authy terbaru untuk mendapatkan pembaruan keamanan terkini dan mendorong semua pengguna untuk tetap giat dan meningkatkan kewaspadaan terhadap serangan phishing dan smishing."
Sebelumnya, beredar berita Twilio menjadi korban serangan siber ini muncul setelah seseorang berjulukan ShinyHunter, di mana pelaku serangan siber menerbitkan database hasil curiannya.
Dalam postingan-nya di BreachForums, hacker tersebut mengaku telah mencuri database berisikan 33 juta nomor telepon nan diduga diambil dari akun pengguna Authy.
Bagi beberapa orang pasti sudah tidak asing lagi dengan Authy, nan merupakan aplikasi authentikasi dua aspek (2FA) populer.
Diketahui, Twilio membeli Authy sejak 2015 dan menjadi aplikasi 2FA terkenal di bumi dengan menawarkan lapisan keamanan akun tambahan.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
AI Etis Penting dalam Menciptakan Pengalaman Pelanggan Lebih Baik
Di sisi lain, Twilio baru saja merilis jenis kelima dari State of Personalization Report. Laporan tahunan ini memberikan wawasan tentang gimana para pemimpin upaya dari 12 negara di beragam sektor industri memandang perkembangan teknologi dan perubahan kebutuhan konsumen.
Dalam survei melibatkan 521 pemimpin bisnis, laporan ini menyoroti tren utama konsumen mengharapkan pengalaman lebih prediktif, emosional, dan sangat personal.
Kecerdasan buatan (AI) menjadi kunci dalam pergeseran ini, dengan 71 persen pemimpin upaya di area Asia Pasifik (APAC) dan persentase signifikan di wilayah lain.
Mereka mengatakan, bakal berinvestasi dalam model pembelajaran mesin (machine learning) untuk menganalisis perilaku pengguna dan membikin prediksi lebih akurat.
Pentingnya Pemanfaatan AI nan Etis
Mengutip keterangan resminya, Selasa (2/7/2024), salah satu temuan krusial adalah 89 persen responden percaya, pemanfaatan AI yang etis dapat menjadi kelebihan kompetitif.
Hal ini menunjukkan upaya tidak hanya berfokus pada penemuan teknologi, tetapi juga pada etika dan privasi data.
Lebih dari separuh pemimpin upaya nan disurvei mengatasi kekhawatiran konsumen mengenai privasi info dengan menerapkan kontrol privasi kuat.
Transparansi dalam penggunaan kecerdasan buatan juga menjadi aspek penting, dengan nyaris separuh dari konsumen mengatakan mereka lebih mempercayai brand secara terbuka mengungkapkan penggunaan info pengguna dan hubungan didukung oleh AI.
"Dalam bumi pemasaran, personalisasi adalah perihal sangat penting. Konsumen saat ini tidak hanya mengharapkan brand untuk memahami mereka, tetapi mereka juga mau brand mengantisipasi kebutuhan mereka. Teknologi AI membuat perihal tersebut menjadi kenyataan."
Gen Z: Penggerak Utama Perubahan
Generasi Z (berusia 18-27 tahun) menjadi golongan konsumen sangat mempengaruhi strategi pemasaran brand. Sebagai digital natives, mereka mempunyai ekspektasi tinggi terhadap keaslian, transparansi, dan hubungan personal.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, 85 persen perusahaan berencana menyesuaikan strategi pemasaran mereka.
Di Asia Pasifik, 45 persen pemimpin upaya mengatakan mereka bakal menggunakan konten video pendek seperti TikTok alias Reels di IG untuk menarik perhatian Gen Z.
Personalisasi Prediktif dan Kecerdasan Emosional
Sebanyak 86 persen pemimpin upaya bersiap untuk beranjak dari personalisasi reaktif ke personalisasi prediktif.
Dengan support AI dan pembelajaran mesin, brand dapat mengantisipasi kebutuhan konsumen dan menyajikan pesan tepat pada waktu nan tepat.
Kecerdasan emosional juga menjadi konsentrasi utama, dengan 82 persen pemimpin upaya menekankan pentingnya respons emosional dalam hubungan nan didukung AI.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.