Liputan6.com, Jakarta - Nasib TikTok di Amerika Serikat kembali dipertaruhkan, apalagi nyaris di ujung tanduk.
Pasalnya, mengutip laporan Engadget, Senin (9/12/2024), tiga pengadil menolak petisi ByteDance --induk TikTok-- untuk membatalkan patokan nan bisa melarang operasional TikTok di Amerika Serikat.
Jumat lalu, The New York Times melaporkan, para pengadil berupaya menegakkan undang-undang baru, nan mengharuskan perusahaan untuk menjual aplikasinya ke perusahaan non-Tiongkok paling lambat 19 Januari 2025.
Kalau tidak, aplikasi TikTok nan dimaksud bakal menghadapi hukuman larangan operasional di Amerika Serikat.
ByteDance berpendapat, patokan tersebut secara tidak setara menargetkan TikTok, dan pelarangan bakal melanggar kewenangan Amandemen Pertama para pengguna.
Perusahaan asal Tiongkok tersebut menyebut, penjualan TikTok ke perusahaan Amerika Serikat tidak mungkin dilakukan lantaran bakal menghadapi larangan dari Tiongkok.
Pasalnya pada 2020, Tiongkok memperbarui patokan pengendalian ekspor untuk memberinya lebih banyak kewenangan atas transaksi nan mungkin terjadi.
Dalam pernyataan, Electronic Frontier Foundation (EFF) mengatakan pihaknya kecewa dengan keputusan tersebut. "Membatasi aliran info bebas, apalagi dari musuh asing, pada dasarnya tidaklah demokratis," kata ahli bicara EFF.
"Sampai saat ini, AS telah memperjuangkan aliran info bebas dan menegur negara lain ketika mereka menutup akses internet alias melarang perangkat komunikasi daring seperti aplikasi media sosial," imbuhnya.
China memperingatkan pada Rabu (13/3/2024) bahwa rancangan undang-undang (RUU) larangan terhadap aplikasi berbagi video TikTok bakal berakibat jelek pada Amerika Serikat (AS).
Pilihan ByteDance: Ajukan Banding alias Berharap ke Trump
Adapun pilihan ByteDance sekarang mengusulkan banding ke Mahkamah Agung AS, meski tak ada agunan mereka bakal menangani kasus tersebut. Selain itu ByteDance bisa berambisi Presiden terpilih Donald Trump bisa menepati janji untuk "mewujudkan" rencana pengamanan aplikasi TikTok.
Jumat lalu, ByteDance menyatakan, keputusan dari pengadil adalah corak penyensoran, mereka pun mengharapkan MA melindungi kewenangan warna Amerika untuk bebas berpendapat.
Sementara itu, para mahir hukum, menurut laporan New York Times, tak memandang adanya jalur norma nan bisa dilakukan Trump untuk menyelamatkan TikTok, setelah dirinya kembali menjabat pada 20 Januari mendatang.
Perubahan Sikap Donald Trump Soal Nasib TikTok
Apalagi, selama masa kedudukan pertamanya, Donald Trump justru mengeluarkan perintah pelaksana nan membatasi transaksi Amerika dengan aplikasi TikTok, dengan argumen masalah keamanan nasional.
Bahkan, pemerintahan Trump waktu itu menyebut, TikTok bisa menjadi medium pemerintah Tiongkok mengumpulkan info orang-orang Amerika.
Lalu, Microsoft sempat siap membeli TikTok jika diberikan kesempatan. Larangan tersebut mendapat sejumlah tantangan hukum, hingga pada 2021, Presiden Biden mencabut perintah tersebut.
Iming-Iming Trump Bantu TikTok Cuma Buat Tarik Massa?
Pada 2024, Trump mengubah pendiriannya pada awal 2024, setelah dia disebut berjumpa seorang dermawan besar dari Partai Republik nan mempunyai saham besar di TikTok.
Perubahan sikap Donald Trump itu makin intensif setelah Biden menandatangani undang-undang nan bisa membikin aplikasi TikTok dilarang pada awal 2025.
Ketika Pemilu berlangsung, Trump dianggap sebagai penyelamat TikTok. Trump dianggap memakai TikTok sebagai rumor nan memecah belah untuk menarik pengguna nan lebih muda sebagai pemilihnya.