Liputan6.com, Jakarta - Starlink milik Elon Musk nan sekarang tengah ramai diperbincangkan di Indonesia ditengarai bisa menghalangi atmosfer bumi dari pemulihan diri. Kok bisa?
Mengutip Futurism, Selasa (18/6/2024), dalam studi terbaru, para peneliti dari University of Southern California memerkirakan adanya pengaruh rawan dari satelit nan menyuntikkan polutan rawan seperti aluminium oksida ke atmosfer bagian atas, ketika satelit ini terbakar saat masuk kembali ke Bumi.
Menurut peneliti, satelit-satelit nan sudah selesai beraksi ini mungkin berkontribusi terhadap "penipisan lapisan ozon nan signifikan". Lapisan ozon sendiri menjadi pelindung Bumi dari radiasi sinar ultraviolet Matahari.
Sebagian besar peneliti berfokus pada polutan nan dilepaskan ketika roket diluncurkan. Namun, rupanya ada implikasi dari ribuan satelit nan sudah tak berfaedah namalain pensiun dari tugasnya dan terbakar di atmosfer.
Hal tersebut pun kian relevan dengan kerusakan nan mungkin terjadi, apalagi SpaceX telah meluncurkan nyaris 6.000 satelit Starlink hingga saat ini. Bahkan, perusahaan Elon Musk ini juga berencana menambahkan puluhan ribu alias lebih satelit internet mereka di orbit rendah Bumi (low-earth orbit) namalain kurang 5.000 km di atas Bumi.
Salah satu penulis dan peneliti astronomi di University of Southern California Joseph Wang menyebut dalam pernyataan, "Hanya dalam beberapa tahun terakhir orang mulai berpikir ini (satelit Starlink) mungkin menjadi masalah. Kami adalah salah satu tim pertama nan memandang apa implikasi dari fakta-fakta ini."
Peristiwa krusial lainnya juga terjadi di Bali, ialah CEO SpaceX dan juga Starlink Elon Musk meluncurkan jasa internet Starlink di Puskesmas Pendamping I Sumerta Kelod, Denpaasar Timur. Kerjasama antara Pemerintah Indonesia dan Starlink menjadi ka...
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Bobot Polutan Per Satelit
Karena nyaris tak mungkin mendapatkan pembacaan jeli dari jenis polutan nan dilepaskan ketika satelit kembali memasuki atmosfer Bumi, para intelektual hanya memperkirakan efeknya pada lingkungan sekitar.
Dengan mempelajari gimana logam umum nan dipakai dalam pengembangan satelit berinteraksi satu sama lain, tim intelektual memperkirakan, kehadiran aluminium meningkat di atmosfer nyaris 30 persen pada tahun 2022 saja.
Para intelektual mendapati, satelit dengan berat 550 pon menghasilkan sekitar 66 poin nanopartikel aluminium oksida ketika memasuki kembali ke Bumi. Hal ini ditengarai bakal menyantap waktu 30 tahun untuk melayang ke atmosfer.
Makin Banyak Satelit, Tingkat Polutan di Angkasa Makin Tinggi
Secara total, jika satelit-satelit seperti SpaceX terus meningkat jumlahnya seperti nan direncanakan, tingkat aluminium oksida di atmosfer bisa mencapai 646 persen dari tingkat alaminya tiap tahun. Hal ini pun dianggap bukan pertanda baik, apalagi, intelektual baru mulai mempelajari kejadian tersebut.
"Dampak lingkungan dari masuknya kembali satelit ke Bumi ini tetap belum dipahami. Ketika tingkat masuk kembali ke Bumi meningkat, sangat krusial untuk lebih mengeksplorasi kekhawatiran nan disorot dalam penelitian ini," kata para peneliti.
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.