Layanan Starlink bakal Hadir di Daerah 3T, Bagaimana Nasib Satelit SATRIA Kominfo?

Sedang Trending 4 bulan yang lalu

Liputan6.com, Jakarta - Dalam obrolan Policy & Regulatory Forum, Direktur Telekomunikasi Ditjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Kominfo, Aju Widyasari, mengatakan bahwa Starlink sudah memenuhi seluruh persyaratan nan dibutuhkan dalam mengusulkan izin penyelenggaraan telekomunikasi. 

Persyaratan tersebut antara lain adalah mempunyai kantor, Network Operation Center (NOC), IP Address, Autonomous System Number (AS Number), gateway, keamanan, dan pusat pelayanan konsumen.

Pada kesempatan berbeda, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mengatakan, Starlink telah sepakat untuk membuka instansi di Indonesia.

Pernyataan tersebut kemudian menarik perhatian Pengamat Telekomunikasi nan juga Dosen Teknik Telekomunikasi Sekolah Teknik Elektro dan Informatika di Institut Teknologi Bandung (ITB), Ian Josef Matheus Edward. 

Ia menilai pernyataan Menkominfo itu seakan-akan bahwa Starlink belum membuka instansi di Indonesia. Padahal, instansi dan NOC merupakan syarat wajib untuk mendapatkan izin penyelenggaraan telekomunikasi. 

"Ini menunjukkan inkonsistensi info nan disampaikan antar pejabat di Kominfo dalam pengurusan izin penyelenggaraan telekomunikasi Starlink," ujar Ian, dikutip Rabu (5/6/2024).

Menurut info nan beredar, instansi Starlink berada di gedung Bursa Efek Indonesia di Jakarta. Namun, hanya sebatas instansi virtual (bukan instansi fisik). 

Di sisi lain, Aju menyampaikan bahwa masyarakat di daerah 3T menganggap kehadiran BTS BAKTI merupakan perihal nan percuma, lantaran mereka mengeluh tak mendapatkan jasa broadband nan baik. Ini disebabkan jaringan backhaul nan dipakai BTS USO menggunakan Very Small Aperture Terminal (VSAT). 

Dengan kehadiran Starlink diharapkan dapat memberikan jasa broadband di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) nan selama ini belum mendapatkan jasa telekomunikasi prima.

Pernyataan Direktur Telekomunikasi Kominfo itu dinilai Ian tidak tepat. Menurut Ian, semua jasa nan disediakan BAKTI Kominfo di wilayah 3T sudah sesuai dengan izin nan berlaku. 

"Apalagi saat ini backhaul nan digunakan di wilayah 3T berasal dari satelit multifungsi SATRIA nan dikelola oleh BAKTI Kominfo," Ian memaparkan.

* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Satelit SATRIA Perlu Dievaluasi?

Jika Direktur Telekomunikasi Kominfo menganggap backhaul nan disiapkan BAKTI Kominfo tak sesuai dengan angan dan mau beranjak menggunakan Starlink, kata Ian, semestinya Kominfo dapat melakukan pertimbangan terhadap keberadaan BAKTI Kominfo dalam menyediakan prasarana di wilayah 3T. 

Sebab, seluruh pembangunan BTS USO di 3.435 wilayah 3T dilakukan oleh BAKTI Kominfo.

“Pemerintah selama ini bayar pembangunan prasarana telekomunikasi menggunakan biaya USO dan APBN. Jika backhaul VSAT SATRIA mau diganti dengan Starlink, itu kewenangan prerogatif Kominfo," ujar Ian. 

Namun, dia mengingatkan, jika mau mengalihkan backhaul menggunakan Starlink, Kominfo kudu melakukan pertimbangan secara mendalam mengenai keberadaan BAKTI. 

"Termasuk apakah Kominfo tetap memerlukan SATRIA dan Palapa Ring untuk melayani wilayah 3T. Terlebih, biaya nan dikeluarkan pemerintah untuk menyediakan prasarana telekomunikasi sudah besar,” ucap Ian.

Jika mau mengedepankan kepentingan nasional di atas segalanya, menurut Ian, harusnya Kominfo mengutamakan aset nan dimiliki oleh negara nan dibangun BAKTI Kominfo dan operator telekomunikasi dalam negeri terlebih dahulu.

Operator Seluler dan Layanan Internet Satelit Lokal Terancam?

Pengamat Telekomunikasi dari Indotelko Forum, Doni Ismanto Darwin, tak menampik bahwa munculnya Starlink bakal memberikan akibat bagi pemain lama layanan internet satelit yang lebih dulu datang di Indonesia.

"Tentu akibat munculnya Starlink bakal dirasakan bagi operator satelit Pasifik Satelit Nusantara (PSN) nan mengoperasikan satelit SATRIA, lantaran keduanya mempunyai pangsa pasar nan kurang lebih sama," katanya.

Ia menilai, Starlink memang tetap belum menjadi pesaing serius bagi pemain besar industri telekomunikasi Indonesia.

"Namun perlu diingat, jika Starlink dibiarkan saja tanpa diberikan izin dari pemerintah, maka dia bisa menjadi pemain besar mengalahkan operator seluler dan fiber optic di Indonesia saat ini," ujarnya mengingatkan.

Doni pun menyoroti perkembangan Starlink nan sangat besar di luar negeri. Bahkan, Elon Musk telah melakukan uji coba jasa internet Starlink langsung ke ponsel pandai (smartphone) tanpa memerlukan parabola.

"Starlink berpotensi menjadi pemain besar di Indonesia, jika teknologi jasa satelit Direct-to-Cell nan memungkinkan smartphone bisa terhubung ke jaringan Starlink tanpa memerlukan parabola unik resmi dihadirkan," ujarnya.

Doni juga memandang kemungkinan penyedia layanan internet kecil bisa menjadi mangsa Starlink. 

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Sumber liputan6.com teknologi
liputan6.com teknologi