Liputan6.com, Jakarta- Sejumlah organisasi pemerintah di beberapa negara terus mengecam Google atas praktik monopoli.
Baru-baru ini Komisi Perdagangan Adil Jepang (Japan Fair Trade Commission/JFTC) dilaporkan bakal mengumumkan bahwa Google melanggar undang-undang antimonopoli negara tersebut.
Tuduhan itu berangkaian dengan mesin pencarinya, ialah Chrome. Nikkei Asia melaporkan, Jepang telah mengeluarkan surat perintah penghentian Chrome.
Mengutip Engadget, Selasa (24/12/2024), JFTC memulai penyelidikan terhadap praktik monopoli Google pada Oktober 2023.
JFTC dilaporkan menuduh Google telah melakukan pemaksaan terhadap produsen smartphone menandatangani perjanjian nan menyatakan bahwa Chrome tidak hanya bakal diunduh terlebih dulu di semua perangkat, tetapi juga bakal ditempatkan di tempat tertentu di layar.
Para produsen ponsel diduga dipaksa melakukannya agar Google Play tersedia di perangkat buatan mereka.
Di Amerika Serikat (AS), pengadil federal Amit Mehta memutuskan pada November bahwa Google adalah perusahaan monopoli dalam industri mesin pencari.
Departemen Kehakiman Minta Google Jual Chrome
Departemen Kehakiman (Department of Justice/DoJ) kemudian meminta Google untuk menjual Chrome lantaran "akan menghentikan secara permanen kendali Google atas titik akses pencarian penting.
Juga memungkinkan mesin pencari pesaing untuk mengakses peramban nan bagi banyak pengguna merupakan gerbang masuk ke internet. DoJ juga meminta Google untuk berakhir mengutamakan Chrome di Android.
Google belum lama ini merilis proposal untuk menenangkan DoJ, tetapi menyatakan bakal mengusulkan banding atas putusan pengadil sebelum sidang nan dijadwalkan pada April 2025.
Google Tolak Usulan Jual Chrome
Sejak 2023, Google dituding melakukan monopoli dengan beragam produk dan layanan.
Salah satu nan paling hangat adalah produk mesin pencarinya, Google Chrome. Departemen Kehakiman AS (DOJ) pun mengatakan, Google melakukan monopoli terlarangan dalam perihal mesin pencarian hingga pengadilan akhirnya menyetujui perihal ini Agustus lalu.
Atas perihal tersebut, DOJ mau agar Google menjual mesin pencari populernya, Chrome. Meski begitu, Google meyakini jika penjualan Chrome justru bakal merusak keamanan mesin pencari tersebut. Google juga menolak pendapat tersebut.
Advertisement Google pun berupaya mengusulkan banding atas perihal ini. Meski begitu, sebelum mengusulkan banding, Google wajib mengusulkan proposal penyelesaian.
Proposal dari Google ini menguraikan langkah-langkah nan bisa diambil perusahaan untuk memperbaiki masalah monopoli terlarangan tersebut.
Terbaru, mengutip Apple Insider, Selasa (24/12/2024), Google menjelaskan, mereka bisa mengubah perjanjian tentang peramban, seperti Apple dan Mozilla. Berdasarkan usulan ini, perusahaan-perusahaan mempunyai pilihan untuk menerapkan mesin pencari default yang berbeda pada platform berbeda.
Pengguna bisa mengubah penyedia pencarian default mereka tiap 12 bulan. Sekadar informasi, pada 2022, Google bayar Apple sebesar USD 20 miliar agar bisa menjadi mesin pencari default di platformnya.
Kesepakatan ini diungkapkan dalam sebuah pernyataan oleh Wakil Presiden Senior Layanan Apple Eddie Cue selama berlangsungnya proses hukum.
Merugikan Google
Langkah terbaru nan diusulkan Google bakal memungkinkan Apple untuk menerapkan satu mesin pencari default pada iPhone dan mesin pencari lain untuk iPad.
Sebelumnya, pembesut smartphone Android lebih dulu memungkinkan perangkat bisa mempunyai dua mesin pencari alias lebih.
Kendati demikian, Google menyebut, jika keputusan ini mungkin bisa merugikan mitra mereka. "Karena mengatur langkah mereka memilih mesin pencari terbaik bagi pengguna mereka."
Google juga tidak setuju dengan keputusan DOJ dalam kasus antimonopoli ini. Menurut Google, kasus ini terlalu luas dan dapat merugikan konsumen Amerika serta melemahkan kepemimpinan teknologi dunia Amerika.
Bagi Google, usulan DOJ nan mengharuskan Google untuk membagi kueri pencarian pengguna kepada para pesing, baik asing maupun domestik, bisa membatasi keahlian perusahaan untuk meningkatkan produk.
Google mengklaim, mereka sukses lantaran berinovasi dan menggulirkan investasi, bukan lantaran memaksa pengguna berjuntai pada mesin pencari Google.
Keputusan DOJ juga mendapat kritik keras dari Google. Menurut perusahaan internet ini, lanskap mesin pencari sifatnya dinamis. Google beranggapan, munculnya AI generatif juga mengubah pasar mesin pencari secara signifikan.