Liputan6.com, Jakarta - Seorang pengadil federal Amerika Serikat (AS) menuduh Google secara terlarangan melakukan monopoli industri mesin pencari.
Putusan ini menyusul persidangan selama 10 minggu pada 2023 nan bermulai dari gugatan Departemen Kehakiman AS dan beberapa negara bagian pada tahun 2020.
"Google adalah pelaku monopoli, dan telah melakukan monopoli untuk mempertahankan posisinya," tulis Hakim Amit Mehta dari Pengadilan Distrik AS untuk Distrik Columbia dalam putusannya.
Ia menyebut perusahaan telah melanggar Pasal 2 nan diatur dalam Undang-Undang Sherman.
Dilansir Engadget, Selasa (6/8/2024), Mehta hingga saat ini belum menjatuhkan balasan apa pun kepada Google. Hakim dapat memerintahkan Google untuk mengubah langkah operasionalnya alias apalagi menjual sebagian bisnisnya.
Gugatan tersebut menyatakan bahwa Google secara terlarangan bertindak untuk mempertahankan posisi dominannya dalam industri mesin pencari melalui sejumlah tindakan, seperti bayar miliaran dolar per tahun kepada Apple, Samsung, dan Mozilla untuk menjadi mesin pencari bawaan (default) di ponsel dan peramban web mereka.
Departemen Kehakiman AS beranggapan bahwa Google memfasilitasi nyaris 90 persen pencarian web dan dengan bayar untuk menjadi opsi default, sehingga perihal itu mencegah kompetitornya mencapai skala nan diperlukan untuk bersaing.
Dengan demikian, Google dianggap mendapat untung dalam perihal pendapatan dan pengumpulan data.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Isi Gugatan Terhadap Google
"Titik akses pencarian tersebut telah diatur sebelumnya dengan mesin pencari 'default'," demikian bunyi putusan pengadilan.
Sistem default adalah aset nan sangat berharga. Karena banyak pengguna hanya berpegang pada pencarian dengan default, Google menerima miliaran permintaan setiap hari melalui titik akses tersebut.
Google memperoleh volume info pengguna nan luar biasa dari pencarian itu. Kemudian menggunakan info tersebut untuk meningkatkan kualitas pencarian.
Menurut Mehta, Google mengakui jika kehilangan posisinya sebagai mesin pencari default di beragam platform bakal merugikan pendapatannya.
"Misalnya, Google telah memproyeksikan bahwa kehilangan default Safari bakal mengakibatkan penurunan permintaan nan signifikan dan miliaran dolar pendapatan bakal hilang," demikian bunyi putusan tersebut.
Pernyataan Google
Google merilis pernyataan berikut dari Kent Walker, Presiden Global Affairs, melalui platform X mengenai keputusan hakim:
"Keputusan ini mengakui bahwa Google menawarkan mesin pencari terbaik, tetapi menyimpulkan bahwa kami semestinya tidak diizinkan untuk membuatnya mudah diakses. Kami menghargai temuan Pengadilan bahwa Google adalah 'mesin pencari berbobot tertinggi di industri, nan telah mendapatkan kepercayaan ratusan juta pengguna harian,' bahwa Google 'telah lama menjadi mesin pencari terbaik, terutama di perangkat seluler,' 'terus berinovasi dalam pencarian' dan bahwa 'Apple dan Mozilla kadang-kadang menilai kualitas pencarian Google relatif terhadap saingannya dan menemukan Google lebih unggul.'"
"Mengingat perihal ini, dan bahwa orang semakin mencari info dalam lebih banyak cara, kami berencana untuk mengusulkan banding. Saat proses ini berlanjut, kami bakal tetap konsentrasi pada pembuatan produk nan berfaedah dan mudah digunakan bagi pengguna."
Selama persidangan, Google berdasar bahwa pangsa pasar nan signifikan adalah lantaran mempunyai produk nan lebih baik dan dihargai konsumen.
Google Juga Monopoli Iklan
Selain itu, Departemen Kehakiman juga menyatakan bahwa Google melakukan monopoli atas iklan nan muncul dalam hasil pencarian.
Dikatakan bahwa Google secara artifisial meningkatkan nilai iklan melampaui biaya nan bakal dikeluarkan di pasar bebas.
Dalam putusannya, Mehta setuju bahwa Google telah menggunakan kekuatan monopolinya dengan mengenakan nilai suprakompetitif untuk iklan teks pencarian umum.
Perilaku itu memungkinkan Google untuk mendapatkan untung monopoli. Namun, pengadil menambahkan bahwa Google tidak mempunyai kekuatan monopoli di pasar iklan pencarian nan lebih luas.
Google Bebas dari Sanksi, Tapi...
Sementara itu, Mehta menolak menjatuhkan hukuman pada Google lantaran kandas menjaga pesan obrolan tenaga kerja nan mungkin relevan dengan kasus ini.
Putusan tersebut mencatat bahwa sejak 2008, Google menghapus pesan obrolan antar tenaga kerja secara default setelah 24 jam.
"Keputusan pengadilan untuk tidak menjatuhkan hukuman pada Google tidak boleh dipahami sebagai membenarkan kegagalan Google untuk melestarikan bukti obrolan," tulis Mehta.
"Setiap perusahaan nan membebankan tanggungjawab pada karyawannya untuk mengidentifikasi dan melestarikan bukti nan relevan melakukannya dengan akibat sendiri. Google terhindar dari hukuman dalam kasus ini. Mungkin tidak bakal beruntung di kasus berikutnya," dia melanjutkan
Google dan Departemen Kehakiman dijadwalkan kembali ke pengadilan federal pada September mengenai kasus teknologi iklan.
Infografis Google dan FB (Liputan6.com/Abdillah)
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.