JEMBER – Lembaga Sensor Film (LSF) Republik Indonesia berbareng Universitas Jember (UNEJ) menggelar sosialisasi berjudul Literasi dan Edukasi Hukum Perfilman dan Penyensoran di Provinsi Jawa Timur nan diselenggarakan di salah satu hotel di Kabupaten Jember(20/11/2024).
Acara ini bermaksud meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya pelaku perfilman, siswa, guru, dan mahasiswa, terhadap pentingnya izin norma dan penyensoran dalam industri perfilman.
Dalam sambutannya Rektor Universitas Jember, Dr. Ir. Iwan Taruna, M.Eng., IPM., menyampaikan apresiasinya terhadap kerja sama ini.
“Kegiatan ini mendukung kebebasan berekspresi sembari menjaga nilai-nilai moral bangsa. LSF dan UNEJ bersama-sama membangun literasi norma agar perfilman Indonesia terus berkembang tanpa kehilangan jati diri,” ujarnya.
Ia berambisi dengan aktivitas ini, para insan perfilman di Indonesia menunjukkan karyanya bakal tetapi tetap pada rambu-rambu nan telah ditetapkan norma norma nan ada di Inidonesia nan mencerminkan identitas bangs aini.
Sementara itu, Ketua Sub Komisi Kerja Sama LSF, Imam Syafi’i, menyampaikan, aktivitas ini diikuti oleh beragam golongan di antaranya, Siswa dan pembimbing dari SMKN 1, SMKN 4, dan SMK Santo Paulus Jember, Mahasiswa dan pengajar PSTF Fakultas Ilmu Budaya UNEJ dan Komunitas perfilman Jember.
Melalui aktivitas ini, LSF dan UNEJ berambisi dapat membangun ekosistem perfilman Indonesia nan tidak hanya imajinatif tetapi juga bertanggung jawab secara moral dan hukum. Kolaborasi ini diharapkan terus memberikan akibat positif bagi perkembangan industri perfilman Indonesia.
Di akhir sambutannya dia memberikan pesan inspiratif, “Kalau Anda mau senang selamanya, cintailah pekerjaan Anda. Pahami izin dan edukasi di bumi perfilman secara profesional.”
Acara ini menghadirkan tiga narasumber utama nan membahas beragam aspek krusial di antaranya, Nusantara Husnul Khatim Mulkan, Ketua Sub Komisi Publikasi LSF minimnya kesadaran pelaku perfilman terhadap perlindungan hukum. “Kebebasan berekspresi kudu diimbangi dengan tanggung jawab terhadap karya nan dihasilkan,” tegasnya.
Pemateri kedua diisi oleh Denny Antyo Hartanto, Kepala Laboratorium Audio Visual PSTF UNEJ. Ia memaparkan pentingnya kewenangan cipta dalam industri film. “Hak eksklusif melindungi karya visual, audio, dan lainnya dari pembajakan. Edukasi ini krusial agar pekerja movie memahami kewenangan dan tanggung jawab hukumnya,” ucapnya.
Pemateri ketiga oleh Erlan Basri, Ketua Sub Komisi Pemantauan LSF nan menyoroti tentang akibat strategis movie nan dapat berkarakter positif maupun negatif. “Proses penyensoran kudu menjaga nilai-nilai moral bangsa. Film bisa menjadi perangkat kampanye rumor publik, tapi kudu tetap berpegang pada norma nan baik,” katanya.
Pada kesempatan terpisah, Surya Dewi Karisma Melati, mahasiswa Program Studi Televisi dan Film (PSTF) Fakultas Ilmu Budaya UNEJ, mengaku aktivitas ini sangat bermanfaat. “Kami mendapat wawasan baru tentang langkah memproduksi movie sesuai dengan koridor hukum. Ini sangat membantu kami sebagai calon sineas,” tuturnya.