Liputan6.com, Jakarta - DJI mengusulkan gugatan terhadap Departemen Pertahanan AS (Pentagon) lantaran menyebut produsen drone tersebut sebagai perusahaan militer China nan menakut-nakuti keamanan nasional.
Dalam pengajuannya, DJI mengatakan telah menggugat 'penyebutan' itu lantaran perusahaan tidak dimiliki alias dikendalikan oleh militer China. Demikian sebagaimana dikutip dari Engadget, Senin (21/10/2024).
Perusahaan tersebut menggambarkan dirinya sebagai penjual drone komersial dan konsumen swasta terbesar, nan sebagian besar digunakan oleh petugas tanggap darurat, pemadam kebakaran dan kepolisian, bisnis, serta para pehobi.
Gara-gara Pentagon secara resmi menyatakan DJI sebagai ancaman keamanan nasional, perusahaan tersebut menyatakan menderita kerugian finansial dan reputasi nan berkelanjutan.
DJI juga kehilangan pengguna dari AS dan pengguna internal, nan memutuskan perjanjian dan menolak untuk menandatangani perjanjian baru.
Perusahaan nan dipimpin Frank Wang tersebut juga dilarang menandatangani perjanjian dengan beberapa lembaga pemerintah federal.
DJI menjelaskan telah mencoba untuk bekerja sama dengan Pentagon selama lebih dari 16 bulan dan mengusulkan "petisi penghapusan menyeluruh" pada 27 Juli 2023 untuk meminta lembaga tersebut menghapus penetapannya.
Tuduhan Keras DJI ke Departemen Pertahanan AS
Namun, lembaga tersebut diduga menolak untuk bekerja sama dan menjelaskan alasannya memasukkan DJI ke dalam daftar hitam.
"Pada 31 Januari 2024, Departemen Pertahanan AS kembali menetapkan perusahaan ke dalam daftar hitam tanpa pemberitahuan," tulis DJI dalam pengaduannya.
Perusahaan tersebut menyatakan bahwa argumen Departemen Pertahanan AS tidak memadai untuk mendukung penetapannya, bahwa agensi tersebut mencampuradukkan orang-orang dengan nama-nama umum China dan mengandalkan fakta-fakta nan diduga sudah 'basi'.
DJI sekarang meminta pengadilan untuk menyatakan tindakan Departemen Pertahanan AS sebagai inkonstitusional, dengan menggambarkan penunjukan Pentagon dan kegagalan untuk menghapusnya dari daftar "perusahaan militer China" sebagai pelanggaran norma dan hak-hak proses hukumnya.
DJI Sudah Lama Jadi Incaran AS
DJI telah lama menjadi sasaran beragam lembaga pemerintah AS. Departemen Perdagangan menambahkannya ke daftar entitasnya pada tahun 2020, nan mencegah perusahaan-perusahaan AS memasoknya dengan suku cadang tanpa lisensi.
Setahun kemudian, DJI dimasukkan ke daftar "perusahaan kompleks industri militer China" milik Departemen Keuangan lantaran dugaan keterlibatannya dalam pengawasan orang-orang Muslim Uighur di China.
Beberapa hari nan lalu, DJI mengonfirmasi bahwa drone konsumen terbarunya ditahan di perbatasan oleh bea cukai AS, nan mengutip Undang-Undang Pencegahan Kerja Paksa Uighur.
Pembuat drone itu membantah mempunyai akomodasi manufaktur di Xinjiang, wilayah nan mengenai dengan kerja paksa penduduk Uighur.