Liputan6.com, Jakarta - Kemajuan kepintaran buatan (artificial intelligence/AI) nan pesat rupanya tak hanya membawa manfaat, namun juga menjadi ancaman serius.
Penelitian terbaru perusahaan keamanan siber Trend Micro mengungkapkan para hacker sekarang semakin memanfaatkan AI untuk melancarkan serangan siber nan semakin canggih dan susah dideteksi.
Salah satu ancaman terbesar adalah deepfake, teknologi nan memungkinkan pembuatan video alias audio tiruan nan sangat mirip dengan aslinya.
Dengan support AI, mereka bisa mengecoh korban untuk melakukan pemerasan, pencurian identitas, fraud, alias menyebar misinformasi.
COO Trend Micro, Kevin Simzer, mengungkapkan peretas sekarang mempunyai perangkat deepfake nan lebih murah dan mudah digunakan.
"Fenomena itu tentu membikin mereka bisa melancarkan serangan nan lebih besar dan lebih efektif," kata Simzer melalui keterangannya, Sabtu (3/8/2024).
Bahaya deepfake tidak hanya menakut-nakuti perusahaan, tetapi juga individu. Survei Trend Micro menunjukkan 71% responden merasa cemas dengan deepfake dan meyakini bahwa teknologi ini sering digunakan untuk penipuan.
"Deepfake nan tidak terdeteksi bisa menyebabkan kerugian finansial, kerusakan reputasi, apalagi ancaman fisik," Simzer memungkaskan.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Teknologi Pendeteksi Deepfake
Melihat ancaman nan semakin serius, Trend Micro telah mengembangkan teknologi baru untuk mendeteksi deepfake.
Teknologi ini bakal menggunakan beragam metode canggih untuk mengidentifikasi konten nan dihasilkan oleh AI.
"Penting bagi kita untuk mengembangkan cara-cara baru untuk mendeteksi deepfake, lantaran teknologi ini berkembang sangat cepat," kata Analis Gartner, Dan Ayoub.
Deepfake menimbulkan akibat nan signifikan bagi enterprise modern dan individu. Deepfake nan tidak terdeteksi dapat menyebabkan akibat finansial, kehilangan pekerjaan, masalah hukum, kerusakan reputasi, pencurian identitas, dan potensi ancaman terhadap kesehatan mental alias fisik.
Dalam studi Trend Micro baru-baru ini, 36% konsumen melaporkan telah mengalami upaya penipuan menggunakan deepfake.
Panggilan Video Palsu Menggunakan Deepfake
FBI sebelumnya juga telah memperingatkan tentang teknologi deepfake nan digunakan berbareng dengan panggilan video untuk melakukan business email compromise attack, dan melamar kerja jarak jauh secara curang.
Teknologi ini tidak hanya disalahgunakan untuk meniadakan verifikasi manusia, tetapi juga langkah-langkah keamanan biometrik seperti pengenalan wajah.
Penelitian Trend Micro juga menemukan adanya perubahan nan menunjukkan peningkatan kesukaan untuk mengeksploitasi model LLM nan ada melalui teknik pembobolan nan inovatif daripada mengembangkan tools AI untuk kejahatan.
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.