Adipratnia Satwika Asmady: Meski Negara Terbesar Keempat di Dunia, Indonesia Masih seperti Sleeping Giant

Sedang Trending 3 bulan yang lalu

Liputan6.com, Jakarta Indonesia patut berbesar hati lantaran mempunyai Satelit Republik Indonesia (Satria)-1 nan merupakan satelit multifungsi terbesar di Asia dan nomor lima di dunia. Satelit nan diluncurkan dari Cape Canaveral Space Launch Complex 40 (SLC 40) di Florida, Amerika Serikat pada 19 Juni 2023 itu bakal mendukung prasarana digital bagi fasilitas-fasilitas publik di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).

Namun, tak banyak nan tahu ada andil besar dari seorang wanita muda Indonesia dalam peluncuran Satria-1. Bahkan, peran anak muda berjulukan Adipratnia Satwika Asmady itu sudah dimulai sejak proses perancangan hingga saat satelit diluncurkan ke luar angkasa.

Nia, demikian dia biasa disapa, lahir di Jakarta pada 24 Agustus 1993 dan merupakan anak kedua dari pasangan Asmady Parman dan Adiyatwidi Adiwoso. Mengaku sudah tertarik pada kejadian alam sejak duduk di bangku sekolah dasar, jalan pendidikan nan ditempuh Nia terbilang mulus.

Mengambil bidang pengetahuan pengetahuan alam di bangku sekolah menengah atas membikin Nia makin mencintai pengetahuan matematika dan fisika. Ditambah lagi dengan support family serta pengaruh sang ayah nan berprofesi sebagai insinyur membikin dia makin tertarik dengan bidang teknik.

Hal inilah nan membikin Nia mantap berangkat ke Amerika Serikat dan menimba pengetahuan di bidang teknik kedirgantaraan alias Aerospace Engineering di California Polytechnic State University. Menamatkan Pendidikan S1 dan S2 di kampus nan sama, Nia sudah membayangkan bakal berkarier di bumi penerbangan, lebih spesifiknya pesawat tanpa awak.

Namun realita berbicara lain. Pulang ke Indonesia dan langsung bekerja di PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN) pada 2017, Nia malah berurusan dengan bumi satelit. Pada 2019 dia dilibatkan sebagai Project Management Office untuk proyek satelit Nusantara 1 (N1).

Selama proyek ini berjalan, Nia sempat ditugaskan selama sebulan di Amerika Serikat untuk mengawasi dan memonitor pengerjaan satelit N1. Namun, di Satelit Nusantara 1 dia tak dilibatkan dalam kreasi dan perancangan. Hal ini berbeda ketika proyek Satria-1 mulai digarap pada 2020.

Pemegang sertifikat Airman of Airport Guides dari San Luis Obispo, California, Amerika Serikat ini didapuk PSN sebagai Project Manager untuk pembuatan Satria-1 dan sebagai Customer Project Launch Director di SpaceX pada saat peluncurannya nanti, sebuah posisi nan kali pertama dipegang seorang wanita Indonesia.

Dalam posisi sebagai Project Manager, Nia terjun langsung mulai dari proses desain, negosiasi perjanjian dengan pemerintah, hingga mengawasi proses perakitan di Thales Alenia Space, Prancis. Selama satu tahun di Prancis dia kudu bisa mengambil keputusan besar untuk mewakili perusahaan dan memastikan Satria-1 dibuat sesuai dengan nan diharapkan.

Tekanan nan dihadapi Nia memang besar. Tak boleh ada kesalahan dalam proyek senilai US$ 545 juta alias setara Rp7,68 triliun ini. Alasannya sederhana, satelit tak bisa diperbaiki Ketika sudah berada di angkasa, sehingga semuanya kudu sempurna sebelum diluncurkan. Dan semua tanggung jawab itu berada di pundak penyuka lagu-lagu Beyonce ini.

Setelah tiga tahun masa pengerjaan, Satria-1 selesai diproduksi dan dikirim ke Florida, Amerika Serikat pada Juni 2023. Saat paling menegangkan bagi Nia terjadi pada 19 Juni 2023, Ketika Satria-1 diluncurkan dari Cape Canaveral Space Launch Complex 40 (SLC 40) di Florida.

Ketegangan memuncak ketika Nia sebagai Customer Project Launch Director kudu memberi komando jadi alias tidaknya Satria-1 diluncurkan dari akomodasi ruang kontrol panel nan tertutup. Nia mengaku perasaannya bercampur kombinasi ketika roket Falcon-9 milik SpaceX meninggalkan Bumi menembus angkasa menuju orbitnya di 163 Bujur Timur (BT) alias tepatnya di atas tanah Papua.

Terbayar sudah semua kerja keras dan keputusan untuk pulang dan mengabdi di Tanah Air. Dia juga berterima kasih lantaran PSN telah memberi kesempatan besar baginya sebagai anak muda mengerjakan proyek strategis dan memberi ruang nan luas kepada wanita untuk berkarier di bumi nan lebih banyak diisi kaum pria.

Kini, setelah Satria-1 memancarkan jaringan internet untuk menjangkau pelosok-pelosok Indonesia dan memberikan kesetaraan akses digital bagi seluruh pengguna, apa lagi mimpi Nia nan belum terwujud?

Berikut petikan wawancara Adipratnia Satwika Asmady dengan Sheila Octarina dalam Bincang Liputan6.

* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Berawal dari Kebetulan

Bagaimana awal mulanya Nia terjun ke bumi antariksa dan satelit ini?

Pertama-tama memang dari mini interest di IPA lantaran dibangun oleh Ayah. Jadi science project dan matematika dan IPA selalu di-guide oleh Ayah. Jadi mungkin bibitnya mulai dari situ. Terus pada saat mau pilih bidang kuliah memang banyak opsi di bagian teknik. Tapi lantaran Ayah juga lulusan mesin sama industri, jadi Beliau juga suggest, ya Anda bisa coba cari tahu tentang teknik mesin, katanya.

Jadi mungkin awalnya dari situ saat memilih bidang kuliah. Terus pada saat sudah masuk kuliah juga tetap ada opsi untuk berubah jurusan, dan di situ setelah ngobrol-ngobrol dengan guru besar dan teman-teman, banyak nan bilang aerospace itu sama seperti teknik mesin, hanya lebih menjurus.

Nah, itu mungkin awal dari pekerjaan di aerospace, di mana sebetulnya kebetulan saja, dan setelah kuliah juga kebetulan tadinya pengen studi di teknik penerbangan tapi belum dapat kesempatan. Akhirnya kembali ke Jakarta dan dapat lowongan di PSN dan sekarang bergerak di bagian satelit.

Nah, di PSN rupanya ditugaskan merancang Satelit Satria-1, pasti ini susah ya?

Ya susah memang, lantaran ini bukan bagian saya awalnya. Tadinya pengen di penerbangan dan sudah ada visi tersendiri. Tiba tiba terjun di Jakarta kerja dan ada adjustment juga tinggal di Indonesia. Lalu mulailah ada proyek Satria ini.

Dan alhamdulillah waktu itu saya memang mulai dari awal tender dan untuk mengikuti arung jeram sebuah proyek nasional di tingkat nan memang stakeholder-nya tuh banyak sekali dan kompleksitasnya tuh betul-betul enggak hanya masalah teknis, cuman non-teknisnya dari segi pendanaan, politik, dan juga gimana langkah untuk menggabungkan banyak effort dari banyak orang dan di organisasi internasional untuk mewujudkan suatu mimpi Indonesia mempunyai akses internet nan merata dan juga membangun ekonomi kita dari segi telekomunikasi.

Sebagai project manager Satria-1, secara spesifik tugas Nia apa saja?

Sebetulnya project management dari awal sudah ada, dan memang project management itu suatu bagian nan sebagian itu art dan sebagian ada sisi skill setnya. Tapi selama proyeknya melangkah ada project management, ialah management info antara stakeholder dan make sure bahwa semua due diligence, teknis dan non-teknis itu dilakukan.

Dan sebetulnya sih jika saya bilang itu seperti mencoba untuk mengatur cuaca. Jadi di setiap proyek, apalagi proyek strategis nasional dengan stake holder pemerintah dan juga landers, financial bankers, dan juga kita sebagai penyelenggara itu persepsi terhadap proyeknya pasti beda-beda.

Dan mungkin prioritas dan kepentingannya, flavor-nya beda-beda. Jadi gimana kita manage itu semua agar cuacanya selalu cerah dan terang, dan semua orang merasa bahwa proyeknya tereksekusi dengan baik.

Tentu saja untuk mewujudkan itu butuh riset mendalam dan obrolan nan intens?

Iya, dan sebetulnya core dari nan saya rasakan memang ya people skill, lantaran at the end of the day nan menggerakkan mesin proyek itu orang-orang nan terlibat dari meeting, diskusi, ada isu, gimana kita handle rumor itu. Nah itu core-nya memang saya rasa di people management dan komunikasi.

Karena tadi saya bilang, semua orang mempunyai persepsi nan berbeda-beda terhadap sebuah proyek dan gimana kita menyelaraskan agar semua orang merasa risikonya terjaga dan proyeknya melangkah dengan lancar.

Perasaan Campur Aduk saat Peluncuran

Saat menjadi Customer Project Launch Director Satria-1 pasti menegangkan sekali ya?

Itu mungkin salah satu highlight dan recognition terbesar nan saya pernah dapatkan lantaran memang involved di proyeknya sudah lama, dan peak dari banyak program satelit adalah pada saat peluncuran. Jadi untuk bisa dapat amanah bahwa Anda jadi Customer Launch Director itu membanggakan dan juga menegangkan, seperti melancholy alias bittersweet moment.

Perasaan kombinasi aduk, lantaran saya bangga bahwa sudah sampai di titik pada saat peluncuran dan mungkin risikonya juga tinggi. Apabila ada failure launch itu bakal sangat traumatic. Tapi ya semuanya dijalani saja dan kita coba ambil aspek positifnya bahwa sudah dipercayakan dan jika memang bukan saatnya ya dijalani juga.

Pasti butuh persiapan nan panjang hingga akhirnya siap diluncurkan?

Proses itu sebetulnya melangkah selama sebulan untuk persiapan peluncuran. Jadi pada saat hari H itu ya ketegangannya lebih di saat, oke, is it successful or not?

Tapi momen-momen menuju itu sebetulnya kita juga semua sudah mendapatkan sense of clarity, apakah sudah siap? Apakah kita sudah melakukan semua preparation nan memang dibutuhkan? Dan pada saat hari H, ya wallahualam, andaikan memang terjadi sesuatu nan kurang, ya itu bagian dari industri antariksa.

Kalau ditarik ke belakang, sebenarnya cita-cita Nia mau jadi apa?

Kalau cita-cita dari mini berubah-ubah. Saya jenis nan memang orangnya mengalir dan kebetulan lantaran pindah-pindah, jadi ya mimpi saya juga pindah-pindah seiring waktu saya beranjak besar. Jadi sempat pengen jadi novelis, sempat pengen jadi fashion designer, sempat pengen kerja di Broadway Show juga.

Artinya Nia juga suka dengan bumi seni?

Iya, kayaknya itu salah satu nan saya juga tarik ke bagian saya di mana ya tadi project management itu banyak core skill di people management. Dan ya, seni dan art itu bagian besar dari mempunyai empati dan langkah kita handle banyak orang.

Nah, suka dukanya selama menangani proyek ini apa saja?

Banyak suka dukanya. Sukanya bisa berkenalan dengan banyak orang dari beragam budaya, terutama kita bekerja sama dengan orang Prancis. Sebelumnya saya ya hanya spekulasilah bahwa stereotype orang Prancis itu arrogant dan snobby gitu.

Apakah benar? Ya ada element of truth, hanya ketika bekerja sama dengan orang Prancis selama empat tahun itu banyaklah orang-orang nan saya kenal nan tidak seperti itu. Jadi exposure terhadap ekspektasi beberapa budaya dan mengenal suatu budaya lebih dalam, itu bagian nan saya sangat gemari dan saya kebetulan juga banyak berinteraksi dengan expert nan jauh di atas saya.

Jadi untuk bisa mendengar kisah-kisah kehidupan mereka. Apalagi di pekerjaan sebagai space engineer, mereka mempunyai cerita kegagalan peluncuran alias program nan enggak jalan. Jadi itu salah satu nan menjadi sukalah di bagian dan perjalanan ini.

Mungkin dukanya banyak akibat manajemen alias keputusan nan kudu kita ambil. Dengan info nan tidak cukup alias making hard decisions. Ya, lantaran memang kita kudu mobilitas sigap alias ya ini nan kita punya dan kita kudu keep going.

Dan juga tentunya dukanya kudu berpisah dengan tim nan kita sudah kerja face to face, day to day selama empat tahun, dan kebetulan nan program manager di Satria di sisi orang Prancis juga ini program terakhir dia, jadi dia pensiun setelah Satria. Jadi banyak kisah-kisah nan kayak oke, bittersweet farewell.

Selain soal budaya, gimana dengan langkah kerja, apakah ada perbedaan nan signifikan dengan orang Indonesia?

Saya rasa salah satunya adalah budaya Indonesia alias Asia itu sangat kolektivis, sedangkan budaya barat lebih individualis. Jadi mungkin masalah komunikasi jika Indonesia itu birokrasinya tetap sangat kental, dan decision making memang layer-nya mungkin lebih tebal daripada di budaya barat.

Demikian juga dengan komunikasi, mungkin mereka sangat straight to the point, sedangkan budaya timur kita tetap kudu sopan, kudu baca situasi dan kondisi, dan kita sangat peka terhadap gimana sebuah message itu disampaikan.

Tapi waktu bekerja sama dengan mereka Nia tak merasa kesulitan kan?

Tidak sih. Memang kita kudu bisa membaca kondisi urgency dari sebuah keputusan alias mempunyai understanding terhadap akibat nan dihadapi. Karena semua keputusan pasti ada risikonya.

Jadi saya belajar selama proyek ini bahwa ya memang untuk bisa memahami akibat kita kudu ngobrol dengan orang-orang, memahami menurut mereka bagaimana, dan apa kepentingan kita dan apa kepentingan mereka. Dari segi cost, schedule, dan sebagainya. Dan di situlah nan memang banyak kendala, tapi juga banyak belajar.

Minoritas nan Punya Kelebihan

Sebagai wanita nan bekerja di bumi nan kebanyakan diisi laki-laki, apakah Nia merasakan tekanan?

Kebetulan saya juga sering ditanya pertanyaan ini dan jawaban saya selalu sama, bahwa pribadi saya tidak merasa ada perbedaan alias kesenjangan antara wanita dan laki-laki. Kita sama-sama. Saya malah merasa sebagai wanita mempunyai advantage tersendiri, lantaran ya sebagai minoritas.

Tapi secara komunikasi juga mungkin kadang berbeda. Dan wanita mungkin lebih peka dan lebih kalem. Dan di situlah mungkin ada saatnya saya kudu belajar keras alias lebih asertif, dan ada waktunya oke, kita melembut dan kita menjadi pencair suasana.

Tapi mungkin lantaran saya juga cukup dekat dengan Kakak dan Ayah saya, jadi persepsi bahwa oh wanita itu berbeda dengan laki-laki, iya itu betul, tapi secara kapabilitas untuk pekerjaan dan sebagainya tidak terasa sih.

Selama berkarier, momen apa nan paling berkesan bagi Nia?

Selain dari experience peluncuran dan mengawal proyek ini, ya pada saat operational juga itu milestone nan sangat banget spesial lantaran itulah momen di mana oke pekerjaan kita selama 5 tahun itu buahnya terlihat.

Jadi jika misalkan disuruh pilih momen, mungkin momennya peluncuran. Tapi untuk kebanggaan saya selama pekerjaan nan pendek ini ya tentunya memandang result dari pekerjaan bertahun-tahun untuk bisa oke, kita serahterimakan ini sistem kita sudah siap melayani masyarakat.

Kalau momen nan paling sulit?

Mungkin transisi dari responsibility. Pada saat sudah diberikan, oke Anda manage proyek ini dan ditugaskan di Prancis dan menjadi muka dari proyek ini, dan first line of defense itu cukup memerlukan confidence growth nan pesat dan perubahan mental dan juga sikap secara profesional.

Siapa sosok nan menjadi inspirasi Nia?

Salah satunya CEO dari PSN, Pak Adiwoso. Mungkin saya belajar banyak dari Beliau mengenai gimana itu tadi, me-manage sebuah situasi nan kompleks dengan beragam macam warna dari kepentingan, urgency, dan juga banyak pihak nan mungkin daya tariknya berbedalah. Tapi Beliau bisa selalu dengan tenang. Oke, ini masalah kita dan gimana kita bisa menyikapinya.

Beliau tahu kapan kudu marah dan kapan kudu tenang dan juga memandang Beliau membimbing timnya dan juga perusahaan nan selama 30 tahun tentunya tidak mudah, apalagi dalam market nan sangat bergerak dan industri nan sangat mini sebetulnya di Indonesia.

Jadi mungkin itu nan paling dekat di hati. Tapi saya juga coba mencari inspirasi dari tokoh-tokoh lain. Dan sepanjang masa saya merasa lebih mencari inspirasi di orang-orang nan saya kenali dan saya berinteraksi.

Dengan usia nan tetap sangat muda, apa lagi nan mau Nia capai?

Ya tentu tetap banyak. Salah satunya andaikan ada kesempatan sekolah lagi, mungkin S3, dan salah satu angan saya juga membangun budaya research and development di Indonesia dan gimana kita bisa mewujudkan suatu teori dan suatu nan mungkin hanya buahpikiran menjadi sesuatu nan dipakai di industri. Dan mungkin jalan-jalan memandang bumi dan budaya lainnya.

Apakah Nia tetap memegang kendali atas Satelit Satria-1 nan sudah mengorbit?

Sudah transisi kepada tim operasi, mereka nan lead, tapi saya tahu juga sudah kurang lebih 2.000 site instalasi nan sudah berjalan, dan rencananya juga mungkin tahun ini bakal men-deploy sekitar 30.000 terminal di beragam puskesmas, sekolah, dan juga instansi pemerintahan.

Dan so far sih ya melangkah lancar, tapi sekali lagi memerlukan effort dari beragam pihak, juga dari pemerintahan dan sisi perusahaan private untuk bisa mewujudkan deployment ini.

Impian Indonesia Jadi Pemain di Antariksa

Apa nih proyek PSN berikutnya nan melibatkan Nia?

Sekarang PSN sedang mencoba eksplorasi di bagian antariksa nan baru. Judulnya sih Low Earth Orbit. Jadi sebelumnya kita memang konsentrasi di satelit nan berada di orbit geo alias geosynchronous. Sekarang ada new buzz area, ialah Leo, dan PSN mencoba untuk keep up with the technology dan sekarang mencoba belajar teknologi di Leo.

Biasanya kita menyebutnya Leo Constellation. Jadi itu satelitnya lebih mini tapi lebih dekat dari permukaan bumi. Sebelumnya untuk geo itu 36.000 kilometer jauhnya. Nah, untuk Leo itu lebih mini tapi memerlukan lebih banyak satelit. Dan itu kira-kira ketinggiannya 500 sampai 1.000 kilometer di atas permukaan bumi.

Jadi fisikanya sangat berbeda dan pemainnya juga sangat berbeda. Banyak nan bergerak alias tumbuh dari start up. Sedangkan untuk operator geo itu classical telco companies. Jadi sekarang memang kita di tengah transisi alias eksplorasi terhadap bagian baru di sisi space industry.

Itu fungsinya buat apa?

Macam-macam. Jadi jika untuk cuaca itu pasti di orbit nan lebih dekat. Telekomunikasi juga bisa. Lalu untuk monitoring, earth observation kita sebutnya.

Bisa untuk memantau suasana juga?

Ya, bisa. Untuk cuaca alias weather monitoring. Jadi lebih itu info analytics-nya. Jadi si satelitnya itu sebagai mata dan extension dari kapabilitas observation kita, lampau datanya diambil terus diolah seperti mungkin jika kita mau memandang perubahan rimba di Kalimantan.

Setiap hari satelit itu bakal foto dan kita bisa membikin sebuah timelapse. Selama dua tahun perubahan rimba di Kalimantan seperti apa, contohnya.

Tadi soal fisika segala macam, apakah saat ini Nia tetap menguasai beragam rumus itu enggak?

Enggak. Jadi jika di bagian engineering itu ada nan menjadi ahli dan mereka mendalami apa pun topik mereka dan juga ada generalist. Nah, biasanya jika nan generalist itu tahu sedikit tentang banyak hal, tapi mungkin kudu bertanya kepada ahli untuk rumus-rumusnya alias modelingnya kayak gimana. Nah di situ kudu ada symphony dan orchestra lah dari beragam bagian dan tipe-tipe engineer.

Di PSN sendiri saat ini Nia sedang mengerjakan apa?

Ya sekarang fokusnya project development, jadi mencari proyek baru. Dan harapannya kita membangun sebuah revolusi di bagian STEM dan antariksa. Karena kami semua merasa antariksa itu bakal berkedudukan sangat besar ke depannya.

Tadi saya sudah sempat mention GPS, navigasi, aplikasi nan daily, weather alias macetnya di mana, itu semua berasosiasi dengan teknologi satelit. Tanpa diketahui, sebetulnya antariksa sudah menjadi bagian dari hidup kita sehari-hari. Makanya kita juga mau Indonesia nantinya menjadi player nan lebih besar dan lebih mandiri.

Kita bisa bikin satelit sendiri. Kita bisa meluncurkan satelit sendiri, dan itu visi nan sangat besar dan ambisius. Tapi kami rasa andaikan ada support domestik dan juga ada recognition dari masyarakat bahwa ya kita kudu membangun field di STEM ya, Science, Technology, Engineering and Mathematics, saya percaya Indonesia bisa menjadi player dunia di bagian ini.

Pada prinsipnya kita kudu bangga menjadi orang Indonesia, apalagi jika kelak ke depannya perihal ini terwujud. Walaupun Indonesia negara terbesar keempat di dunia, kita kadang tetap seperti sleeping giant. Jadi semoga ke depannya Indonesia bisa bermain alias lebih berjulukan di panggung dunia di antariksa.

Support dari Sang Suami

Di tengah kesibukan mencari proyek baru, Nia tetap sempat liburan?

Liburan mungkin terbatas alias kadang andaikan sempat pasti bakal disempatkan. Tapi di tengah kesibukan pastinya butuh hiburan. Mungkin mencari intermezo nan dekat-dekat saja, ngumpul bareng teman-teman pada saat weekend dan keluarga, itu juga intermezo nan cukup krusial di kehidupan saya.

Menyambung rasa penasaran, Nia tetap single alias taken?

Baru saja taken, married 2 bulan nan lalu. Jadi sekarang belajar menempuh hidup baru dan responsibility sebagai istri dan insyaallah ke depannya juga sebagai ibu.

Terus gimana support suami terhadap pilihan pekerjaan Nia?

Sangat suportif. Saya juga berterima kasih mendapatkan pasangan nan bisa memberikan saya ruang untuk berprestasi. Karena saya juga tahu mungkin secara budaya tidak, less common lah untuk menghadapi dinamika itu.

Jadi, dia selama 5 tahun ini juga mendengarkan keluh kesah dan suka duka dari perjalanan ini, dan dia selalu ada untuk memberikan support dan selalu mengingatkan bahwa saya bisa dan saya bakal sukses dan menjalani segala sesuatu dengan amazing.

Boleh dong support dari Nia untuk Sahabat Liputan6.com untuk bisa berkarya dan menggapai cita-cita?

Kita bisa belajar kapan to get uncomfortable. Kita kudu selalu berada di posisi di mana kita tahu kapan kita kudu take up more space, push ourselves, dan juga jangan takut untuk bersuara, terutama wanita di Indonesia mungkin kita growing up, kita lebih diajarkan untuk menjadi sosok nan halus, lembut, nah itu juga tentunya bisa.

Namun di saat-saat tertentu kita kudu bisa tegas dan bisa melaksanakan tugas dengan wibawa dan assertiveness nan dibutuhkan.

* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.

Sumber liputan6.com teknologi
liputan6.com teknologi