Liputan6.com, Jakarta - Serangan ransomware makin menjadi perhatian masyarakat Indonesia setelah server Pusat Data Nasional (PDN) disandera oleh kelompok ransomware berjulukan Brain Chipher pada Kamis (20/6/2024).
Direktur Network & IT Solution Telkom Group, Herlan Wijanarko, memaparkan bahwa pelaku serangan ransomware Brain Chipher meminta tebusan agar info PDN bisa kembali.
"Mereka meminta tebusan senilai USD 8 juta (sekitar Rp 131 miliar)," ucap Herlan saat konvensi pers di Kantor Kemkominfo Jakarta, Senin (24/6/2024).
Serangan ransomware sendiri telah berkembang menjadi ancaman digital nan terus menghantui beragam organisasi di seluruh spektrum.
Bayangkan, info berbobot sebuah perusahaan hingga pemerintahan disandera, dienkripsi menjadi teka-teki digital, dan satu-satunya jalan keluar adalah duit tebusan nan besar.
Nah, berikut adalah uang tebusan terbesar nan dikantongi oleh golongan hacker dari serangan ransomware, sebagaimana dikutip dari beragam sumber.
1. CNA Financial - Rp 655 juta
Pada Maret 2021, CNA Financial, sebuah perusahaan asuransi besar di Amerika Serikat (AS), menghadapi serangan ransomware nan memecahkan rekor.
Perusahaan bayar peretas sebesar USD 40 juta (sekitar Rp 655 juta) untuk mendapatkan kembali kendali info mereka setelah dikunci selama dua minggu.
2. Perusahaan Pengolahan Daging JBS - Rp 180 miliar
Dalam pertarungan bumi maya pada Mei 2021, perusahaan pengolahan daging JBS menghadapi serangan ransomware.
Mulai dari terganggunya pusat produksi daging sapi di AS hingga persoalan daging sapi di Australia, serangan tersebut menyebabkan JBS kehilangan USD 11 juta (sekitar 180 miliar) dalam corak Bitcoin.
Pelaku serangan diduga kuat dilakukan oleh golongan hacker terkenal berjulukan REvil nan mengenai dengan Rusia.
* Follow Official WA Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
3. Perusahaan Travel Global CWT - Rp 74 Miliar
Pada Juli 2020, perusahaan travel dunia CWT menghadapi serangan ransomware Ragnar Locker nan terkenal kejam.
Para peretas menuntut duit tebusan sebesar USD 4,5 juta (sekitar Rp 74 miliar) dalam corak Bitcoin, menakut-nakuti bakal mengungkap info sensitif klien. Dengan 30.000 komputer dalam bahaya, CWT akhirnya memilih untuk membayar.
4. Sistem Infrastruktur Minyak Colonial Pipeline - Rp 72 Miliar
Pada Mei 2021, serangan ransomware di Colonial Pipeline (sistem prasarana minyak terbesar di AS), memicu kekisruhan pembelian dan kekurangan bahan bakar di sepanjang East Coast.
Kelompok DarkSide, nan diyakini beraksi dari Rusia, mengatur serangan tersebut. Serangan ini mengakibatkan pembayaran tebusan sebesar USD 4,4 juta (sekitar Rp 72 miliar) dalam corak Bitcoin.
5. Distributor Bahan Kimia Brenntag - Rp 72 Miliar
Pada Juli 2020, pemasok bahan kimia dunia Brenntag di Amerika Utara diserang oleh golongan ransomware DarkSide.
Mereka mengenkripsi perangkat dan mencuri 150 GB info sensitif. Setelah bernegosiasi, Brenntag bayar duit tebusan USD 4,4 juta (sekitar Rp 72 miliar) dalam corak Bitcoin untuk mencegah kebocoran data.
Untungnya, info nan dicuri tidak disalahgunakan.
6. Layanan Penukaran Mata Uang Travelex - Rp 38 Miliar
Travelex menghadapi duit tebusan sebesar USD 6 juta dari golongan ransomware Sodinokibi pada malam tahun baru 2019.
Mereka akhirnya bayar USD 2,3 juta (sekitar Rp 38 miliar) setelah negosiasi, sehingga website milik perusahaan di 30 negara sigap pulih.
Para peretas, nan dipersenjatai dengan info sensitif selama enam bulan, menakut-nakuti bakal melelangnya selain dibayar segera.
Respons sigap Travelex berbareng penegak norma dan ahli TI, menyatakan telah sukses mengamankan data.
7. Perusahaan Retailer FatFace
Pada Januari 2021, perusahaan retailer Inggris FatFace menghadapi serangan ransomware nan dipicu oleh satu email phishing.
Kelompok hacker Conti mengenkripsi sistem dan mengambil 200GB data, menuntut penghasilan sebesar USD 8 juta.
Setelah negosiasi nan intens, duit tebusan turun menjadi USD 2 juta (sekitar Rp 33 miliar), namun info sensitif pengguna dan tenaga kerja tetap bocor.
8. Universitas California, San Fransisco.
Pada bulan Juni 2020, Universitas California, San Francisco (UCSF) bergulat dengan serangan ransomware nan dirancang oleh golongan Netwalker.
Saat staf TI berupaya untuk mengatasi ancaman tersebut, obrolan langsung di kembali layar di dark web mengungkap tekanan finansial nan semakin parah akibat pandemi.
Dengan negosiasi nan rumit, pembayaran tebusan UCSF adalah senilai USD 1,14 juta (sekitar Rp 19 miliar).
Infografis Kejahatan Siber (Liputan6.com/Abdillah)
* Fakta alias Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran info nan beredar, silakan WA ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci nan diinginkan.