Liputan6.com, Jakarta - Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) kian merambah beragam sektor industri, apalagi diprediksi bakal melampaui akibat teknologi cloud dan internet.
Hal ini diungkapkan Managing Director Cisco Indonesia Marina Kacaribu, nan menyoroti transformasi signifikan dalam lanskap upaya selama setahun terakhir.
"Setahun terakhir, lanskap upaya beralih bentuk secara signifikan, memaksa perusahaan meninjau ulang model operasional mereka," ujar Marina.
Salah satu pendorong utama transformasi ini adalah kehadiran AI Generatif nan telah mendominasi bumi bisnis.
"AI Generatif memengaruhi beragam aspek, mulai dari pembaruan strategi, laporan keuangan, hingga nyaris semua corak komunikasi dari para petinggi perusahaan," ucap Marina, dikutip Selasa (23/12/2024).
Dampak berskala masif ini, menurutnya, menempatkan AI pada posisi nan sangat penting, apalagi berpotensi melampaui cloud dan internet sebagai teknologi nan sangat disruptif.
Lebih lanjut, Marina menjelaskan bahwa akibat AI nan begitu besar ini memengaruhi langkah beragam upaya menghadapi isu-isu krusial, seperti kesenjangan keahlian (skill gap) nan saat ini terjadi, serta rumor keberlanjutan dan keamanan nan mereka hadapi.
Berikut adalah enam tren utama nan menentukan lanskap upaya Indonesia pada tahun 2025, berangkaian dengan AI hingga keamanan siber.
1. AI Terus Menjadi Pusat Perhatian, Tapi...
AI sudah menjadi tema dominan di bumi upaya selana lebih dari satu tahun. Tekanan untuk pengadopsian AI terus terjadi dan nyaris semua perusahaan dalam Cisco 2024 AI Readiness Index 2024 melaporkan bahwa urgensi untuk mengimplementasikan solusi AI terus meningkat selama setahun terakhir.
Ketika perusahaan-perusahaan mulai mengangkat AI, banyak diantara mereka menyadari bahwa memanfaatkan AI tidak semudah nan dibayangkan.
Hanya 19% perusahaan di Indonesia nan siap sepenuhnya mengoptimalkan potensi AI, ketika mereka memahami dengan jelas apa saja nan dibutuhkan agar penerapan AI bisa berhasil.
Meskipun AI merupakan investasi nan diprioritaskan, banyak perusahaan nan mengatakan bahwa hasil dari investasi ini tidak sesuai dengan angan mereka.
Tantangan utamanya tetap pada kesiapan infrastruktur, di mana terdapat kesenjangan diantaranya dalam perihal komputasi, keahlian jaringan pusat data, dan keamanan siber.
Hanya 34% perusahaan mempunyai GPU nan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan AI saat ini dan di masa depan, serta hanya sekitar setengahnya (49%) mempunyai keahlian untuk melindungi info dalam model-model AI dengan enkripsi menyeluruh, audit keamanan, pemantauan nan terus-menerus, dan respons nan sigap terhadap ancaman.
2. Tata Kelola Data bakal Jadi Fokus Utama
Ketika sistem AI menjadi lebih terintegrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, pembicaraan bakal berfokus pada penggunaan AI nan bertanggung jawab, kepatuhan, perlindungan data, dan undang-undang anti-diskriminasi serta standar kualitas AI.
Kolaborasi antara pemerintah dan swasta bakal menjadi sangat krusial untuk menetapkan standar dan peraturan dasar nan mendorong penemuan dan meningkatkan keamanan AI.
Para pemimpin dunia bakal menghadapi tekanan nan semakin besar untuk menerapkan kerangka kerja nan meningkatkan akuntabilitas sistem AI dan mengatasi persoalan etika dan misinformasi nan timbul dari penggunaan AI, tanpa menghalang inovasi.
Perusahaan-perusahaan perlu mengangkat kerangka kerja AI nan bertanggung jawab, melakukan penilaian privasi secara teratur, dan mengembangkan serta menerapkan rencana manajemen kejadian nan kuat untuk memastikan agar penggunaan AI dilakukan secara bijaksana.
Privasi dan keamanan info adalah prinsip lain dari tata kelola AI. Ketika sebuah organisasi semakin sering beraksi di beragam yurisdiksi, mereka bakal menghadapi tekanan nan semakin besar untuk mengangkat peraturan-peraturan nan menyelaraskan penyimpanan dan pemrosesan info dengan undang-undang kedaulatan info lokal.
Ke depan, undang-undang privasi bakal terus mendorong transparansi, keadilan, dan akuntabilitas di bidang-bidang seperti pengumpulan dan penggunaan data, aliran info lintas batas, dan kepatuhan nan dapat diverifikasi.
3. Keamanan Siber Beralih ke Skala Mesin
Jaringan tidak lagi hanya digunakan untuk menghubungkan perangkat. Semakin banyak perangkat dan jasa nan terhubung, bakal semakin besar pula akibat dan kecanggihan serangan nan dihadapi.
Misalnya, serangan rekayasa sosial menjadi lebih mudah dilakukan lantaran semakin banyak info nan dibagikan secara online melalui beragam platform.
Serangan terhadap rantai pasokan juga bisa menimbulkan masalah ketika teknologi nan digunakan jaringan pemasok teknologi nan digunakan banyak upaya dalam operasi mereka semakin kompleks.
Kemajuan di bidang-bidang seperti komputasi kuantum bakal semakin memperburuk keadaan. Semua aspek ini bakal mendorong perlunya keamanan siber nan beraksi pada skala mesin.
4. Peran AI dalam Sustainability
Persaingan dalam pengadopsian AI bakal terus sengit, nan membikin tingkat konsumsi daya juga meningkat. Hal ini bakal berakibat pada meningkatnya emisi karbon secara keseluruhan.
Pada 2027, penggunaan AI saja diprediksi bakal menggunakan air nan setara dengan penggunaan air di seluruh Selandia Baru.
Seiring dengan semakin pentingnya keberlanjutan sebagai prioritas upaya di Indonesia, perusahaan-perusahaan perlu mencari langkah untuk menyeimbangkan tujuan sustainability (keberlanjutan) mereka dengan peluang-peluang pertumbuhan nan dihadirkan oleh AI.
Kuncinya mungkin terletak pada AI itu sendiri. AI dan info besar (big data) membawa banyak kesempatan untuk keberlanjutan, mulai dari menganalisis info historis seperti suhu, pola cuaca, dan naiknya permukaan air laut untuk memproyeksikan tren di masa depan.
AI juga bisa membantu perusahaan melacak emisi karbon dan kemajuan dalam mewujudkan target-target keberlanjutan mereka.
5. AI Tidak bakal Menggantikan Pekerjaan Manusia
Masa depan pekerjaan tidak bakal menjadi pilihan antara manusia dan mesin; melainkan keduanya bakal sama pentingnya untuk menyelesaikan pekerjaan.
AI bakal menjadi bagian integral dari tenaga kerja masa depan dan membantu mengatasi kekurangan keahlian di beragam peran dengan mengotomatiskan tugas-tugas rutin dan memberdayakan orang-orang untuk menangani tugas-tugas nan berbobot lebih tinggi.
Hal ini sangat penting, terutama lantaran kekurangan tenaga kerja nan mendesak di sektor teknologi sangat nyata dan diperparah dengan meningkatnya populasi lansia di banyak negara, terutama di Asia.
AI juga berfaedah faedah di tempat kerja. Karyawan nan memanfaatkan AI untuk pekerjaan mereka bakal mengungguli tenaga kerja lain nan tidak menggunakan AI, sehingga mencapai kualitas kerja, produktivitas, dan efisiensi nan lebih baik.
Memiliki skill nan tepat untuk memanfaatkan AI bakal sangat krusial untuk peran teknis dan non-teknis apa pun.
6. Pekerjaan Terhubung dari Mana Saja
Kembali bekerja di instansi semestinya menjadi sebuah magnet, bukan mandat. Peran pekerjaan bakal terus berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, seperti halnya transisi dari faks ke email dan sekarang terhubung dari mana saja.
Pekerjaan bakal dilakukan di ruang-ruang nan mendukung teknologi dan orang-orang secara alami bakal mencari elastisitas nan dihadirkan oleh teknologi ke dalam kehidupan pribadi mereka dalam rutinitas pekerjaan mereka.
Pergeseran ini bakal menimbulkan pertanyaan seputar nilai nan bakal ditambahkan oleh instansi bentuk terhadap pekerjaan.
Ketika tenaga kerja mengubah pola pikir mereka dari datang ke instansi untuk melakukan pekerjaan nan berkarakter rutinitas menjadi upaya menggunakan perihal ini sebagai kesempatan untuk terhubung, berinovasi dan bekerja-sama dengan tim mereka, maka perusahaan perlu mengembangkan lingkungan nan mendukung jenis pekerjaan seperti ini.
Infografis 4 Rekomendasi Chatbot AI Terbaik. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence