Jakarta, CNN Indonesia --
Yongki Komaladi, pemilik brand sepatu lokal Yongki Komaladi, memprediksi merek lain di industri dasar kaki juga bakal menutup pabrik menyusul Sepatu Bata.
Menurutnya, perihal ini dikarenakan sudah banyak sekali UMKM nan teriak 'tidak sanggup' menjalankan bisnisnya.
"Iya (kemungkinan merek lain tutup pabrik). Menurut saya iya. Karena banyak sekali nan pakai tenaga UKM, yang mereka sudah bilang, 'saya enggak sanggup melakukannya, lantaran tenaga kerjanya sudah mulai berkurang," kata dia dalam wawancara CNBC Indonesia TV, Rabu (15/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka sendiri merasa berat untuk melakukan tugas mereka sebagai UKM lantaran di lokal sendiri tidak terfasilitasi," sambungnya.
Ia mencontohkan banyak UMKM nan mau membranding produknya, namun kalah dengan merek-merek dari luar negeri. Yongki pun heran kenapa merek lokal seperti ini tidak difasilitasi masuk ke mal alias ke department store.
"Saya lihat mal-mal hanya memberikan tempat untuk brand-brand nan ternama, sedangkan UMKM juga padat karya nan mesti didukung. Jadi kudu dipikirkan kesinambungan selama mereka menjadi produksi lokal nan semestinya dicintai dan dikenalkan ke negara lain," imbuhnya lebih lanjut.
Bukan tanpa alasan, perihal itu lantaran dia memandang sendiri banyak brand lokal nan belum terkenal, nan akhirnya tidak bisa melanjutkan produksi lantaran tidak menerima banyak dukungan.
"Jangan hanya nunggu bola, kudu jemput bolanya. Dirubah gimana pola pikir mereka sehari-hari. Mereka kudu punya wadah nan bisa membentuk pribadi mereka berubah dengan keadaan era nan begitu keras dan tidak cukup welcome semua orang bisa masuk," tegasnya.
Yongki pun menyebut masalah industri dasar kaki tak hanya dialami Sepatu Bata. Menurutnya, tak sedikit UMKM di industri tersebut nan juga menghadapi banyak tantangan.
Tantangan mulai dari persoalan bahan baku nan tetap banyak impor, hingga persoalan tenaga kerja dan kebijakan pemerintah.
"Menurut saya, bahan baku itu salah satu perihal nan susah didapat jika di produksi lokal. Hampir 90 persen memang produk dari luar, utamanya China," tutur Yongki.
"Tapi jika mengenai Bata, setahu saya Bata juga impor barang-barang dari seluruh negara nan mereka punya asosiasi sendiri, dari Malaysia, India, Singapura, mereka saling berbagi cerita dan mereka bisa membeli barang-barang dari luar," sambungnya.
Menurutnya, perlu dilihat pula dari sisi tenaga kerjanya, apakah tenaga kerja di Tanah Air cukup potensial dibandingkan negara lain.
"Dan gimana mengenai kebijakan juga nan kudu dipikirkan, lantaran sekarang ini kita boleh dibilang 70 persen rata-rata produk itu bahan dari luar, tenaga kerjanya pun potensial sebesar apa, apakah seprofesional di negara lain. Hal-hal itu menjadi sesuatu nan kudu mereka pikirkan kembali efisiensi dan segala macamnya," jelas Yongki.
Ia menekankan pentingnya memikirkan berbareng gimana langkah mengatasi kejadian maraknya penutupan pabrik. Bukan hanya dilihat dari karena alias hasilnya saja, melainkan dipikirkan gimana caranya menyiasati agar kejadian nan sama tidak terulang pada UMKM.
[Gambas:Video CNN]
(del/pta)