Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang penduduk mengeluhkan perangkat pembelajaran siswa tunanetra berjulukan taptilo ditahan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Cerita itu dia unggah di media sosial dan viral.
Netizen dengan akun X (Twitter) @ijalzaud menceritakan peralatan tersebut dikirim dari OHFA Tech nan berada di Korea Selatan pada 16 Desember 2022. Barang ditujukan untuk SLB-A Pembina Tingkat Nasional Jakarta.
Barang tiba di Indonesia pada 18 Desember 2022. Namun, peralatan tertahan di Bea Cukai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"SLB saya juga dapat support perangkat belajar untuk tunanetra dari perusahaan Korea. Eh pas mau diambil di Bea Cukai Soetta suruh bayar ratusan juta. Mana denda penyimpanan per hari," katanya.
Ia mengatakan Bea Cukai memerlukan arsip tambahan untuk pemrosesan peralatan dan penetapan nilai peralatan tersebut.
Dokumen nan dibutuhkan di antaranya link pemesanan nan tertera harga, invoice alias bukti pembayaran nan telah divalidasi bank, katalog nilai barang, nilai freight, dan arsip lainnya.
Menurut dia, sekolah sudah mengirimkan arsip nan dibutuhkan. Namun, lantaran peralatan tersebut prototipe nan tetap tahap perkembangan dan merupakan peralatan hibah untuk sekolah, maka tidak ada nilai untuk peralatan tersebut.
Setelah itu, pihak sekolah menerima email tentang penetapan nilai peralatan sebesar Rp361.039.239. Sekolah juga diminta mengirim sejumlah arsip di antaranya konfirmasi setuju bayar Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) sebesar Rp116 juta, lampiran surat kuasa, lampiran NPWP sekolah, dan lampiran bukti bayar pembelian.
"Kemudian pihak sekolah tidak setuju dengan pembayar pajak tersebut lantaran peralatan tersebut merupakan peralatan hibah perangkat pendidikan untuk digunakan siswa tunanetra," katanya.
Tak lama, pihak sekolah menerima email nan menyarankan peralatan tersebut di-redress dengan sejumlah arsip seperti surat pernyataan bukan kepemilikan peralatan dari SLB-A Pembina Tingkat Nasional.
Kemudian, surat pernyataan hubungan antara PIC Sekolah dan SLB-A Pembina Tingkat Nasional, surat pernyataan redress PIC Sekolah, dan surat kuasa PIBK PIC Sekolah.
Pihak sekolah kemudian mengirim arsip itu, tetapi permohonan redress ditolak alias belum disetujui.
"Setelah diproses cukup lama, kami dapat email kembali bahwa peralatan kirimin tersebut bakal dipindahkan ke tempat penimbunan Pabean," katanya.
Selain itu, peralatan susah diproses kembali lantaran sekolah kudu bayar pajak.
Pihak sekolah kemudian menghubungi OHFA Tech dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Proses pembahasan peralatan tersebut katanya sempat melangkah tetapi mengalami hambatan koordinasi antara pihak terkait.
"Kemudian kami tidak mengerti proses kelanjutan dari peralatan tersebut sampai dengan saat ini," katanya.
Respons bea cukai
CNNIndonensia.com telah menghubungi Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani. Namun nan berkepentingan belum merespons hingga buletin ini dipublikasikan.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pihak Bea Cukai Soetta sudah minta info dan info serta kronologi untuk dipelajari guna mengetahui pokok masalahnya.
"BC Soetta juga sudah menghubungi pihak SLB untuk membantu menyelesaikan masalah ini," katanya pada Sabtu (27/4).
[Gambas:Twitter]
(fby/tsa)
[Gambas:Video CNN]