Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah bakal memberlakukan program tabungan perumahan rakyat (Tapera) wajib bagi seluruh pekerja paling lambat 2027. Alhasil, pekerja mesti menyetorkan 2,5 persen gajinya untuk program tersebut.
Tapera merupakan corak tabungan nan menghimpun dan menyediakan biaya murah jangka panjang berkepanjangan untuk pembiayaan perumahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau bagi peserta.
Dasar norma Tapera adalah Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan patokan penyelenggaraan UU Tapera berbentuk Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nan ditetapkan pada tanggal 20 Mei 2024.
Melalui patokan itu, pemerintah menetapkan iuran sebesar 3 persen nan dibayarkan secara gotong royong ialah 2,5 persen oleh pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja.
Dilansir dari laman resminya, Tapera dibentuk dengan tujuan untuk membantu mewujudkan kepemilikan rumah nan layak dan terjangkau bagi peserta melalui pembiayaan biaya murah berkepanjangan berdasarkan gotong-royong.
Ada tiga program nan dimiliki nan bisa dimanfaatkan, ialah Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Bangun Rumah (KBR) hingga Kredit Renovasi Rumah (KRR).
Namun, ketiga faedah itu hanya bertindak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Dalam perihal ini, maksimal bayaran sebesar Rp8 juta per bulan alias Rp10 juta per bulan (khusus Papua dan Papua Barat).
Selain itu, pemanfaatan produk KPR ini hanya bertindak bagi masyarakat Indonesia dengan usia minimal 20 tahun alias sudah menikah dan minimal telah 1 tahun menjadi personil Tapera.
Kendati, kebijakan ini menuai kritikan dari beragam pihak mulai dari pengusaha hingga pekerja. Apalagi, saat ini biaya untuk kebutuhan sehari-hari sudah mahal.
Jokowi pun mengakui bakal ada pro kontra mengenai kebijakan itu. Masalah itu juga, katanya, sempat terjadi pada saat penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional untuk golongan peserta non penerima support iuran nan dibayari pemerintah.
Namun, dia meyakini setelah program Tapera melangkah dan masyarakat merasakan manfaatnya, semua melangkah lancar.
"Kalau belum memang biasanya ada pro kontra. Seperti dulu BPJS, nan di luar PBI juga ramai. Tapi setelah melangkah dan merasakan manfaatnya, pergi ke rumah sakit tak dipungut biaya, semua berjalan," katanya usai menghadiri Pelantikan Pengurus GP Ansor 2024-2029 di GBK Jakarta, Senin (27/5).
Lantas, apakah betul Tapera dapat membantu pekerja MBR punya rumah?
Manfaat Tapera untuk KPR, KBR, hingga KRR hanya bertindak untuk pekerja dengan penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan. Jika dilihat secara kasar, iuran per bulan 3 persen dari pekerja dengan penghasilan tersebut adalah sebesar Rp240 ribu.
Lalu, jika dikalikan 12 bulan alias satu tahun adalah Rp2,88 juta. Nah, jika si pekerja diibaratkan mengikuti Tapera selama 20 tahun, maka duit nan dia setorkan adalah Rp92,16 juta (asumsi inflasi 3 persen per tahun).
Dana sebesar itu memang terbilang mini dan jauh untuk membeli rumah nan harganya mencapai ratusan juta di kota-kota besar. Namun, sejatinya duit pekerja di Tapera bisa berlipat ganda.
Pasalnya, biaya nan dihimpun bakal dikelola dan diinvestasikan oleh manajer investasi nan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BP Tapera. Simpanan ini diinvestasikan untuk meningkatkan nilai biaya Tapera. Portofolio investasinya ditempatkan pada instrumen investasi dalam negeri.
Investasi itu bisa dalam corak simpanan perbankan, surat utang pemerintah pusat, surat utang pemerintah daerah, surat berbobot di bagian perumahan dan area permukiman, dan/atau investasi lain nan kondusif serta menguntungkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kendati, CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda menilai jika biaya Tapera itu terkumpul, pekerja MBR bisa saja terbantu untuk membeli rumah. Sebab, duit Tapera nan terkumpul menjadi pengganti biaya murah sebagai pendamping anggaran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) nan terbatas APBN.
Namun demikian, Ali memberikan catatan.
Bersambung ke laman berikutnya...