Jakarta, CNN Indonesia --
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) tegas menolak Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), apalagi sampai 'memaksa' pekerja swasta menjadi peserta.
Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menegaskan apalagi sejak awal munculnya UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, Apindo dengan tegas keberatan diberlakukannya aturan tersebut.
Karena itu, dia meminta pemerintah kembali mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) nan ditetapkan pada 20 Mei 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Desakan itu dia suarakan lantaran Tapera tidak diperlukan. Menurutnya, untuk membantu pembiayaan perumahan bagi rakyat, pemerintah sebenarnya bisa memanfaatkan biaya potongan BPJS Ketenagakerjaan nan selama ini sudah dipotong dari penghasilan pekerja.
"Pemerintah diharapkan dapat lebih mengoptimalkan biaya BPJS Ketenagakerjaan," ujar Shinta dalam keterangan resmi, Selasa (28/5).
Shinta mengatakan ada total asetJHT sebesar Rp460 triliun. Sejalan dengan PP Nomor 55 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, aset Jaminan Hari Tua (JHT) 30 persen biaya itu bisa dimanfaatkan untuk program MLT (Manfaat Layanan Tambahan) perumahan pekerja.
Artinya, 30 persen itu mencapai Rp138 triliun.
"Dana MLT nan tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya," ungkap Shinta.
Ia merinci, ada empat faedah JHT untuk perumahan:
Pinjaman KPR sampai maksimal Rp500 juta
Pinjaman Uang Muka Perumahan (PUMO) sampai dengan Rp150 juta
Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP) sampai dengan Rp200 juta
Fasilitas Pembiayaan Perumahan Pekerja/Kredit Konstruksi (FPPP/KK).
Shinta menambahkan pemberlakuan Program Tapera justru memberikan beban baru tak hanya bagi pekerja tapi juga pengusaha.
Shinta mengatakan saat ini beban pungutan nan telah ditanggung pemberi kerja sebesar 18,24 persen- 19,74 persen dari penghasilan pekerja. Beban ini semakin berat dengan adanya depresiasi rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
[Gambas:Video CNN]
Beban itu katanya bakal meningkat jika Tapera diberlakukan. Pasalnya, selain Tapera, pengusaha juga wajib bayar iuran BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan karyawan.
Beban iuran tersebut dengan rincian berikut:
1. Jaminan Sosial Ketenagakerjaan nan terdiri dari Jaminan Hari Tua 3,7 persen, Jaminan Kematian 0,3 persen, Jaminan Kecelakaan Kerja 0,24 persen-1,74 persen dan Jaminan Pensiun 2 persen.
2. Jaminan Sosial Kesehatan ialah Jaminan Kesehatan sebesar 4 persen.
3. Cadangan Pesangon nan besarannya sesuai dengan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 24/2004 berasas kalkulasi aktuaria sekitar 8 persen.
Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Dalam Pasal 55 pp nan diteken pada 20 Mei 2024, Jokowi mengatur setiap pekerja dengan usia paling rendah 20 tahun alias sudah menikah nan mempunyai penghasilan paling sedikit sebesar bayaran minimum diwajibkan menjadi peserta Tapera.
Kemudian pada Pasal 7, Jokowi merinci jenis pekerja nan wajib menjadi peserta Tapera tidak hanya PNS alias ASN dan TNI-Polri, serta BUMN, melainkan termasuk tenaga kerja swasta dan pekerja lain nan menerima penghasilan alias upah.
Nah setelah menjadi peserta, pekerja bakal dikenakan iuran kepesertaan nan nantinya dihitung sebagai simpanan. Untuk persentase besaran simpanan paling baru ditetapkan dalam Pasal 15 PP 21/2024.
Dalam ayat 1 pasal tersebut, disebutkan besaran simpanan pemerintah tetapkan sebesar 3 persen dari penghasilan alias bayaran untuk peserta pekerja dan penghasilan untuk peserta pekerja mandiri.
Sementara ayat 2 pasal nan sama mengatur tentang besaran simpanan peserta pekerja nan ditanggung berbareng oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
(ldy/agt)