Pengusaha Berat Kembalikan 2,4 Juta Ha Lahan Sawit ke Negara

Sedang Trending 2 bulan yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia --

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) berat mengembalikan lahan sawit ke negara yang totalnya mencapai 2,4 juta hektare.

Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan tak setuju dengan klaim pemutihan lahan sawit nan dilakukan pemerintah. Ini menyangkut sejumlah kebun sawit nan berada di dalam area hutan.

Menurutnya, pemutihan bertindak jika pengusaha nan menduduki lahan sawit tersebut tak berizin. Sedangkan Eddy menegaskan para anggotanya punya izin, meskipun belum semuanya berbentuk kewenangan guna upaya (HGU).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sementara itu, pemerintah menggunakan dasar UU Cipta Kerja untuk pemutihan lahat sawit nan dinilai melanggar, khususnya pasal 110 A dan 110 B.

"Masalah nan teridentifikasi alias kebun-kebun nan dimasukkan dalam area hutan, dari info ada 3,4 juta hektare, nan kami dapat info terindikasi 2,4 juta hektare masuk di 110 B. Itu bayar denda nan nilainya sangat dahsyat besarnya dan hanya dapat satu daur," jelas Eddy dalam Halalbihalal Gapki di Shangri-La, Jakarta Pusat, Selasa (30/4).

"Kalau kita hanya melakukan penanaman 15 tahun, tinggal sisa 10 tahun (masa daur 25 tahun). Setelah itu, kudu dikembalikan ke negara dan ditanam lagi tanaman-tanaman hutan. Padahal, di situ ada karyawan, pabrik, apalagi sekolah," sambungnya.

Eddy menegaskan para pengusaha sawit punya dasar kenapa tak semuanya mengantongi HGU. Ia mencontohkan kasus di Kalimantan Tengah, di mana menurutnya kala itu belum selesai urusan tata ruang dari pemerintah.

Ia menyatakan pada 2005 ada surat nan mengatur di tingkat direktorat jenderal dicabut, lampau diganti dengan ketetapan dari menteri. Pada akhirnya, itu menjadi kekacauan nan membikin pengusaha tak bisa mengurus HGU kebun sawitnya.

"Yang ancaman kita memandang produksi (crude palm oil/CPO) stagnan, konsumsi naik terus, jika ini lenyap 2,4 juta hektare apa nan terjadi? Di lapangan bakal terjadi bentrok horizontal, rebutan kebun nan kena 110 B ini. Ada tenaga kerja dan lain-lain, bisa terjadi konflik. Jangan sampai kelak merugikan Indonesia," wanti-wanti Eddy.

Di lain sisi, Eddy mengaku sejumlah anggotanya sudah mendapatkan surat dari pemerintah mengenai denda pemutihan tersebut. Ia menyatakan denda tersebut di kisaran Rp100 juta hingga Rp130 juta per hektare.

"Jadi, misalnya nan masuk area rimba 100 hektare, maka mereka kena denda Rp100 miliar-Rp130 miliar," ungkap Eddy soal denda dahsyat dari negara.

Jika merujuk pasal 110 A UU Ciptaker, dikatakan bahwa: "perusahaan nan terlanjur beraksi dalam area hutan, tapi mempunyai perizinan berusaha, maka dapat terus berkegiatan asalkan melengkapi semua persyaratan dalam kurun waktu maksimal tiga tahun".

Sedangkan, pasal 110 B menyatakan: "perusahaan nan terlanjur beraksi dalam area rimba tanpa perizinan berusaha, tetap dapat melanjutkan kegiatannya asalkan bayar denda administratif".

[Gambas:Video CNN]

(skt/agt)

Sumber cnnindonesia.com
cnnindonesia.com