JAKARTA – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat mewaspadai kejadian masuknya musim hujan nan berbarengan dengan La Nina Lemah. Hal ini mengakibatkan potensi penambahan curah hujan hingga 20-40 persen.
Fenomena ini berjalan mulai November alias akhir tahun 2024 hingga setidaknya Maret alias April 2025. Sebagai informasi, La Nina adalah kejadian anomali suasana dunia nan diakibatkan oleh suhu permukaan laut di Samudra Pasifik nan mendingin, lebih dingin dibandingkan biasanya.
“Kami mengimbau masyarakat mempersiapkan diri menghadapinya lantaran kejadian ini dapat berakibat signifikan pada kondisi cuaca. Utamanya bagi masyarakat nan bermukim di wilayah perbukitan, lereng-lereng gunung, dataran tinggi, juga sepanjang bantaran sungai,” kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati di Jakarta.
Dwikorita mengatakan, kejadian La Nina berpotensi mengakibatkan beragam musibah hidrometeorologi, seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan puting beliung. Termasuk, musibah banjir lahar hujan nan berpotensi terjadi ketika air hujan bercampur dengan material vulkanik dari gunung berapi berupa pasir, abu, dan bebatuan serta kayu alias pohon, terutama untuk gunung api nan saat ini sedang alias baru saja mengalami erupsi.
Maka dari itu, menurutnya, dibutuhkan kewaspadaan dan kesiap-siagaan seluruh komponen baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.
Dwikorita menjelaskan beberapa aspek utama nan mempengaruhi cuaca dan suasana di Indonesia pada tahun 2025 adalah penyimpangan suhu muka laut di Samudra Pasifik, Samudra Hindia, dan perairan Indonesia. Penyimpangan suhu di wilayah ini berasosiasi erat dengan kejadian La Nina Lemah, nan berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan di Indonesia.
Selain itu, kejadian Indian Ocean Dipole (IOD) juga mempengaruhi pengedaran hujan di wilayah Indonesia. Berdasarkan kajian dinamika atmosfer dan lautan, BMKG memprediksi sebagian besar wilayah Indonesia pada 2025 bakal mengalami curah hujan tahunan dalam kategori normal, dengan jumlah berkisar antara 1.000 hingga 5.000 mm per tahun.
Sebanyak 67% wilayah Indonesia diprediksi bakal menerima curah hujan lebih dari 2.500 mm per tahun (kategori tinggi), meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau bagian barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung bagian utara, sebagian besar Kalimantan, Sulawesi bagian tengah dan selatan, serta sebagian besar wilayah Papua.
Sementara itu, 15% wilayah diprediksi mengalami curah hujan di atas normal, termasuk sebagian mini Sumatera, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Maluku, dan Papua bagian tengah. Di sisi lain, 1% wilayah Indonesia diprediksi bakal mengalami curah hujan di bawah normal, seperti di Sumatera Selatan bagian barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara.
Dampak Positif La Nina
Meski berpotensi menimbulkan musibah hidrometeorologi, lanjut Dwikorita, andaikan dimitigasi dengan tepat, kejadian La Nina Lemah disebutnya mempunyai sejumlah kesempatan positif nan dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, keberlimpahan air hujan akibat La Nina dapat dimanfaatkan secara optimal guna mendukung ketahanan pangan dan air serta energi.
Di sektor pertanian, papar Dwikorita, petani mempunyai kesempatan percepatan tanam, ekspansi area tanam padi baik di lahan sawah irigasi, tadah hujan, maupun ladang. Tentunya, kata Dwikorita, perihal ini selaras dengan Program Asta Cita nan digagas Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka nan berambisi Indonesia mempunyai ketahanan pangan nan kuat dan mencapai swasembada pangan.
Tidak hanya itu, dengan langkah mitigasi nan tepat, lanjut dia, tingginya curah hujan akibat La Nina juga berfaedah dalam meningkatkan kapabilitas tampungan air di waduk dan waduk, nan bakal mendukung operasional pembangkit listrik tenaga air secara maksimum sehingga menjamin pasokan daya listrik. Masyarakat, tambah dia, dapat memanen air hujan alias rainwater harvesting dan digunakan saat musim tandus tiba guna mengantisipasi kekeringan.
“Untuk itu, krusial untuk terus menjaga kualitas prasarana seperti waduk dan waduk agar siap digunakan sepanjang tahun. Selain itu, optimasi drainase dan tampungan air kudu disiapkan guna menghadapi musim tandus berikutnya,” tuturnya.