Jakarta, CNN Indonesia --
Investor miliarder Jim Simons meninggal bumi di usia 86 tahun di New York, Amerika Serikat pada Jumat (10/5) silam.
Kabar ini diungkap oleh yayasannya, Simons Foundation. Namun pihak yayasan tak menyebut penyebab kematiannya.
Simons, pendiri biaya lindung nilai Renaissance Technologies, turut memelopori investasi kuantitatif, strategi pasar nan mengandalkan model matematika dan statistik untuk mengidentifikasi kesempatan investasi. Di kemudian hari, dia menjadi dermawan politik dan filantropis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilansir CNN Business, Simons mempunyai kecintaan pada matematika dan nomor sejak usia dini. Pria kelahiran 1938 itu meraih gelar sarjana matematika di Massachusetts Institute of Technology dan gelar ahli dalam bagian matematika dari University of California, Berkeley.
"Matematika adalah satu-satunya mata pelajaran nan saya sukai," kata Simons dalam sebuah wawancara pada 2015 untuk sebuah podcast.
Usai sempat mengajar di MIT dan Universitas MIT dan Harvard, Simons berasosiasi dengan Institute for Defense Analyses di Princeton, New Jersey dan bekerja sebagai pemecah kode untuk Badan Keamanan Nasional.
Menurut yayasannya, Simons dipecat dari institut tersebut pada 1968 lantaran menentang Perang Vietnam. Ia kemudian berasosiasi dengan fakultas di Universitas Stony Brook sebagai kepala departemen matematika sekolah.
Simons meninggalkan bumi akademis pada akhir 70-an, hingga akhirnya mendirikan Renaissance Technologies pada 1982.
"Dalam memandang pola-pola harga, saya dapat memandang bahwa ada sesuatu nan dapat kita pelajari di sini dan ada langkah untuk memprediksi nilai secara matematis dan statistik," ujar Simons dalam podcast Numberphile.
"Secara bertahap, kami membangun model, dan modelnya menjadi semakin baik. Akhirnya, model-model tersebut menggantikan hal-hal nan fundamental," tambahnya.
Model komputer buatan Simons membantu mengembangkan biaya lindung nilainya menjadi upaya berbobot miliaran dolar. Di kemudian hari, dia mencurahkan waktunya untuk filantropi dan menjadi dermawan politik Partai Demokrat nan besar.
Yayasan Simons pun turut menyumbang untuk penelitian autisme dan memberikan hibah untuk pendidikan dan penelitian sains dan matematika. Tahun lalu, yayasan Simons menyumbangkan US$500 juta alias Rp8 triliun untuk biaya kekal Stony Brook.
"Saya berasosiasi dengan Universitas Stony Brook pada 1968 sebagai ketua Departemen Matematika," kata Simons pada saat itu.
"Saya tahu saat itu bahwa universitas ini merupakan pusat intelektual terkemuka dengan komitmen serius terhadap penelitian dan inovasi. Tetapi Stony Brook juga memberi saya kesempatan untuk memimpin, dan sangat membanggakan memandang universitas ini tumbuh dan berkembang lebih jauh lagi," katanya.
Sementara perusahaan rintisannya, Renaissance Technologies, nan memberikan imbal hasil tahunan rata-rata lebih dari 60 persen selama tiga dekade, menjadi salah satu biaya lindung nilai tersukses di bumi di bawah kepemimpinan Simons. Ia pensiun sebagai CEO pada 2010 dan mengundurkan diri pada 2021.
[Gambas:Video CNN]
Pada 1994, Simons dan istrinya, Marilyn, mendirikan Simons Foundation, nan mendukung para intelektual dan organisasi di seluruh bumi untuk memajukan batas-batas penelitian di bagian matematika dan ilmu-ilmu dasar.
Simons meninggalkan seorang istri, tiga anak, lima cucu, dan seorang cicit.
"Saya melakukan banyak penelitian matematika. Saya menghasilkan banyak uang, dan saya memberikan nyaris semuanya. Itulah kisah hidup saya," ujar Simons dalam sebuah aktivitas pada 2022 untuk menghormati para pemenang Abel Prize nan telah dipilih lantaran prestasi matematika mereka.
(del/agt)