Jakarta, CNN Indonesia --
Eks menteri finansial era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Chatib Basri, mewanti-wanti APBN bisa defisit lebih dari Rp300 triliun jika bentrok di Timur-Tengah kian memanas.
Menurutnya, perihal itu terjadi buntut nilai minyak bumi nan berpotensi melejit. Imbasnya, subsidi BBM pun bisa membengkak.
Chatib menuturkan kemungkinan terburuk jika bentrok semakin parah hasilnya nilai minyak bumi bisa melonjak sekitar US$64 per barel dari nilai saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"kalau kita lihat di mana Israel-Iran direct conflict, unrest in wider Middle East, all Arab countries involved, maka implikasinya mungkin nilai minyak bakal naik US$64 per barel dari nomor sekarang," ujar Chatib dalam aktivitas Grab Business Forum 2024, Selasa (14/5).
Adapun nilai minyak saat ini tercatat senilai US$79,30 per barel untuk West Texas Intermediate AS. Sementara, minyak mentah berjangka Brent US$83,55 per barel.
Konflik di Timur Tengah memanas setelah Iran menyerang Israel beberapa waktu belakangan. Serangan ini pun dibalas kembali oleh Israel.
Chatib pun menuturkan kenaikan nilai minyak bumi bakal membikin shopping APBN membengkak. Ia lantas mengutip analisa Kementerian Keuangan (Kemenkeu) nan menyatakan bahwa setiap kenaikan US$1 minyak dapat menyebabkan defisit APBN sebesar Rp5,8 triliun.
Dengan kata lain, jika nilai minyak bumi naik US$64 per barel, maka defisit APBN bisa mencapai Rp371,2 triliun.
"Kalau naik US$64 tinggal dikalikan saja, kira-kira bebannya naik sebesar itu, ini dalam skenario terburuk," kata Chatib.
"Apakah ini bakal terjadi? Kita gak pernah tahu. tapi kita haru prepare for the worst," imbuhnya.
Selain itu, laki-laki nan juga menjabat sebagai komisaris utama/independen Bank Mandiri itu mengatakan defisit APBN pun bisa terjadi lantaran pelemahan rupiah. Setiap pelemahan Rp100 per dolar AS bisa membikin APBN defisit Rp3,1 triliun.
Dalam kesempatan nan sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara juga mewanti-wanti soal penguatan dolar AS. Menurutnya, perihal ini terjadi lantaran bank sentral AS (The Fed) disinyalir tidak bakal menurunkan suku kembang referensi dalam waktu dekat.
"Menurunkan suku kembang sepertinya tak bakal terjadi dalam waktu dekat. Ini membikin dolar menguat. Pasti Indonesia kena imbas," kata Suahasil.
Ia menjelaskan penguatan dolar AS terjadi lantaran suku kembang nan tetap tinggi. Adapun tingginya suku kembang AS, membikin penanammodal lebih banyak meletakkan duit mereka di Negeri Paman Sam.
Sementara, The Fed sendiri tetap mempertahankan suku kembang referensi lantaran tingkat inflasi AS tetap terbilang tinggi. Padahal, pertumbuhan ekonomi negara itu tetap stabil.
"Ternyata data-data terakhir AS inflasi tetap tinggi. Bahkan di atas perkiraan banyak pihak dan pertumbuhan ekonominya tetap positif," kata dia.
[Gambas:Video CNN]
(mrh/pta)